01. Hello Tokyo

708 70 6
                                    

- Januari 2016 -













Tap tap tap tap

Jika Kieri mempunyai niat untuk menghitung jumlah suara yang sudah memasuki indra pendengarannya. Mungkin ada sekitar dua ribu suara berbeda yang terdengar sejak dia turun dari benda berbahan dasar besi yang dapat mengelilingi dunia.

Dia berpikir, bagaimana manusia bisa membuat benda seperti itu..?

Baiklah, lupakan tentang pesawat. Itu tidak penting.










Tokyo. 

Tempat asal Zenin Kieri, namun dia malah mengenangnya sebagai kota yang menjadi latar kehancuran dalam hidupnya. Tempat dimana dia merasakan bagaimana sakit nya menjadi orang yang terbuang.

Namun Tokyo juga sempat menjadi obat dari rasa sakit gadis itu.









Mata nya melirik benda pintar yang tergenggam erat di tangan kanan.

Tertera sebuah nama seseorang yang sangat dia rindukan disana, nama seorang lelaki yang memasuki mimpinya beberapa malam yang lalu. Dan kini nama itu membawa kembali tubuhnya pada Tokyo. 

Menatap sejenak nomor milik seseorang tadi, Kieri mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dia lakukan ini takkan menyakiti siapapun.




"Baiklah."

Nafasnya terhela pelan lalu dengan segera jari telunjuk itu menekan nomor yang dia dapatkan entah darimana.




Jantungnya mulai berdetak lebih cepat saat panggilan itu..

"Berdering-"






"Halo?" Suara lelaki itu menjadi titik fokus indra pendengaran Kieri saat ini. Tak lagi memperdulikan ribuan suara manusia di sekitar nya.

Si perempuan tertegun, mulut nya sangat kaku untuk menjawab sapaan di seberang sana. Suara lelaki itu sungguh berubah. Kieri sempat berpikir, apa ini benar benar lelaki yang ada di mimpinya?


"Megumi.."






"..."












~~



"Kau tumbuh dengan baik Megumi, aku sangat senang."

Sosok yang sedang duduk di hadapan Kieri hanya terdiam, tidak menjawab sepatah kata apa pun sejak mereka mendudukkan tubuh di salah satu cafe 20 menit yang lalu.

Netra biru gelap Megumi yang menyerupai langit malam menatap netra maroon milik Kieri lekat.



Kieri memperhatikan lekat wajah indah Megumi, mulai dari ujung rambut hingga ke ujung dagu. Kekehan kecil memaksa keluar saat gadis itu menyimpulkan bahwa lelaki di hadapannya ini tak banyak berubah.

Masa pubertas yang berhasil membuat suara Megumi jauh lebih dewasa daripada saat terakhir mereka mengucapkan sampai jumpa lagi pada satu sama lain.

Selebihnya, Megumi tak berubah. Tatapan dingin dan datar masih menjadi ciri-ciri yang sangat Kieri hapal dari Megumi.









"Um- ugh, aku harus manggil apa..." Si lelaki bergumam, ntah apa gunanya sebab Kieri masih dapat mendengar seluruh kalimat yang terucap.



𝗢𝘂𝗿 𝗘𝗻𝗱𝗶𝗻𝗴 || 𝐆𝐎𝐉𝐎 𝐒𝐀𝐓𝐎𝐑𝐔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang