bagian 41

37.3K 3.6K 1.7K
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Demi Allah yang maha perkasa. Saya tidak ridho istri saya di lihat kalian semua. Tidak usah memuji dia cantik. Istri saya tidak kurang pujian dari suaminya."

—Ilham Syakir Vernando.

******

Happy reading.

Gus Ilham turun kebawah, setelah menemani kedua anaknya, sampai tidur. Dari atas tangga, ia melihat banyak orang dibawah sana. Jelas, karena keluarga besar Hilya datang dari Kaira.

Kaki Gus Ilham sampai ke lantai bawah, matanya langsung tertuju pada istrinya, Aisyah, yang berada di tengah-tengah kerumunan para perempuan. Mereka terlihat akrab mengobrol.

Kemudian matanya melirik kearah, dimana ada abi dan Gus Iksan serta para kumpulan laki-laki. Gus Ilham melihat banyak pasang mata diantara mereka diam-diam menatap Aisyah istrinya. Tentu saja Gus Ilham dibuat kesal.

"Demi Allah, saya nggak ridho wajah kamu di lihat orang lain Aisyah." Gumam Gus Ilham mengepal tangannya.

Pria itu melangkah, ikut bergabung pada kelompok laki-laki. "Assalamualaikum, kiyai." Gus Ilham menunduk, menyalami tangan dari abah Hilya.

"Waalaikumsalam. Apa kabar Gus Ilham?"

"Alhamdulillah, ana baik, kiyai."

Gus Ilham duduk diantara kakak dari pada Hilya. Tentu saja Gus Ilham sengaja duduk di situ karena suatu hal yang penting.

"Akhwat yang dekat dari kak Hilya, siapa?" Bisik salah seorang pria yang berada tepat di samping Gus Ilham.

Sang empu yang dibisik menyenggol lengan pria lain. "Istri nya Gus Ilham, itu."

"Iya, istri saya. Cantik ya?" Tanya Gus Ilham tiba-tiba bersahut. Membuat kedua pria yang berunding sontak mendongak menatap Gus Ilham.

Mereka melirik Aisyah yang tertawa bersama para perempuan lainnya.

"Demi Allah yang maha perkasa. Saya tidak ridho istri saya di lihat kalian." ujar Gus membuat semua orang disana menoleh pada nya.

Pria itu mengeles. "Kita cuma memuji kok, Gus. Kita juga sadar diri kalau mau dia."

"Alhamdulillah, istri saya tidak kurang pujian dari suaminya. Dan tidak butuh lagi pujian dari orang lain. Dan saya mohon jangan menatap dia lagi."

"Tau kan, sahabat nabi Sa'ad bin ubadah?" Tanya Gus Ilham.

"Oh, yang kisahnya kalau ada yang berduaan atau bercanda dengan istrinya, dia tidak takut memukul dengan pedang?" Jawab salah satu dari mereka.

Gus Ilham mengangguk. "Saya juga bisa seperti itu, kalau saja ada yang berani menatap istri saya terang-terangan."

"Nggak percaya? Silakan liat kembali istri saya." Semua orang saling menatap satu sama lain. Mereka semua menggeleng pelan, tak ada yang lagi berani menatap Aisyah.

Gus Iksan bahkan sampai dibuat takjub oleh adiknya ini, teguran halus yang tajam. Logistik. "Bi, Ilham ikut pintar, gen dari siapa sih? Perasaan tuh anak nggak ada bodoh-bodohnya?" Bisik Gus Iksan pada abi Syakir.

"Ya abi, lah. Nggak liat abi mu ini pintar banget?" Ujar Abi Syakir.

"Kalau Iksan ikut siapa sifatnya?"

Abi Syakir mengedikkan bahunya acu. "Nggak ada tuh."

Saat semua laki-laki ini, asik mengobrol. Salah seorang wanita datang membawa minuman untuk mereka. Gus Ilham sempat melirik perempuan itu, hanya lirikkan kecil. Tidak lebih.

Aisyah Aqilah || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang