Bab 6🔞

888 20 1
                                    

Kalau pada akhirnya yang kamu cari itu kepuasan, seharusnya aku angkat tangan sedari awal
.
.










Pertemuan yang seharusnya berjalan dengan lancar sebagaimana ekspektasi yang terus berjalan di dalam otak kecilnya, tapi sepertinya tuhan tidak membiarkan Sanjana untuk tersenyum sebentar dan sepertinya juga tuhan masih betah membuatnya sedih dengan sekelumit kisah hidupnya.

Sanjana memutuskan untuk berjalan pergi dari area rumah sakit, setelah melihat tunangannya bersama perempuan lain, gadis itu memutuskan untuk diam dan memberikan ruang kepada tunangan itu, Sanjana tahu tiga tahun bukan waktu yang sebentar, Al pasti menemukan banyak sekali teman-teman baru disana dan mungkin perempuan itu juga salah satunya, apalagi mengingat pertemanan di luar negeri lumayan bebas, Sanjana pikir bisa saja mereka mengekspresikan pertemanannya seperti itu, meskipun dalam hati kecil Sanjana melirih pertemanan seperti apa yang terlihat mesra seperti itu.

Masakan yang pagi tadi dia buat dengan penuh semangat, sepertinya akan terbuang sia-sia lagian siapa juga yang mau makan makanan yang sudah dingin seperti ini, apalagi makanan ini di masak pagi tadi.

"Sanjana ya? Saya Nuri" Gadis itu tersentak ketika tengah berjalan ke arah parkiran namun seorang perempuan menepuk bahunya dan menanyakan kebenaran namanya.

"Iya" Sanjana sedikit kikuk dan gadis itu mulai sadar jika perempuan tadi adalah ibu dari gadis kecil yang dia bantu.

"Sudah mau pulang ya? Boleh minta waktunya sebentar saya masih belum mengucapakan terimakasih tadi" perempuan itu tersenyum tulus kepadanya.

"Boleh bu" Sanjana menerima ajakan tersebut dengan baik, gadis itu langsung berjalan ke arah kursi yang berada di pojok parkiran rumah sakit.

"Sebelumnya saya mau mengucapakan banyak terimakasih kasih, karena dek Sanjana sudah membantu suami dan anak saya"

"Panggil Sanjana saja Bu, lagian itu sudah kewajiban saya sebagai manusia, apalagi saya melihat secara langsung kecelakaannya di depan mata saya Bu, oh iya kalah boleh tahu nama anak cantik ibu siapa?"

"Namanya Senja, usianya masih delapan tahun, baru kelas dua SD, dan kejadian tadi terjadi ketika suami saya menjemput Senja dari sekolah"

"Memangnya jarak sekolah dan rumah ibu jauh ya?"

"Awalnya enggak, tapi setelah rumah kami di gusur, mau tidak mau kami pindah, karena sekolah Senja belum masuk kenaikan kelas jadi mau tidak mau Senja sekolah dulu di sana sampai kenaikan kelas, soalnya nyari sekolah di dekat rumah yang sekarang lumayan susah" Sanjana mengangguk dan mulai paham dengan kondisi keluarga Bu Nuri.

"Senja itu anaknya baik dan penurut bahkan saking penurut nya saya suka khawatir soalnya kalau saya bilang A, dia pasti bakal lakuin A, begitupun sebaliknya kalau saya bilang B, dia bakalan lakuin B. Saya sama suami nunggu kehadiran Senja itu lama, kami menikah sudah dua puluh tahun, dan setelah sebelas tahun menikah tuhan baru menitipkan Senja kepada kami, kadang saya juga sering merasa takut kehilangan dia, karena mengingat usaha kami berdua untuk mendapatkan anak itu susah sekali, ketika tadi saya mendapatkan kabar soal kecelakaan itu, saya benar-benar hancur, karena suami dan anak saya itu dunia saya, kalau semisalnya mereka pergi saya sama siapa?"

Perlahan Sanjana mulai mengusap punggung Bu Nuri, gadis itu mencoba memberikan kekuatan kepada ibu satu anak itu.

"Tapi saya bersyukur anak dan suami saya masih bisa di selamatkan, meskipun tuhan sepertinya kejam memberikan masalah ini tapi di satu sisi tuhan juga masih sayang kepada keluarga saya"

"Iya Bu, saya juga bersyukur kondisi senja dan suami ibu tidak terlalu parah, sebagai seorang anak tentu saya juga merasakan bagaimana kekhawatiran ibu, selain itu saya juga sangat bersyukur bisa membantu anak dan suami ibu"

Sanjana dan Bu Nuri saling berpelukan membiarkan rasa sakit satu sama lainnya tersampaikan karena Sanjana menyakini jika pelukan bisa sedikit menetralkan rasa sakit.

"Maaf ya neng, saya kelihatannya cengeng banget di depan neng!" Sanjana terkekeh mendengar penuturan Bu Nuri.

"Gak papa Bu, boleh ya besok saya jenguk Senja, hari ini soalnya saya masih ada kerjaan"

"Boleh banget, dokter bilang dua atau tiga hari lagi Senja sudah boleh pulang, kalau suami saya besok juga sudah boleh pulang"

Mereka berdua hanyut dalam obrolan panjang, Sanjana bisa merasakan beban berat yang di rasakan Bu Nuri, tapi Sanjana merasa takjub juga dengan sosok Bu Nuri yang mencoba tabah dalam menghadapi setiap permasalahannya, Sanjana tahu hidup di dunia selalu penuh dengan permasalahan, bukan karena tuhan benci kepada kita tapi karena tuhan sayang dan ingin melihat seberapa kuat hamba-nya untuk melewati setiap hal yang tuhan berikan.






.

Setelah pulang dari Jerman, Al sudah menyibukkan dirinya lagi di rumah sakit sebagai dokter spesialis bedah profesional, kemarin malam hingga tadi siang dia melakukan tiga operasi yang membuat tenaga laki-laki itu terkuras.

Al merasa cukup bersyukur bisa mengenal Amrita, semenjak bersama perempuan itu Al merasa hidupnya tercukupi dengan berbagai hal, perempuan yang selalu ada ketika dirinya membutuhkan, Amrita juga banyak menyiapkan kebutuhannya dan bahkan mungkin kebutuhan biologisnya juga

Al tidak memungkiri Amrita memang perempuan cantik dan juga berpendidikan, mengingat profesi mereka sama membuat Al merasa pantas-pantas saja berdampingan dengan perempuan itu meskipun dalam hati kecilnya sosok Sanjana masih terpatri.

"Yang, bangun ih udah sore" laki-laki itu menggeliat kecil, badannya yang tidak memakai baju hanya di selimuti kain tipis sontak terlihat perut kotak-kotak yang selalu Al jaga.

"Jam berapa?" Tanya laki-laki itu dengan nada serak, selayaknya orang yang baru bangun tidur.

"Jam setengah enam, kamu ada operasi kan nanti jam delapan?" Laki-laki itu mengangguk dan kembali memejamkan matanya yang terasa ngantuk.

"Bangun ih, kita kan mau makan malam di luar sebelum kamu ke rumah sakit" bujuk Amrita kepada kekasihnya dengan manja.

"Aku masih ngantuk" Perempuan itu mendengus kesal dan langsung melancarkan aksinya dengan memeluk dan juga menggulingkan tubuh kekasihnya.

Al yang setengah mengantuk itu berdecak kesal dan sontak saja laki-laki itu menyingkirkan selimutnya. Amrita tertawa kecil ketika kekasihnya memeluk dan menggelitik perutnya, sampai akhirnya keduanya terhanyut dalam cumbuan panas yang entah siapa yang pertama memulainya.

"Ahh.. jangan di leher kita kan mau dinner" desah Amrita dengan manjanya.

Al nampak tidak perduli laki-laki itu masih mencumbu leher dan juga dada kekasihnya, cumbuan itu semakin panas seperti biasanya, Al yang awalnya tidak pernah tertarik dengan sex before merrige, kini laki-laki itu terlihat terbuai dan menikmati setiap dosa besar yang dia lakukan. Bahkan dari pangutan menjadi cumbuan hingga kedua pakaian mereka terlepas satu persatu.

Al nampaknya sudah melupakan setiap momen dan juga janji yang dia berikan kepada gadis yang sudah menemaninya sejak dulu, laki-laki itu seakan buta dengan perempuan yang begitu mencintainya dengan tulus dan laki-laki itu juga menutup mata dengan kesalahan yang dia lakukan secara sadar.

Seharusnya Al sadar selama ini hanya Sanjana lah yang menemaninya di setiap kondisi, gadis itu juga yang selalu mendukung setiap keputusannya hingga dirinya menjadi seorang dokter, tapi Al membiarkan setan menguasai dirinya.

"Ahh.. sayang.. jangan keluar di dalem, kamu kan gak pake pengaman" Amrita menggeram nikmat begitu juga dengan Al yang nampak menikmati setiap hentakan yang dia lakukan.













Lope:)

Kejar Hingga KetepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang