Bab 5

515 27 1
                                    

Bintang memang sangat memuja bulan, tapi bukan berarti cahaya bulan bisa menyamai cahaya bintang
.
.
.







Sampai saat ini Sanjana merasa merana dengan perasaannya sendiri, terkadang dia ingin bertanya dengan segala rentetan pertanyaan yang ada di benak nya, hanya saja sikap Arlan yang semakin hari semakin berubah membuat Sanjana kesulitan, jangankan sekedar bertanya bertemupun Arlan sering menolak dengan alasan kesibukannuya di Rumah Sakit.

Dan siang ini dengan penuh keberanian membawakan Tupperware yang berisikan masakan yang sedari pagi dia siapkan untuk sang kekasih, Sanjana berpikir jika dirinya mau bertahan dengan sabar dia yakin ini semua akan berlalu dengan sendirinya.

"Mau kemana sih, biasanya juga kalau aku ajak makan siang selalu nolak?" Sanjana terpaku sebentar ketika Devan tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Eh, pak Devan saya ada keperluan sebentar di luar" Sanjana berusaha untuk tetap profesional meskipun dirinya tahu selama dua tahun ini Devan yang menjabat sebagai Investor yang berperan penting akan kelangsungan butik nya itu sangat gencar mendekatinya, bahkan meskipun Sanjana sudah mengatakan jika dirinya sudah bertunangan tetap saja laki-laki itu bersikeras mendekatinya dengan alasan kalau janur kuning belum melengkung di depan rumahnya dia akan tetap terus berusaha untuk mendekatinya.

"Huft.. selalu saja kamu panggil saya dengan embel-embel pak, padahal kan usia kita juga gak beda jauh, ini juga lagi jam istirahat jadi panggil nama aja"

"Enggak enak sama yang lain pak, lagian ini masih di area kerja, oh iya bapak mau makan siang di luar?" Tanya Sanjana berusaha untuk basa basi, meskipun sebenarnya gadis itu ingin sekali cepat pergi dari hadapan laki-laki yang sering mengejar nya itu, dalam kurun waktu beberapa kali Devan sebagai investor memang sering datang ke butik, selain jadi investor dia juga pelanggan tetap butik ini.

"Iya, tadinya mau ngajak kamu, meskipun saya tahu bakalan di tolak terus, tapi melihat kamu mau keluar rasanya tidak terlalu sakit ketimbang kamu nolak ngajak makan siang sementara kamu makan siang di dalam ruanganmu itu"

Sanjana meringis kecil, memang selama ini dirinya sering menolak ajakan atasannya itu untuk makan siang bersama terkecuali jika bersama dengan Ririn atau dengan kolega bisnis lainnya, karena Sanjana tidak ingin jika dirinya memberikan sedikit saja kesempatan bagi laki-laki itu untuk masuk, maka dia takut dirinya akan mengkhianati sang kekasih.

"Oh iya pak, sepertinya saya akan terlambat, kalau begitu saya permisi!" Devan melihat gadis pujaan hatinya itu pergi perlahan meninggalkan dirinya, ada rasa sesal setiap kali Sanjana menolaknya tapi Devan juga tidak bisa berbuat apa-apa mengingat jika gadis itu sudah mempunyai tunangan. Dan selama ini usahanya selalu saja mendapatkan penolakan alhasil Devan selalu merasa bingung dengan usaha yang tidak pernah mendapatkan hasil yang bagus.

"Seandainya yang ketemu terlebih dahulu itu aku, bukan tunangan kamu yang sekarang, pasti aku akan sangat bahagia bisa jadi pendamping hidup kamu" laki-laki itu masih menatap lurus ke arah ruangan yang di lewati oleh Sanjana tadi, meskipun tubuh perempuan itu sudah tidak terlihat namun perasaan Devan masih tetap hadir dan akan selalu ada untuk Sanjana pujaan hatinya.











.

Sepanjang jalan Sanjana melihat kemacetan kota yang biasa dia rasakan, apalagi cuaca di luar panas sekali sehingga Sanjana melihat banyak sekali pengendara motor yang mencari tempat teduh di tengah kemacetan.

Setelah menerjang kemacetan hampir dua puluh menit, Sanjana menjalan kembali kendaraannya namun sepertinya perjalanan kali ini tidak terlalu mulus, Sanjana terpaku ketika melihat kecelakaan di hadapannya, dua buah sepeda motor saling bertabrakan, gadis itu juga melihat dengan jelas genangan darah dari kecelakaan itu.

Kejar Hingga KetepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang