P E N U M B R A💫
Pelik kehidupan tidak pernah menemukan singkat akhir yang tenang. Entah bagaimana bisa, tapi selama kokoh dunianya masih patut untuk didirikan, seluruh gundah pasti akan nampak setiap harinya, dan hal tersebut membuat lelah siapa saja yang terlibat, termasuk aku.
Kepalaku sudah pusing tujuh keliling, layaknya wahana Gyro Swing Lotte World tidak pernah tutup selama dua puluh empat jam, di tambah lagi semua tugas memilih menumpuk di dekatku. Riset, rencana, manejemen produk--seluruhnya nampak kumpulan massa berdemo turunkan harga BBM di depanku kini.
Aku tidak tahu, tapi bisa-bisanya mereka yang harus mengerjakan hal itu, malah dilemparkan kepadaku dengan berbagai alasan yang membuatku ingin muntah.
"Gila. Aku bisa gila kalau begini." Aku memegangi kedua sisi kepalaku, dan merenggut kesal dengan segala pemberontakan kecil di pikiran dan hatiku.
Aku termenung sejenak, melirik kecil jam yang muncul di layar desktop komputer di hadapanku. Hampir menjelang makan siang, aku ingin menyelesaikannya setengah sebelum jam pulang. Tapi, aku jamin, aku tidak bisa. Kerja itu melelahkan, aku butuh liburan.
Aku menghela napas, lalu menegakkan tubuhku kembali. Sampai di mana, pandanganku beralih pada minuman yang masih nampak sisanya--tanpa adanya sedotan di atas mejaku. Kalau kuingat lagi, aku jadi geli sendiri. Walaupun sedotannya sudah aku buang, tapi aku masih terbayang oleh bibirnya yang menempel di minumanku, bahkan sampai menarik isinya untuk dia telan. Ah, sial jibang (jijik banget), deh.
Aku berakhir meraih minuman tersebut, dan bergerak merangkak keluar dari kursiku untuk melangkah mendekati tempat sampah di sudut ruangan dekat dengan pintu berganda yang tembus pandang. Terserah. Aku tidak peduli dengan dari siapa dan dari mana minuman ini berasal, aku hanya ingin membuangnya.
"Persetan Pak Yoongi sialan!" Bisikku kecil ketika aku akan menjatuhkan minuman tersebut ke dalam tempat sampah. Tapi, aku malah dibuat terkejut dengan salah satu sentuhan yang menggelitik pinggangku. Aku menoleh pada gadis surai sebahu di belakangku--Nam Lycia.
"Pak Yoongi, tuh." Begitu ucapnya dengan berbisik, dan berakhir tertawa meledekku. Bahkan Lycia sampai menunjukkan arah melewati pandangannya.
Hingga aku berakhir mengalihkan perhatianku pada pria jangkung yang berdiri di luar pintu masuk, sembari menatapku dingin. Kelakuannya angkuh parah, sikapnya bak bos tambang emas yang sedang kehilangan kesabaran terhadap pegawainya yang sinting.
Aku menghela napas, kemudian membuang minumanku yang sebelumnya sempat tertunda karena keisengan Lycia yang ingin menjatuhkan sampahnya sendiri, tapi malah berakhir menyadarkanku atas keberadaan makhluk halus yang masih saja berdiri di belakang pintu masuk.
Pada akhirnya aku dan Pak Yoongi hanya saling bersitatap dengan sikap kami yang sangat menyebalkan. Hingga tak berselang lama, kusadari Pak Yoongi akan mendorong pintu tersebut dan membiarkan dirinya masuk. Tapi, aku memutuskan untuk menahan gagang pintu tersebut karena aku tahu dia akan berceloteh di depan wajahku lagi. Aku muak mendengarnya, Ya Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penumbra || Min Yoongi Fanfiction
FanfictionKalau menurut Yoongi, daripada memilih menjadi bayangan kabur alias penumbra di sebuah gerhana, lebih baik dia menjadi umbra yang jelas terlihat. Tapi, itu hanya awalnya, karena pada akhirnya penumbra memang pilihan terbaik. Kalau menurut Youra, dia...