Visual Kak Eugene (Yujin) nih 😍
------Salman baru saja selesai menggulung ujung atas sarung ketika ponselnya berdering. Tampak foto lelaki mengenakan suit and tie dengan ekspresi dingin memenuhi layar. Ia berdecak sebelum mengangkat telepon atas nama “Kak Eugene” itu—lelaki yang seratus persen berhasil menduplikat Daddy-nya. Mungkin Salman perlu mempertemukan Kang Awan dengan Kakaknya. Barangkali mereka akan cocok karena memiliki kesamaan kepribadian. Atau mungkin dengan Daddy-nya sekalian agar ketiga lelaki itu membentuk sebuah komunitas. Komunitas kulkas dua pintu.
“Halo ... mikuuum,” sapanya ogah-ogahan.
“Dimana?” tanya suara dari seberang.
“Di pesantren lah.”
“Nggak ada kuliah?” tanyanya lagi.
“Adalah. Nanti siang jam satu.”
Kenapa memangnya? Salman urung bertanya, karena ia sudah hafal di luar kepala jika dua pertanyaan singkat tadi adalah kebiasaan buruk Eugene sebelum mengomelinya. Dan ....
“Risi ... dengar! Mommy ngirim kamu ke pesantren untuk belajar agama juga menggali info untuk perkembangan pesantren Albana. Bukan nembak cewek. Apalagi menggoda perempuan yang sudah bersuami. Apalagi … perempuan itu ibu pengasuhmu sendiri."
Benar kan? Salman seketika memutar bola mata. Tidak akan heran juga jika kabar itu langsung diketahui oleh Eugene, Kakaknya. Karena sudah pasti si kulkas dua pintu itu akan menyewa seseorang untuk memata-matainya.
“Mommy tahu?” tanya Salman sedikit khawatir.
“Nggak.”
Salman menghembuskan napas lega. “Syukurlah. Em ... ya ... tahu juga nggak apa-apa sih. Lagian itu cuma tantangan MOS. Bilangin ke Jasusmu, kalau kerja itu yang totalitas. Biar nggak setengah-setengah kalau ngasih info,” cibirnya sambil meraih selembar kemeja dari dalam lemari.
Salman masih belum terbiasa dengan lemari berukuran 120 cm x 60 cm itu. Sampai kiamat pun tidak akan pernah bisa menampung segala jenis barang mahal yang bisa mendukung penampilan macho-nya. Mungkin nanti dia akan meminta izin Nyai Maryam untuk membawa lemari yang lebih besar. Bagaimanapun dia satu-satunya santri dari fakultas kedokteran. Sudah seharusnya mendapat perlakuan yang lebih istimewa bukan?
“Jasus?”
“Jasus ... mata-mata,” jawab Salman masih dengan nada mencibir. Puas sekali dia bisa mencemooh Kakaknya dengan istilah baru yang ia dapat dari pesantren baru-baru ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagai Pungguk Menjerat Bulan
RomansaTentang seorang santri bernama Salman Al-Farisi dalam pencarian cinta dan jati diri. --- Gak kenal maka tak sayang. Jadi, dibaca dulu aja biar tahu kejutan demi kejutan dalam cerita ini