14

1.6K 165 4
                                    

Waktu berjalan sangat cepat terasa seperti fast forward, kini Rania sudah beralih menjadi istri dari Adam. Jika ditanya bagaimana perasaannya, dengan senang hati dia sangat senang sekali. Pernikahan miliknya dilaksanakan secara privat dan hanya mengundang kerabat dari kedua belah pihak. Pernikahan impian yang dilaksanakan di Bali, kini potret bahagia tersebut tersimpan pada ruang tamu rumah miliknya.

Kini mereka sudah tidak menempati apartemen milik Adam, namun tinggal di perumahan elit yang sudah Adam siapkan sedari dulu. Bagaimana dengan harinya? Tentu berjalan seperti biasa, dia masih bekerja di perusahaan milik keluarga Calvin. Rekan kerjanya tak ada yang mengetahui status pernikahannya, dia pun tak ingin memberi tahu mereka.

Sebenarnya Adam menyuruh Rania untuk berhenti bekerja, namun dirinya membuat penawaran dengan Adam, dia berjanji akan berhenti jika sudah mengandung anak mereka berdua.

Maka sejak saat itu, Adam terus bertekat untuk membuat istri tercintanya ini mengandung. Membuat sang istri kewalahan karena seringnya Adam meminta jatah malamnya. Seperti pagi ini, Rania terus mengoceh sebal karena ulah suaminya ini. Semalaman penuh bergulat di ranjang hingga dia bangun terlambat, dan buru-buru menuju kantornya dengan penampilan yang kurang memadai. Jika biasanya wajahnya dihiasi dengan riasan tipis dan rambut yang ditata indah. Pagi ini mukanya seperti zombie dengan rambut yang diikat asal.

"Widih, tumben lo berangkat kerja udah kayak abis dikejar setan. Mana muka lo pucet banget gak pakai make up."

Jema, rekan satu divisinya menyapa Rania. Merasa heran karena tidak pernah melihat Rania tampi dengan keadaan berantakan seperti ini.

"Iya nih, gue kesiangan bangun tadi. Makanya buru-buru berangkat, eh nyampe kantor si bos malah belum datang." Jawab Rania sekenanya sembari melepas jaketnya.

"Heh, apaan tuh leher lo! Abis main berapa ronde lo semalam?"

Jema takjub melihat bekas kemerahan yang tersebar di leher Rania.

Rania dengan cepat menutup mulut Jema dengan tangannya. Takut jika rekan kerja yang lain mendengar ucapan Jema. "Sst, diem deh lo, malu kalo di denger orang lain!"

Tanpa mempedulikan Jema, dirinya bergegas menuju toilet sambil membawa wadah kecil yang berisi riasan wajah miliknya. Meninggalkan Jema yang sudah tertawa jahil melihat Rania yang melenggang pergi.

Raut mukanya nampak marah saat dilihatnya bekas kemerahan di sepanjang lehernya. Buru-buru dia menutupi dengan riasan agar orang lain tidak dapat melihat bekas cinta tersebut. Astaga kenapa setelah menikah, suaminya semakin liar begini.

"Adam bajingan! untung yang ngeliat cuma Jema aja." Gerutunya dengan sebal sembari terus memoles riasan pada wajah dan juga lehernya.

Setelah menyelesaikan ritual merias wajah, dirinya kembali menuju meja kerja miliknya. Mengecek e-mail, apakah dia mendapat tugas hari ini. Dapat dilihat, rentetan pesan dari Adam yang tentu saja diabaikan oleh Rania. Dirinya masih merasa marah terhadap suaminya itu.

"Ganggu banget sih jadi orang!"

Rania memencet tombol blokir, agar pria itu tidak merecokinya lagi. Setidaknya ponselnya akan aman hingga dia pulang bekerja. Adam tidak mungkin bertindak nekat disaat jam kerja seperti ini. Mungkin saja di seberang sana Adam sedang kelimpungan mendapati nomornya telah di blokir dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu waktu kerja usai.

Akhirnya waktu yang telah ditunggu datang, akhirnya jam pulang telah datang, meski sedikit malam karena dia harus lembur menyelesaikan tugasnya.

"Eh, mau makan malam bareng sama gue nggak? Udah lama nih kita gak jalan bareng."

Sunny Road [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang