Jalannya takdir hidup membawa wanita satu ini kembali ke tempat yang sangat ingin dia hindari. Seoul. Kota metropolitan yang menjadi pusat perhatian seluruh dunia karena berkembangnya k-wave selama hampir satu dekade ini. Kota yang seakan-akan memiliki medan magnet yang mampu menarik banyak turis asing untuk tinggal nyatanya berbanding terbalik dengan pemikiran wanita ini. Seoul. Baginya adalah kota penuh luka.
"Danyeo wasemnida (I'm home)." ucap wanita itu saat berhasil membuka unit apartemen yang sudah lama tidak dia tinggali.
Lee Binna—nama wanita itu. Lee Binna menghentikan napasnya sejenak saat matanya menangkap kesunyian yang menyeruak dan mencekik jiwanya sebagai tanda selamat datang atas kepulangannya selama hampir 10 tahun. Lee Binna menghela napasnya berat, ia melangkahkan kakinya masuk bersamaan dengan tangannya yang membawa satu koper besar yang selalu berada disampingnya hampir dua jam semenjak keluar dari bandara Seoul. Lee Binna meletakkan koper besar itu tepat di tengah ruang yang ada di unit apartemen ini. Lee Binna telah menemukan sofa besar yang masih tertinggal disini. Dia meletakkan tubuhnya di sofa tersebut sembari berdiam cukup lama. Sepertinya ada banyak yang sedang dia pikirkan.
Selang beberapa menit kemudian, suara perut Lee Binna memecah keheningan unit apartemennya. Lee Binna membuka kedua matanya dan berdecih kecil. Kenapa sih manusia butuh makan?, tanyanya dalam hati.
Lee Binna meraih kembali tas selempang yang ia letakkan sebelumnya di samping tubuhnya. Dia berjalan perlahan keluar dari unit apartemen sembari menerima panggilan telepon dari seseorang yang dikenalinya. Itu bukan panggilan internasional, sepertinya itu kenalan Lee Binna di Korea Selatan.
"Ya, aku sudah sampai di apartemen. Apartemennya hampir mirip seperti dulu. Apa kau yakin sebelumnya mereka telah menjualnya? Aku tidak melihat hal-hal yang berbau manusia di dalamnya." Penuturan panjang Lee Binna kepada orang yang ada di panggilan teleponnya. Langkahnya mulai membawanya masuk ke dalam lift yang ada di gedung apartemen itu.
"Oh baiklah, karena aku rasa mereka telah membuang semuanya jadi aku tidak punya apa-apa disini. Aku cukup bersyukur kau mengirimkan sofa itu, setidaknya aku bisa tidur di sofa itu malam ini." ucap Lee Binna lagi. Kini ia melangkah keluar lift dan berjalan keluar gedung. "Tidak apa-apa, tidak usah buru-buru. Ah untuk hal yang lainnya selain perpindahan bisakah kita undur beberapa hari? Aku butuh waktu untuk menghadapi jet lag ku."
"Baiklah aku serahkan semuanya padamu. Aku mempercayaimu sepenuhnya, karena disini aku hanya punya dirimu. Jadi jangan kecewakan aku. Baiklah, terima kasih. Kabari aku terus tentang perkembangannya." Lee Binna menyudahi panggilan telepon tersebut bertepatan dengan langkahnya yang sudah mencapai pintu gerbang gedung apartemennya. Lee Binna menoleh beberapa kali ke arah samping. Dia lupa jika dia belum mendapatkan kiriman untuk kendaraannya dari orang kepercayaannya. Dan juga dia masih belum mengatur ponselnya dalam mode penduduk Korea.
Melihat seorang wanita yang sedang bingung membuat petugas keamanan gedung apartemen tersebut memberikan bantuan kepada Lee Binna. Berkat petugas keamanan tersebutlah, Lee Binna berhasil mendapatkan taksi untuk membawanya pergi ke suatu tempat.
Lee Binna berhenti di sebuah jalan yang sangat dia rindukan. Gangnam. Tempat dimana surganya para pemuja kpop berada. Tetapi bukan hal itu yang membawanya pergi untuk kembali ke jalan itu. Sesuatu hal lain, sesuatu yang membuat Lee Binna rindu sekaligus terluka. Meskipun begitu, tidak bisa dibohongi tempat inilah yang membuat Lee Binna sesekali ingin pulang ke Korea lagi. Hanya saja, sepertinya Lee Binna sudah terlambat. Ya, dia benar-benar terlambat.
"Ah, sepertinya mereka sudah tidak menggunakan gedung ini." lirih Lee Binna memandang gedung kosong yang penuh dengan kenangan tepat berada di hadapannya.
Dia menghela napasnya berat dan membalikkan tubuhnya. Perutnya sudah sedari tadi terus-menerus berbunyi, sepertinya dia harus cepat-cepat mencari makanan yang bisa dia makan sekarang juga. Dia memutar kepalanya dan berhasil menemukan tak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah restoran makanan rumahan korea yang sedang buka. Lee Binna memantapkan niatnya untuk pergi kesana. Namun, tiba-tiba dia merasakan ada keanehan di dalam pengelihatannya. Matanya mulai melihat dengan samar bahkan perlahan pendengarannya pun sedikit demi sedikit menghilang.
Lee Binna menghentikan niatnya, dia harus segera menyeimbangkan tubuhnya. Dia tidak boleh jatuh di tempat yang ramai ini. Dia sedang sendirian dan dia baru saja sampai di Korea. Jika dia jatuh. Jika dia pingsan. Siapa yang akan menolongnya?
Tapi pemikiran yang berat itu justru membuat Lee Binna kehilangan kesadarannya. Tepat di depan gedung lama Pledis Entertainment, wanita satu itu terjatuh dan tubuhnya dengan cepat membentur aspal jalanan. Sontak pemandangan seperti itu membuat orang-orang disekitarnya panik. Beberapa orang mulai mengerumuninya. Hal itu sekilas membuat salah laki-laki yang kebetulan bersama dengan temannya sedang nongkrong di daerah tak jauh dari wanita itu pingsan terkejut.
"Wanita itu pingsan di tengah jalan, hyung!" ucap seorang laki-laki berpakaian sederhana berwarna ungu muda.
"Sudah biarkan saja, toh juga nanti akan ada yang menolongnya. Pasti dia sedang mabuk. Bukankah hal seperti itu sudah biasa?" seseorang laki-laki dengan pakaian serba putih berceletuk.
Berbeda dengan kedua temannya itu, laki-laki satu ini terus memperhatikan saat wanita itu tengah digeledah oleh salah satu polisi yang kebetulan juga sedang berpatroli di daerah itu. Dan saat digeledah, wanita itu ternyata memiliki paspor Amerika dan juga identitas dari negara yang sama. Tetapi disaat yang sama polisi juga menemukan sebuah kartu identitas bisnis dengan nama korea.
"Lee Binna. Apakah ada yang mengenal wanita ini?" tanya salah satu polisi sembari membaca kartu identitas Lee Binna.
Laki-laki itu terkejut bukan main saat nama itu disebutkan. Entah mengapa tubuhnya langsung bereaksi berdiri dan berjalan masuk ke kerumunan tersebut. Dia ingin memastikan lagi nama itu. Dia ingin memastikan jika—
"Sekali lagi saya katakan, apakah kalian mengenal wanita yang bernama Lee Binna ini?" tanya polisi itu lagi.
Pertanyaan tersebut berhenti bertepatan dengan langkah laki-laki itu yang sudah mencapai tubuh Lee Binna yang tengah tergeletak tanpa alas. Laki-laki itu terdiam termangu. Astaga, apakah itu benar kau Lee Binna?, tanya laki-laki itu dalam hati.
"Jogiyo (permisi), apa kau mengenalinya?" tanya polisi tersebut kepada laki-laki itu.
Laki-laki itu menoleh ke arah polisi yang sedang menyainya tadi. "Aku mengenalinya. Aku sangat mengenalinya. Bisakah aku membawanya pergi?" ucapnya bergetar.
[ 계속 ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby, I'm Shadow of You
Fanfic"Jadi apa kau membenci Jeonghan?" Lee Binna menggeleng lemah. "Aku tidak akan pernah bisa membenci Jeonghan oppa. Aku tidak bisa membencinya. Aku tidak bisa." "Wae? Kenapa kau tidak bisa membencinya?" Choi Seungcheol terlihat penasaran. "Karena dia...