Arsen melepas ikatan dasinya sekaligus tiga kancing kemejanya begitu masuk ke ruangan. Belakangan ini meeting hampir setiap hari bahkan untuk bisa bermesraan dengan Thalia saja tidak sempat kalaupun di rumah mereka hanya sekedar mengobrol lanjut istirahat tapi tentunya tidak melewatkan urusan ranjang, selagi Thalia belum datang bulan Arsen akan terus menyetubuhinya.
Rasanya ada yang kurang jika tidak 'bersentuhan' dengan sang istri.
Arsen menghempaskan tubuhnya di sofa. Bersandar sambil memejamkan matanya. Wajah itu terlihat sekali kelelahan apalagi tadi pagi sempat mengeluh tidak enak badan.
Thalia menatapnya sedih lalu mengunci pintu ruangan sebelum menghampiri suaminya. Dia berdiri di antara kaki Arsen yang terbuka, Arsen membuka matanya ketika merasakan sentuhan hangat di keningnya.
"Badan kamu agak anget sayang."
Arsen mengambil tangan Thalia di keningnya lalu ia genggam. "Anget biasa sayang. Normal."
"Tadi pagi katanya gak enak badan." Thalia duduk miring di paha Arsen, tas yang dibawanya pun ia simpan di sebelah Arsen.
"Tapi sekarang udah nggak. Cuma capek aja sayang." Dengan manja ia memeluk pinggang Thalia dan mendusel di dadanya.
"Setelah ini apa lagi jadwal ku?"
"Gak ada sih cuma itu di meja mu banyak banget kerjaan." Thalia melirik meja kerja Arsen yang terdapat banyak tumpukan berkas.
"Baru liatnya aja aku udah capek."
Thalia menyisir rambut Arsen sayang. Tidak terganggu dengan gelitikan hidung Arsen di dadanya, dia pun peka dan menawarkan Arsen;
"Mau nenen?"
Mustahil Arsen menolak.
"Awas dulu aku mau lepas kancingnya."
Arsen menurut. Matanya tidak beralih dari jari lentik yang mulai mempreteli kancing atas yang entah kenapa menurutnya gerakan Thalia begitu lambat.
"Buruan yaaang..." Arsen manja.
"Ya sabar dong....nih." Thalia mengeluarkan satu payudaranya yang dengan cepat langsung Arsen hisap.
Thalia menggelengkan kepalanya gemas, pengait di bagian tengahnya pun ia lepas sehingga payudara yang satunya lagi bebas Arsen mainkan.
Seperti Arsen yang sangat menikmati hisapan dan jilatannya di puting Thalia, Thalia juga amat sangat menikmati setiap kali ia menyusui suaminya.
"Ssshh..."
"Yanghhh... Gak usah di gigit."
Memang tidak perih hanya ngilu dan... Nagih.
Lima menit berlalu, sepuluh menit lebih Arsen menghisap di puting kirinya.
"Gantian ya, yang sebelah kanan belum."
Arsen kembali mengangguk. Kali ini Thalia duduk mengangkang di atas Arsen, menyodorkan payudaranya kembali.
Rambut laki-laki itu ia sisir acak menyalurkan rasa nikmatnya, jangan ditanya berapa banyak cupang yang menghiasi sekujur dadanya, yang sudah-sudah pun belum hilang tapi sudah muncul yang baru.
"Enghhh... Emhhh... Ar..."
"Aaahhh....."
Drrt.... Drrt....
Getar ponsel dan nada dering telepon terdengar dari dalam tasnya, masih dengan menyusui Arsen, Thalia mengambil ponselnya dan menerima panggilan masuk dari Tristan, keponakannya.
"Y ya Tris, ada apa?" Thalia mencoba menormalkan suaranya.
"Mbak masih di kantor?"
"Emh.... Kenapa?"