0

3.4K 229 3
                                    

Hai hai hai, selamat membaca dan semoga suka🥰











Hembusan nafas kecewa terlihat dari seorang gadis cantik, setelah itu dia memasukkan ponsel kedalam tasnya. Menyedot minuman didepannya dengan rakus untuk meredakan emosinya. "Kenapa? Berantem lagi sama pacar?" Gadis itu mengaduk minumannya, "udah putusin aja, pacaran kok tiap detik konflik kayak Korea Selatan sama Korea Utara."

"Tunangan," ucap gadis itu mengoreksi.

"Aku juga bingung, kenapa Adam kayak gini. Tiap hari minta kabar, tapi kalau aku kasih tau dia gak percaya. Makin hari dia makin larang aku buat ini itu, ini aja dia larang aku pergi sama kamu."

Gadis itu menghembuskan nafasnya lagi, "Gak tahu deh Nia, kalau aku batalin pertunangan ini, nanti aku takut orang tua aku kecewa."

Rania mengelus pundak temannya, ikut merasakan keresahan hati temannya."Shan, gue cuma bisa ngasih saran aja karena semua keputusan ada di tangan lo. Tapi beneran gue gak tega liat lo di spam chat dan kebebasan lo dikurangi."

Rania menangkup wajah Shannon lalu mencubit pipi Shannon. "Udah lupain si tunangan freak lo itu, pokoknya kita jalan hari ini. Kita nonton film terus jalan ke Mall sampe kaki bengkak!"

Rania terkikik geli mendengar ucapan sahabatnya ini. Mereka berduapun segera menghabiskan makanan lalu segera menuju Mall dan menghabiskan waktu seharian.

Rania dan Shannon mulai berteman semenjak awal menjadi mahasiswa baru. Awalnya Rania melihat Shannon yang kebingungan mencari ruangan ospek, lalu dia mengajak Shannon pergi bersama. Selama masa ospek mereka menjadi akrab dan berlanjut ketika mereka menjadi teman satu kelas.

Awalnya Rania merasa iba, karena Shannon bercerita bahwa dia tidak mempunyai teman dan Rania adalah orang pertama yang mengajaknya mengobrol. Tetapi suatu ketika, Shannon mengajaknya menuju rumah Shannon, disitu Rania merasa seharusnya dia mengasihani diri sendiri daripada orang lain. Bahkan harga sebuah tas Shannon mungkin akan didapat Rania ketika dia sudah bekerja seumur hidup. Ya begitulah hidup, ada yang dengan mudah mendapat apa yang diinginkan. Ada pula yang mesti jungkir balik hingga nafas sesak untuk mendapatkannya.

Tidak, Rania tidak iri. Dia sudah berada di tahap menerima diri sendiri. Tidak semua orang dilahirkan menjadi bergelimang harta. Dia sudah bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan kepadanya, dia bisa makan, bernafas dan tidak kekurangan apapun. Dia malah merasa sangat beruntung karena tidak semua manusia merasa bersyukur dengan hal sekecil apapun di hidupnya. Terima kasih kepada orang tuanya yang selalu mengajarkan pentingnya tidak melihat pencapaian orang lain. Orang tuanya selalu mengajarkan apa yang dimiliki orang lain ya itu pantas untuk mereka tidak kurang tidak lebih, begitupun dengan diri sendiri apa. Kita tidak tahu apa yang mereka lalui agar mereka menjadi 'mereka' di masa kini.

***

Seharian menghabiskan waktu dengan Rania, membuat Shannon lelah. Begitu sampai rumah, rasanya Shannon ingin langsung membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Tetapi begitu membuka pintu kamar, ia dikejutkan dengan suara berat milik tunangannya.

"Gimana jalannya? Asyik gak, pasti asyik banget dong sampe tengah malam baru sampai di rumah." Adam bertepuk tangan sambil berjalan mendekat ke arah Shannon. Emosi pria itu naik disaat tunangannya ini mematikan ponselnya dan tidak memberitahu kabarnya.

"Aku capek Adam, marahin akunya besok aja ya. Biarin aku tidur dulu sekarang." Ucap Shannon pasrah, sungguh ia sangat lelah hari ini. Tak sanggup bila harus berdebat lagi dan lagi dengan pria keras kepala di depannya ini.

"Lihat kan, teman kamu yang sering kamu puji ini sekarang bawa pengaruh buruk buat kamu–"

"Gak usah bawa-bawa Rania, Adam. Dia gak salah, kami emang udah sepakat buat jalan bareng." Shannon memotong ucapan Adam yang justru menambah kadar emosi pria itu bertambah.

Adam mengusap rambutnya dengan kasar, apa-apaan ini. Mana Shannon dulu gadis polos dan penurut, mengapa sekarang dia berubah menjadi gadis pembangkang. "Liat kan, sekarang kamu udah berani potong pembicaraan aku. Aku mau kamu jauhin Rania! Dia membawa pengaruh buruk buat kamu."

"Cukup Adam, mendingan kamu pergi dari rumah aku sekarang. Gak boleh ya aku senang-senang sama teman aku sendiri? Kamu tahu sendiri kan teman dekat aku cuma Rania! Aku juga udah kasih tahu kamu kalo aku mau jalan," suara Shannon mulai bergetar, tetapi dia tahan agar tidak terlihat lemah. "Aku cuma gak mau dilarang ini itu, Adam. Bisa nggak kamu bebasin aku sekali aja."

Melihat Shannon yang sudah menahan air matanya, wajah Adam melembut lalu mengelus pipi Shannon. "Kamu tahu kan aku ngelakuin ini semua karena aku khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu terpengaruh hal jelek diluar sana, kamu pasti tahu kan aku ngelakuin ini karena aku sayang kamu."

Adam meninggalkan Shannon, mungkin tunangannya ini memang butuh waktu sendiri. Esok saja ia akan membicarakan permasalahan ini, Adam tak ingin Shannon berubah. Adam takut semakin dibiarkan, Shannon akan berpaling ke pelukan orang lain. Tak akan dia biarkan Shannon pergi sejengkalpun dari sisinya.

Sementara Shannon meringkuk di ranjangnya. Dia berani bersumpah, hanya Adam yang pernah membentaknya. Dia tidak suka dibentak, hatinya perih mendengar kemarahan Adam. Tuhan, apakah benar ia harus memutuskan hubungan ini?













Opening dulu lach

Sunny Road [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang