Sepulangnya dari Maldives Axel dan Bianca menginap dulu di rumah orang tua Bianca dan keesokan harinya Axel mengajak sang istri ke sebuah tempat yang masih di rahasiakan.
"Jauh Yang tempatnya?" Tanya Bianca.
"Deket kok. Bentar lagi juga nyampe." Axel kecup punggung tangan Bianca.
"Ini dilepas dulu tangan nya. Kamu nyetir aja." Ucap Bianca di samping salting nya karena sepanjang perjalanan tangan nya terus digenggam Axel.
"Kan bisa pake satu tangan." Masih dengan menggenggam tangan Bianca ia arahkan pada porseneling mobil untuk mengubah gigi mobil.
Sesekali memutar roda kemudi dengan kedua tangan tapi tidak mau melepaskan genggaman nya dari tangan sang istri. Bianca baper jadinya.
"Kayaknya aku pernah ke sini deh. Tapi kapan ya."
Rupanya Axel membawa mobil mereka ke sebuah perumahan elit yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Tak lama kemudian mereka berhenti di sebuah rumah bernuansa modern. Dua lantai dan bercat mauve dan kream.
"Yang—" Bianca tersenyum dan menatapnya penuh harap. "I ini kok,"
"Yuk turun." Axel gemas melihat binar bahagia dari mata istrinya.
Dari desain rumah dan cat nya sesuai keinginan Bianca. Wanita itu berpikir jika ini adalah rumah nya.
"Ini rumah siapa?" Bianca tidak sabaran.
Axel pun semakin mendekat. Merangkul pinggang wanitanya posesif. "Rumah kita." Pria itu mengecup bibir istrinya yang setengah terbuka.
"Iihh! Yang bener?!" Mata cantik itu sudah berkaca kaca.
"Masa aku bohong terus ngapain aku ajak kamu ke sini." Dirinya menciumi pipi Bianca gemas.
Dulu setiap mereka membicarakan pernikahan, Bianca selalu bilang ingin tinggal pisah dari orang tua mereka dan memiliki rumah dua lantai tapi bukan rumah rumah megah seperti yang selama ini ia tinggali.
Bianca sudah punya gambaran seperti apa rumah dua lantai mereka dan memilih warna cat keinginan nya. Bianca tidak pernah tau jika diam diam kekasihnya sudah menyiapkan ini semua.
Membeli lahan kosong di area perumahan yang dekat dari kampus dan rumah orang tua Bianca. Dalam waktu satu tahun Axel berhasil mendirikan rumah sederhana ini beserta isi nya.
Memang tanah dan bangunan tidak sepenuhnya dari tabungan Axel. Ia harus meminjam setengahnya di bank tapi berangsur angsur pinjaman nya akan segera lunas.
"Jadi tanpa sepengetahuan aku, kamu udah bangun rumah?"
Axel mengangguk.
"Tapi kan itu pasti mahal dan selama ini kamu sering beliin aku barang mahal dan ajak aku liburan pokoknya kamu manjain aku banget! Terus abis dong tabungan kamu?" Bianca cemberut dan jadi merasa bersalah.
"Kita masuk dulu yuk. Bahas itu nanti aja."
Mereka pun masuk ke rumah yang sudah siap mereka huni. Bianca tidak henti hentinya mengagumi rumah mereka bahkan dari segala furnitur yang Axel beli pun dia sangat suka walaupun agak sebal karena tidak diajak memilih milih barang untuk mengisi rumah ini.
Di bawah ada empat kamar termasuk di dekat dapur satu kamar untuk ART sedangkan di lantai dua hanya ada satu kamar utama lebih luas karena terdapat walk in closet dan kamar mandi untuk mereka.
Ada beberapa ruang seperti ruang santai, kamar mandi, ruang kerja Axel, tempat gym tapi tidak besar dan balkon utama.
Axel benar benar sudah menyiapkan semuanya sebelum mengajak Bianca ke jenjang pernikahan. Ia juga akan mengambil alih perusahaan yang selama ini di pegang kakaknya. Setidaknya penghasilan nya jauh lebih besar ketimbang hanya jadi dosen.