4

20K 542 11
                                    

( Emily POV )
Setelah pulang aku langsung membersihkan wajahku dari makeup dan mengganti pakianku.

Lalu.... Aku loncat ke atas kasur dan tidur memikirkan semua kejadian yang kualami tadi. Sial kenapa harus dia? Apa mama dan papa tak memiliki kandida lain selain guru tau itu? Astaga dan lebih gilanya lagi kenapa dia bisa mau denganku yang seperti ini. Diaman otaknya itu? Pikiran-pikiran itu membuat kepalaku terasa penuh.

Aku menarik selimutku dan meringkuk, kenapa disaat seperti ini kenapa aku memikirkanya?

Keesokan paginya aku segera bersiap menuju kesekolah. Seperti biasa Jane sudah teriak-teriak heboh saat melihatku dan kubalas dengan memeluknya. Kami berjalan bersama menuju koridor loker kami dan aku melihat Elden disana?

Flasback on

"Sudah kubilang Emel, aku tidak mencinatimu lagi. Melihat wajahmu disini saja aku sudah muak. Lebih baik aku mencintai Jessica yang jauh lebih canttik darimu. Lihatlah dirimu bandingkan dengan Jessica. Sudahlah percuma saja aku berbicara dengan orang aneh sepertimu.", teriak Elden

Aku hanya menatap Elden dengan kosong apa yang dikatakanya membuatku sakit. Kita berpacaran selama 2 tahun dan dia lebih memiliki Jessica karena lebih cantik dariku? Hanya karena itu?

"Sudah jangan panggil aku lagi", ucap Elden terakhir kalinya.

Flashback off

Kejadian itu tiba-tiba berputar kembali di otakku dan siapa sangka Elden, melambaiakan tanganya kepadaku. "Hai Emely, long time no see", sapanyak sok manis. Aku langsung menggandeng tangan Jane dan berjalan kebelakang meninggalkanya. Tapi terlambat, tanganku dicegat oleh Elden.

"Emily, aku ingin kita balik. Maafkan aku yang pernah memutuskanmu secara tidak hormat. Aku hanya melakukan kesalahn kecil kan? Ayo kita balikan.", ujarnya tanpa penuh dosa. "Kesalahan kecil katamu.Otak dan perasaanmu ada dimana Elde? Apakah jadi satu dengan lututmu?",ucapku marah.

Elden mendekatkan dirinya padaku dan aku benar-benar mentapnya dengan berani sampai ia memegang kedua lenganku dengan kuat, hingga aku meringis kesakitan. "Lepaskan aku!", teriakku. "Tidak nona", ucapnya.

Cup

Sial Elden mencium pipiku. Aku langsung menampar Elden dan berlari sekencang mungkin. Aku berlari semakin cepat, hingga aku menabrak seseorang. "Maaf...", kataku. Aku melihat orang itu dan ternyata dia guru jelek itu.

Aku dapat melihat ekspresi terkejut dari wajahnya. Aku merasa pipiku basah. Dengan kasar aku mengusap mataku. Dan aku menangis.

Aku tak sadar mengapa aku menangis. Apa gara-gara Elden? Semakin aku mengingatnya , air mataku semakin deras. "Kau tak apa, Emel?", tanya guru itu.

Aku hanya diam dan tangisanku semakin menjadi. Dan aku merasa Guru jelek ini memelukku. Nyaman. Itu yang kurasakan. "Menangislah", bisiknya.

Tangisanku semakin menjadi-jadi. "Aku---bencii.....----diaaaaa----", kataku. Taylor mengelus rambutku. Dan membuatku sangat tenang.

Setelah aku berhenti menangis, Taylor melepaskan pelukannya. "Kau bisa cerita padaku jika kamu mau." ,katanya. "Iya, tapi tidak sekarang ya",jawabku.

"Iya... Terserah kamu. Kapanpun aku siap mendengarkan ceritamu." ,aku hanya tersenyum mendengarkan perkataannya. Thanks Taylor ucapku dalam hati

"Sudah lebih baik?", suara Taylor membuatku tersadar. Aku hanya menangguk. Dia menangkup kedua pipiku yang dapat dipastikan pipiku akan memerah seperti kepiting rebus. Dengan kekuatan penuh aku mencoba memegang tanganya. "Ya, aku tidak apa. Aku ingin kembali kekelas.", ucapku sambil melepaskan tanganya yang berada di pipiku. Dia hanya tersenyum kepadaku. Aku berjalan meninggalkanya dan menuju ke ruang kelasku.

Seperti biasa pelajaran dikelas berlangsung dnegan sangat lama, dari tadi aku hanya melamun memikirkan maa laluku dengan Elden dan sekarang dia muncul kembali. Bukankah dia sudah pindah kota kenapa dia kesini lagi? "Emily, perhatikan papanya bukan jendela", tegur guruku. "Maaf miss", ucapanku terhenti karena dentingan bel sekolah yang memndakan kelasku telah usai.

Segera kuringkas semua buku dan tasku dan berjalan bersama Jane. Saat aku berada di halaman parkiran mobil. Selama dijalan aku terus mengingat kejadianku bersama Taylor rasanya manis. Hari ini perasaanku seperti permen yang manis asam asin. Hahaha."Senyum-senyummulu ucap Jane. Aku hanya menyengir.

Mataku tertuju pada Taylor yang menuju mobilnya ingin aku teriak dan memanggilnya tapi gagal. Aku melihat seorang wanita memeluknya dan wanita itu teriak dengan kencangnya, "I miss you baby". What baby katanya? "Kapan kita akan pergi makan malam, aku sudah tak sabar.", aku hanya memandangi mereka berdua dan mata Taylor tertuju padaku.

Aku segera menarik tangan Jane dan mengajakya berlari.

Ternyata aku salah menilaimu Taylor.

----------------------------

Hai Semua Terimakasih sebnayak-banyaknya untuk kalian yang sudah menunggu revisian,

Mohon maaf sebelumnya jika aku belum maksimal dalam merevisi ulang ceritanya dan banyak sekali typo.

See you on the next chapt.

My Teacher = My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang