16

10.6K 387 19
                                    

Typo sedang bermunculan di antara kata - kata di bawah ini jadi dimohon berhati - hati :D

**Part Ini Ada Adegan Psikopat.

Happy Reading♥
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

( Emily POV )
Well, masalahku dengan Taylorku susah beres dan aku kembali tinggal di apartemennya. Sekarang aku sedang menikmati makan malam bersama Taylor. Dia duduk didepanku.

Aku memasakkanya pizza. Ya walaupun pizza yang kubuat tak seenak di restoran. Tapi setidaknya dapat dimakan dan tak membuat perut orang sakit mungkin (?) Entahlah. Semoga tidak.

"Kau memikirkan apa?", tanya Taylor memecah keheningan. "Tak ada", jawabku singkat lalu tersenyum padanya. "Ada yang kau ingin tanyakan padaku?", tanyanya.

Aku ingin bertanya padanya apakah dia masih mencintai Karen atau tidak. Tapi kalau dia marah lagi? Aku segera menggeleng cepat, "Tidak ada", jawabku. "Yakin?", tanyanya sekali lagi. "Yap", jawabku.

*kring

HP Taylor berbunyi. Dari raut wajahnya ia mengkerutkan dahinya. Mungkin dari orang yang ia tak sukai? Entahlah. "Sebentar ya, Emel", katanya lalu meninggalkanku di meja makan.

Aku hanya menangguk dan melanjutkan sesi makan indahku. Setelah aku melahap habis makan malamku. Taylor datang, "Kok sudah selesai makannya?", tanyanya. "Kamu yang lama telfonnya. Memang dari siapa?", tanyaku.

Dia hanya terdiam, "Hm... dari orang tak penting.", jawabnya. Aku membereskan piringku dan mencucinya. "Emel, aku mau keluar dulu ya. Hanya sebentar saja.", kata Taylor.

"Mau kemana? Aku sendiri disini.", kataku. "Ke sekolah sebentar, ada dokumen tertinggal disana. Kamu hati - hati ya aku pergi hanya sebentar kok", kata Taylor. "Janji hanya sebentar?", tanyaku. "Iya janji.", katanya.

Dan Taylor pun pergi meninggalkanku.

*tok tok tok

Hm? Siapa? Mungkinkah Talyor? Aku membukakan pintu dan kosong? Aku menutupnya kembali tapi sebuah tangan membawa pisau menyela disela - sela pintu. Aku semakin kuat mendorong pintu. Tapi aku telat. Pisau itu lenih dulu melukai tanganku. Dan cairan merah kental berbau besi keluar dengan cepat.

Karena kesakitan aku melepas pegangan pintu dan akhirnya pintu terbuka dan seorang wanita jatuh dan masuk ke dalam rumah.

Aku langsung berlari dan mengambil iphoneku dan menelepon Taylor. Ayo angkat Tay!!! "Halo Emel?", aku merasakan goresan panjang di punggungku. "Akh", teriakku. "Emel?!!".

"Kau berani menelepon pacarku, huh?!", kata perempuan ini. Karen. Karen langsung melempar iphoneku dan tepat mengenai dinding, jatuh dan menjadi kepingan - kepingan ponsel.

Aku merasakan sangat perih di tangan dan punggungku. "Kau mau apa Karen?", tanyaku atau lebih tepat memnentaknya. "Mauku mempertemukanmu dengan orang tuamu secara perlahan", katanya yang membuatku merinding.

Tay... kamu kemana? Aku takut.

"Kau tahu kan sekarang, bagaimana rasanya ditinggal orang tua. Bagaiman? Hah?", kata Karen sambil menarik rambutku keras dan alhasil rambut berada digenggammnya berserta potongan kulit dan darah. Perih kuadrat!

"Aku kasihan pada tanganku yang sangat indah ini harus memgang rambut busukmu! Kasihan sekali.", Tay... kamu dimana? Cepat tolong aku.

"Oh ya... kita main yuk", kali ini dia berubah mimik wajah yang seperti anak kecil. Dia psikopat! Dia membawa tas besar dan membukanya.

Aku membulatkan mataku karena apa yang ia tunjukkan padaku yaitu peralatan operasi medis , berbagai macam pisau dapur , cutter , gunting, gergaji , kapak. Entah dia sudah berapa lama mengumpulkan itu. "Kau mau yang mana dulu?", tanyanya dengan nada sok imut.

My Teacher = My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang