Prolog

2.8K 212 13
                                    

Main cast

Kim Doyoung as Daren Kalandra

Watanabe Haruto as Haresh Wardhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Watanabe Haruto as Haresh Wardhana

Watanabe Haruto as Haresh Wardhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















Matahari sudah hampir sepertiga diatas sana. Suasana khidmat upacara bendera nyatanya tak selamanya semulus yang dilihat. Di tengah lapangan, ratusan siswa tengah mengikuti dengan khidmat jalannya upacara. Mendengar amanat yang terasa sepanjang makalah, anak-anak di barisan depan mencoba terus fokus meskipun tak jarang beberapa siswi tumbang akibat sengatan matahari. Berbeda lagi dengan anak laki-laki yang barisnya tepat di bawah pohon besar yang rindang. Sebuah hiruk-pikuk upacara seperti semestinya.

Tapi disisi lain, sebuah langkah pelan mengendap-endap menuju tembok yang tak seberapa tingginya. Daren Kalandra dengan sweater yang membungkus seragam sekolahnya tengah mengamati keadaan sekitar. Motornya terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri, lebih tepatnya pada warung kopi di belakang sekolah.

Daren memilih jalur belakang bukan karena dirinya kesiangan, hanya saja karena adanya upacara membuatnya malas sekedar masuk kelas lebih awal. Alhasil dirinya berhenti di warung kopi itu untuk menikmati susu coklat di pagi hari.

Dirinya menemukan tempat biasa dimana ia akan melompat melewatinya. Daren memanjat dengan lihai, mengambil pijakan lalu siap untuk--

Brukkkkk.

"BANGSAT."

Sayang sekali kali ini pendaratannya tak semulus biasanya. Bukan karena Daren salah pijakan atau kakinya terpeleset sesuatu.

Tetapi karena presensi manusia yang berdiri dibalik tembok dengan tangan melipat di depan dada seolah menunggu kedatangannya. Wajahnya datar seolah tak kaget ada manusia yang keluar dari tembok. Bahkan tak berniat membantu Daren untuk sekedar bangkit dari jatuhnya.

Sakitnya tak seberapa, untung saja dirinya jatuh diatas tanah, pun tembok tak seberapa tingginya. Tapi karena Daren ini merupakan anak laki-laki bersumbu pendek, tak lama setelah ia bangkit dari jatuhnya ia siap melayangkan sumpah-serapah dengan tangan mengepal.

"Lo ngapain anjir, bikin kaget sialan." Wajah Daren memerah karena sebal, sweater kesayangannya jadi kotor dengan tanah. Ingin rasanya Daren meninju semua yang ada disini termasuk wajah datar manusia di depannya.

"Lo ngapain manjat tembok?"

'Pake nanya! Tentu saja buat masuk ke area sekolah' Daren merotasikan matanya. Memilih membantin saja.

"Bukan urusan Lo."

Haresh menghela napas. Seorang yang memang menunggu Daren dari balik tembok. Sang ketua OSIS yang sepertinya memang khusus diperuntukkan menghukum Daren Kalandra.

Haresh melihat Daren tengah membersihkan area siku sweater nya dari tanah-tanah yang kemudian membekas.

"Gue sering bilang jangan telat pas upacara." Daren mencebik kesal. Ia siapkan kedua tangan untuk mecakar wajah Haresh tapi tak jadi.

"Bodo amat, Gue cidera, mau ke UKS." Daren sengaja berjalan pincang agar dirinya dapat lolos dari Haresh kali ini.

Tapi sebuah tarikan tanpa belas kasihan Daren dapatkan dari Haresh. Lelaki itu menarik kuat kerah baju bagian belakangnya membuat Daren mau tak mau mengikuti kemana Haresh pergi.

"Gue kecekek sialan!" Nyatanya umpatan-umpatan Daren tak membuat Haresh memelankan langkahnya. Hanya saja kali ini, Haresh beralih menarik tas punggung yang dipakai Daren membuat Daren berjalan mundur mengikuti Haresh.

"Lepasin Gue bangsat!"

Setelah kalimat itu, Haresh menghempaskan pelan Daren pada sebuah ruangan. Bukan gudang pengap atau kamar mandi yang harus Daren bersihkan. Ini bukan tempat hukuman melainkan ruang OSIS dengan sebuah pengatur suhu ruangan, televisi, dan sofa empuk.

Daren langsung saja merebahkan dirinya pada sofa, sementara itu Haresh menghela napas lalu mengunci ruangan dari dalam.

"Bolos disini saja, kalau di UKS nanti Lo ditangkap anak OSIS yang lain." Kata Haresh lantas duduk di dekat Daren, memposisikan pahanya sebagai bantalan Daren agar anak itu dapat tertidur setidaknya lima menit.

"Makasih sayang." Daren terkekeh saat Haresh membuang wajah, sekilas Daren lihat wajah Haresh memerah.

"Tadi pas Gue jemput, katanya Lo udah berangkat. Kenapa sampe sini telat?" Perlahan-lahan Haresh mengusap surai lembut putra tunggal Ajikusuma itu.

"Biasa, nyusu dulu di Bu Siti." Jawabnya.

Haresh yang sudah tidak kaget dengan kalimat nyeleneh itu pun hanya mengangguk. Aneh saja diantara ratusan manusia sekolah kenapa ia harus jatuh pada manusia seperti Daren. Bayangkan saja Haresh yang perfeksionis dalam segala hal lalu semesta mempertemukannya dengan manusia amburadul yang sering membuat Haresh darah tinggi macam Daren.

"Berangkat bareng Gue aja lain kali. Kalo nggak mau ikut upacara Lo bisa disini."

Daren menatap Haresh antusias. "Berarti Gue boleh bolos kapanpun kesini dong?" Tanya nya. Hal itu mendapat hadiah sentilan pelan pada dahinya dari Haresh.

"Nggak gitu konsepnya sayang, cuma pas upacara aja. Kalo pelajaran nggak boleh." Kata Haresh.

Daren mendesis. Usapan pada surainya membuatnya mengantuk. Tapi kata Haresh...

"Jangan tidur, jam pertama sebentar lagi dimulai." Ish, kalau begitu mengapa harus mengusap penuh sayang begini. Kan Daren mengantuk.

"Haresh?"

"Hm?" Jawab Haresh tanpa melepas usapan tangannya dari kepala Daren.

"Lo bangga nggak sih jadi pacar Gue?" Haresh ingin terkekeh mendengar pertanyaan aneh seperti itu.

"Kadang-kadang. Tapi Lo terlalu amburadul, kadang Gue mau nata Lo juga bingung mau darimana." Jawabnya diakhiri kekehan. Hal itu membuat Daren memukul punggung Haresh.

"Pantes aja Lo nggak mau publish Gue." Raut Daren berubah sendu.

Haresh tiba-tiba terdiam.

Tapi sesaat kemudian ia kembali menyentil dahi Daren dengan agak keras hingga sang empu mengaduh.

"KAN ELO YANG MINTA BACKSTREET?"

The Way I Love U  || Harubby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang