Ternyata...

460 54 8
                                    

Jangan lupa vote dan komennya

Happy reading

Jeno berjalan menelusuri gedung akademik yang terlihat sepi. Mungkin karena kejadian tadi membuat mereka semua pergi ke tempat aman untuk sementara waktu.

"Hei, perhatikan jalan mu," Jeno menyengitkan dahinya saat seorang lelaki menatapnya tajam setelah tak sengaja bertabrakan tadi.

"Aku?" Jeno menunjuk dirinya sendiri. Merasa bingung, kenapa dia yang di marahi padahal dia yang di tabrak?

"Ya, kau." pria itu malah menunjuk Jeno dengan kasar.

"Memangnya apa salahku? Kau yang menabrakku. Bukankah seharusnya kau yang minta maaf?" tanya Jeno. Pria itu maju mendekat ke arah Jeno dengan wajah angkuh.

"Kau tidak tau siapa aku?" ujar Pria itu yang membuat Jeno tersenyum remeh.

"Memangnya siapa kau?" tanya Jeno sambil menatap pria di depannya itu.

"Aku senior tingkat tiga di sini." Jeno terkekeh pelan mendengar itu.

"Kupikir kau guru atau kesatria yang sudah pernah mengalahkan para penyihir. Rupanya hanya murid kelas 3. Memang apa bagusnya itu," tanya Jeno sambil tersenyum miring.

Pria di depannya itu menatap tajam Jeno dan mulai maju seolah ingin mengajak berkelahi. Hampir saja terjadi perkelahian jika mereka tidak di pisahkan oleh murid lainnya.

"Hei kawan-kawan, sudahlah jangan ribut. Tidak enak, lagipula dia baru saja melewati ujian pertama jadi emosinya mungkin masih terbawa." pria itu menepis tangan murid itu dan membenarkan bajunya.

"Cih, dasar junior tidak tau diri. Ku biarkan kau lolos kali ini." ujar Pria itu kemudian pergi bersama teman-temannya. Jeno menatap kesal pria itu. Jika saja tadi tidak di halangi mungkin Jeno akan memukul pria itu. Sombong sekali, hanya karna berasal dari bangsa Naga.

"Maaf, dia memang seperti itu." ujar murid yang menghentikan perkelahian tadi. Jeno menoleh ke arah pria itu dan mengangguk pelan. Dia juga tidak mau membuang tenaga untuk meladeni pria seperti itu.

"Ngomong-ngomong, kalian hebat sekali. Apalagi kau, aku melihat bagaimana kalian memusnakan para penyihir buatan itu. Wah, kalian berlima sangat kompak. Sudah seperti satu tim saja." oceh pria itu. Jeno mengerutkan keningnya. Ada yang aneh dari ucapan pria tadi.

"Tunggu, apa maksudmu dengan penyihir buatan?" tanya Jeno. Pria itu berhenti tersenyum dan menyengitkan keningnya menatap Jeno bingung.

"Penyihir yang tadi kalian lawan. Mereka adalah penyihir buatan, yang di buat guna untuk menguji para kesatria baru." jelas Pria itu.

"Jadi, penyihir-penyihir tadi bukan sungguhan?" tanya Jeno. Pria itu mengangguk.

"Walau begitu, kalian sangat hebat." Jeno mengabaikan ucapan pria itu dan langsung pergi menuju ruang guru. Dia sangat emosi dan tak habis pikir. Apa-apaan ini? Dia berjuang sekuat tenaga karena mengira akademik ini sudah di serang oleh penyihir. Nyata? Pikiran para kesatria memang tidak logis.

Jeno membuka pintu ruangan besar itu dengan sekuat tenaga. Membuat pintu itu terbuka lebar. Pada guru yang berada di dalam menatap kaget ke arah pintu di mana Jeno berdiri dengan raut wajah marah.

"Apa akal sehat kalian sudah hilang karena terlalu banyak berperang?" tanya Jeno. Persetan dengan sopan santun. Jika dia di keluarkan, bukannya itu lebih baik? Awalnya dia juga tidak berniat untuk menjadi kesatria.

"Hei, siapa kamu? Kenapa sangat tidak sopan?" tanya salah seorang guru di dalam sana.

"Apa kalian sudah gila? Membuat penyihir buatan untuk di jadikan bahan ujian? Apa kalian lupa bahwa kami bangsa manusia juga ada di sini?" tanya Jeno dengan nada kesal. Dia sudah masuk mendekat ke arah para guru.

Dragon [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang