1.2

1K 122 44
                                    

Sudah hampir seminggu ini Haresh seolah mengabaikan Daren karena kegiatan sekolah yang akan diadakan dalam hitungan jari saja. Selama itu juga banyak ulah yang dilakukan Daren agar mendapat atensi dari sang pacar meski berupa hukuman. Tapi sepertinya ini yang paling parah, sejauh ini.

Ia tahu banyak yang membicarakan dirinya sejak terungkapnya hubungan keduanya di kantin waktu itu. Namun, siapa sangka jika ulah Daren belakangan ini kembali menghadirkan omongan-omongan warga sekolah yang sempat meredup mengenai pro dan kontra hubungannya dengan Haresh. Hampir sepanjang koridor banyak yang membicaraknnya, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Memang sejak seminggu ini suasana hatinya sudah memburuk karena tidak mendapat atensi penuh dari Haresh membuatnya gampang tersulut emosinya. Apalagi ada yang berani menjelek-jelekkannya langsung didepan matanya. Awalnya Daren tidak mengambil pusing, namun semakin dibiarkan malah semakin menjadi yang mana pada dasarnya kesabaran Daren hanya setipis tisu dibagi seratus kena air pula, dengan hati yang dongkol Daren mendekati teman sekelasnya dan memukul rahangnya dengan kuat.

Kelas yang waktu itu memang sedang ramai bertambah ramai karena pertengkaran keduanya. Untungnya guru yang mengajar saat itu terlambat datang, setidaknya daren bisa sedikit melampiaskan amarahnya. Meskipun harus berakhir diruang konseling dan harus memanggil orantuanya, Daren tidak peduli. Salah sendiri mencari gara-gara dengannya. Omong-omong temannya itu dilarikan ke rumah sakit sepertinya tulang hidungnya patah.

Semua ini karena Haresh yang mengabaikannya.

Daren berniat pergi ke ruang kesehatan hanya sekedar rebahan sembari menunggu sang ayah yang berada di ruang konseling. Namun, langkahnya dihadang oleh pemuda berkulit tan dari arah berlawanan.

Decakan kesal keluar dari bibir Daren karena lelaki didepannya ini terus menghalangi jalannya.

"Mau Lo apa sih?!" Ucapnya tidak santai sama sekali. Tolong siapapun beritahu laki-laki itu bahwa emosi Daren masih berada pada puncaknya.

"Buat masalah apalagi Lo?"

"Bukan urusan Lo."

"Lo jadi orang ngga tau diri banget ya. Malu-maluin aja." Ucapnya sambil menatap Daren dari atas sampai bawah dengan sinis.

Daren bersedekap dada, bola matanya berputar malas menanggapi manusia didepannya. Daren kembali berjalan melewati Jeo yang berbalik menatapnya.

"Gara-gara lo reputasi Haresh sebagai ketos hancur." Satu kalimat yang dilontarkan Jeo berhasil menahan langkahnya.

Jeo berjalan mendekat dan berdiri didepan Daren. "Gara-gara Lo Haresh jadi bahan omongan guru-guru karena pacaran sama berandal ngga tau diri. Harusnya Lo sadar, kalo pacar Lo tuh ketos jadi Lo ngga bisa seenaknya!" Ucapnya dengan nada bicara yang meninggi.

"Lo kenapa sewot banget deh. Peduli apa Lo!" Balas Daren tak kalah tajam.

Jeo mendorong bahu Daren hingga Daren mundur beberapa langkah. "Gue ngga kayak Lo yang egois karena cuma mikirin diri sendiri. Kalo gue jadi Haresh udah lama gue putusin manusia kayak Lo!"

"Sayangnya Lo bukan Haresh."

Daren bersedekap dada, menunggu apa yang akan Jeo ucapkan selanjutnya. Namun, justru karena kalimat yang dilontarkannya itu malah kembali menyulut emosi Daren.

Jeo terkekeh sinis, "Gue ngga tau darimana sifat ngga tau diri Lo. Apa dari nyokap Lo?"

"Maksud Lo apaan!" Bentaknya Daren.

"Perlu Gue jelasin lagi? Semua orang tau kali orang kayak apa nyokap Lo itu. Murahan--"

BUGHHH

Jeo tersungkur akibat pukulan yang Daren berikan.

Tangannya mengepal, menampilkan urat-urat yang terlihat mengeras disana. Kedua matanya juga memerah karena amarah. Sumpah demi apapun, Daren akan maju paling depan jika ada yang menjelek-jelekkan ibunnya. Siapapun akan ia lawan, ayahnya sekalipun. Karena bagi Daren ibun adalah prioritas utama. Tidak ada yang boleh menyakitinya sedikitpun.

Daren menarik kerah kemeja Jeo, membawanya berdiri dan bersiap melayangkan kembali pukulannya itu. Namun, teriakan orang yang sudah ia hapal diluar kepala menghentikannya.

Haresh mendekati keduanya dan melepas paksa cengkraman Daren pada kerah Jeo. "Kamu bisa ngga, diem sehari aja? Jangan buat masalah terus kayak gini." Ucapnya pada Daren, tak lupa mengubah panggilan mereka. Berharap Daren bisa sedikit melunak.

"Jadi maksud Lo gue nyari masalah, gitu? Gue ngga akan nonjok duluan kalo mereka ngga mancing emosi gue." Pekiknya.

"Kendaliin emosi kamu, jangan apa-apa pake kekerasan. Aku beneran capek tau nggak ngadepin kamu yang kayak gini." Ucap Haresh sembari memegang kedua bahu Daren. Menatap mata bulat yang masih menyala karena amarah. Daren yang masih emosi pun semakin terbakar ketika mendengar ucapan Haresh yang notabenenya kekasihnya sendiri. Secara tidak langsung Haresh menganggapnya sebagai beban.

Daren menepis kasar tangan Haresh. "Kalo Lo capek ngadepin gue, mending putus aja ngga sih? Gue beban banget kayaknya buat Lo yang sempurna."

Haresh menggeleng dengan cepat, jelas menolak pernyataan Daren.

"Sayang bukan gitu, kita ngomong dulu."

"Nggak bakal mempan ngomong sama dia, anaknya ngga tau diri kayak nyokapnya." Sela Jeo diantara pembicaraan keduanya.

"LO DIEM BANGSAT."

Daren kembali mengangkat tangannya bersiap memukul Jeo lagi. Namun, Haresh menghentikannya.

"KAMU TENANG!"

"Jangan apa-apa kesulut emosi kayak gini. Kamu mau masuk BK lagi?" Ucapnya sedikit meninggikan suaranya.

Apakah mereka lupa kalau mereka sedang berada di ruang publik. Siapa saja pasti mendengar pertengkaran mereka. Meskipun masih jam pelajaran tidak dipungkiri pasti ada satu dua murid yang berkeliaran, apalagi tempat mereka tidak jauh dari ruang konseling. Berharap saja tidak ada yang mengganggu mereka sampai selesai.

"Lo pikir gue bakal diem aja denger ibun dijelek-jelekin."

Daren menggulirkan matanya menatap Jeo tajam, dengan jari telunjuk yang mengacung didepan muka lawannya. "Lo boleh ngehina gue tapi jangan sekali-kali Lo nyebut nyokap gue pake mulut kotor Lo itu."

"Dan Lo, kita Kayaknya udahan aja. Gue sadar emang kita nggak cocok dari awal. Lo terlalu sempurna buat Gue yang kayak gini. Maaf kalo Gue jadi beban selama ini." Daren dengan cepat melepas cincin yang terpasang di jari manisnya. Mengembalikan cincin tersebut pada genggaman Haresh, Daren menahan genggaman tersebut agar Haresh menerimanya.

"Kalian berdua aja yang pacaran, cocok nih. Yang satu sempurna, yang satu muka dua."

Setelah mengatakan itu Daren pergi dari hadapan keduanya. Tentu saja Haresh mengejar Daren, karena ia tidak pernah menganggap Daren sebagai beban seperti yang Daren bilang. Tapi sepertinya keadaan keduanya yang sedang emosi membuat kesalahpahaman.

Jeo menatap kepergian keduanya dengan seringai yang terlihat jelas, setelahnya ia mengusap sudut bibirnya yang sedikit berdarah karena pukulan Daren. Langkahnya yang akan ia bawa ke ruang kesehatan seketika terhenti. Napasnya tercekat, ia menelan ludahnya kasar kala matanya mendapati tatapan yang sulit diartikan dari pria yang berdiri tidak jauh darinya.

Jeo tersenyum kikuk dan membungkukkan sedikit badannya kemudian memutar tubuhnya dengan cepat. Semoga beliau tidak mendengarnya, batinnya sedikit takut.

The Way I Love U  || Harubby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang