1.4

962 108 8
                                    

Dengan wajah tertekuk Daren membawa langkahnya menuju dimana ruangan sang ayah berada. Dirinya kesal karena merasa diusir dari toko roti milik Ibunnya, padahal ia ingin membantu membuat pesanan dari pelanggan. Tapi malah disuruh untuk ke perusahaan ayahnya.

Ting!

Suara bel lift yang berbunyi menandakan Daren sudah berada di lantai tujuannya. Pintu lift terbuka dengan perlahan.

Ia terkejut ketika mendapati wajah sang paman-adik dari ayahnya- berada di depannya persis.

"Om Kev." Sapa Daren sedikit membungkuk setelah keluar dari lift.

Kevin -adik Aji- tersenyum hangat mengusap punggung Daren. Tatapan bingung terlihat jelas sesaat setelah menyadari ini masih jam sekolah tapi keponakannya itu malah ada didepannya.

"Kamu ngga sekolah?" Tanyanya.

Daren menggeleng, "Dikasih libur sama guru, hehe." Kevin hanya menggelengkan kepalanya melihat cengiran tak berdosa dari keponakannya.

"Om, kalo gitu Daren ke ayah dulu ya." Pamitnya yang langsung pergi dengan jalan tertatih karena kakinya akan terasa nyeri jika dibuat berjalan terus-menerus.

"Daren, tunggu!" Panggil Kevin yang mendekat kearahnya. "Iya, om?"

"Om minta maaf ya, harusnya anak om ngga bilang gitu soal ibun kamu kemarin." Sesalnya.

Daren mengerjap bingung, Kevin menatap mata jernih milik Daren. "Ayah kamu ngasih tau om kalau Jeo bilang yang ngga bener soal ibun kamu. Harusnya Om dengerin apa kata ayah kamu buat ngga ngebiarin Jeo sama neneknya. Karena yang kita tau nenek masih ngga suka sama ibun kamu. Jadi Om minta maaf atas nama Jeo." Kevin membungkukkan badannya dihadapan Daren, meminta maaf.

Daren menyuruh Kevin untuk kembali menegakkan badannya. Sebenarnya ia masih terkejut mendengar perkataan Kevin. Berati ayahnya mendengar pertengkarannya kemarin? Sampai mana ayahnya tau? Apa sampai dirinya meminta putus dengan Haresh?

"Om, ngga perlu minta maaf. Yang salah bukan om. Kalo gitu Daren masuk dulu ya om." Daren tersenyum singkat sebelum kembali meninggalkan pamannya.

Daren memasuki ruangan ayahnya tanpa permisi, dan mendudukkan dirinya di sofa yang tersedia disana.

Ayah Ji yang merasakan kehadiran orang lain itu mengangkat kepalanya dan terkejut mendapati putra tunggalnya sudah duduk dengan tenang di sofa. "Loh kak? Katanya mau bantuin ibun?"

"Di usir sama ibun. Parah banget, padahal niat kakak udah baik loh malah diusir." Keluhnya pada sang ayah.

Ayah Ji tertawa mendengar keluhan putranya itu, ia jelas tau kenapa istrinya justru menyuruh Daren pergi. Meski Daren bilang sudah berniat untuk membantu tapi dengan konteks yang berbeda. Ayah Ji sudah sangat hafal perangai putranya. Daren tidak akan bisa menahan diri untuk tidak memakan makanan manis yang terpampang jelas didepannya. Jika dibiarkan lebih lama, bisa-bisa semua habis dimakan oleh Daren tanpa sadar, makanya istrinya menyuruh sang anak datang ke perusahaan.

"Ayah, laper."

Ayah Ji melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, hampir mendekati waktu makan siang. "Pesen aja, nanti ayah yang bayar."

Daren yang sudah mendapat lampu hijau dari ayahnya pun langsung mencari makanan yang ia inginkan. Jarinya terus menggulir layar mencari yang menurutnya enak dan memesannya.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesannya sampai. Ayah Ji sampai turun ke bawah demi mengambil pesanannya itu. Ia tidak tega membiarkan Daren berjalan dengan kaki yang pincang.

"Enak?" Daren mengangguk mengiyakan pertanyaan sang ayah sambil terus memakan ayam yang dibelinya.

Ayah Ji mengusak gemas rambut sang putra yang terlihat sangat menikmati makanannya bahkan sesekali kepalanya akan bergoyang-goyang.

The Way I Love U  || Harubby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang