S2: 06

242 38 6
                                    

"Oh, sayang! Kau sudah pulang ternyata"

Saat menyadari orang yang membuka pintu utama rumah adalah putri bungsunya, Nyonya Kim yang sedang berada di dapur pun buru-buru pergi untuk tak sabar menghampiri. Kedua tangannya yang masih terbalut oleh adonan kue segera ia bersihkan agar ia bisa dengan bebas memeluk sang anak.

Tak
Tak
Tak

Nyonya Kim sudah melihat sosok Umji yang berjalan dari ruang tamu, namun seseorang yang berjalan di belakang gadis itu ternyata lebih mengejutkannya dan membuatnya lebih antusias. Ia semakin mempercepat langkah.

"Ya Tuhan! Sudah berapa lama kau tidak berkunjung kemari Seungkwan-ah?", Nyonya Kim berseru sambil merangkul Seungkwan yang juga segera membalas pelukan singkatnya. 

"Tapi kita baru bertemu beberapa waktu lalu, bibi. Ingat, 'kan? Pisang?", kata Seungkwan berusaha menggali ingatan wanita setengah baya di hadapannya. Sontak saja Nyonya Kim mengangguk, namun dengan ekspresi wajah sedih. Belum lama ini ia secara kebetulan bertemu dengan Seungkwan di depan gerbang pasar tradisional. Saat itu mereka sama-sama selesai berbelanja.

"Tetap saja kau tidak mampir ke rumah", sesal Nyonya Kim sambil menepuk pelan lengan Seungkwan. 

"Ck!"

Kedua orang yang sedang bercengkrama hangat kemudian sama-sama menghadap satu objek lain di samping mereka. Seorang gadis yang baru saja berdecak kesal itu kini menatap keduanya dengan mata sinis lalu melenggang pergi begitu saja tanpa berkata apapun. Umji berjalan ke arah lift di pojok ruang tamu dan dipastikan ia akan menuju kamarnya di lantai tiga.

"Oh ya ampun, bibi lupa memeluknya", Seungkwan melihat ibu Umji sempat menatapnya sebelum menepuk dahinya sendiri. Wanita itu pasti berpikir yang membuat anak gadisnya marah adalah karena ia terlebih dahulu memeluk Seungkwan.

"Padahal tidak biasanya dia marah seperti itu loh. Aneh sekali", keluh Nyonya Kim sambil menatap heran pintu lift yang sudah tertutup. Ia menghela nafas pelan. 

"Kurasa Yewon masih kesal padaku, bibi", Nyonya Kim segera menatap Seungkwan dengan alisnya yang saling bertaut.

"Kalian bertengkar?"

Seungkwan mengangguk dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. Kalau boleh jujur, ia sungguh malu jika membicarakan masalah pertengkarannya dengan Umji pada Nyonya Kim. Ceritanya pasti akan lebih terdengar seperti aduan daripada sekedar informasi belaka. Tapi ia sudah terlanjur membuat ibu sahabatnya itu penasaran. 

"Sejujurnya ada yang membuat Yewon marah dan dia menyuruhku untuk tidak berbicara padanya selama tiga hari kedepan", ucap Seungkwan merasa tidak enak hati.

Benar saja, sekarang ia seperti sedang mengadukan kenakalan seorang gadis kecil kepada orang tuanya. Kalau Umji mendengar ini, dia pasti akan marah-marah sampai air mata dan ingusnya keluar. 

"Astaga, apa-apaan itu? Kekanak-kanakan sekali", Nyonya Kim tampak terkejut dan menggeram kesal. Ia hendak berjalan ke arah lift untuk menyusul anak gadisnya di lantai tiga namun Seungkwan cepat-cepat menahan lengannya.

"Tunggu bibi, sebaiknya jangan menegurnya sekarang", Seungkwan menggeleng-geleng kecil dan membuat Nyonya Kim mendengus kasar. 

"Jangan diambil hati, ya. Kau sudah tahu watak anak itu, 'kan?", Seungkwan mengangguk lagi saat Nyonya Kim memegang tangannya dengan alis yang merendah memohon pengertian. 

"Bibi tidak perlu khawatir", ucapnya menenangkan. 

Ibu Umji tersenyum ketika telapak tangan Seungkwan berada di atas punggung tangannya. Teman anak gadisnya itu memang punya perilaku yang sangat disukai oleh para orang tua. Seungkwan punya sopan santun, ramah, dan pandai mengambil hati orang yang sedang bersamanya. 

BOO -UMJI*SEUNGKWAN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang