bagian 24

33.1K 4.7K 3.2K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Diantara kunci kebahagiaan bersama pasangan adalah saling memaafkan, mengevaluasi kesalahan dan Menerima kekurangan pasangan. Jangan lupa mengingat dan mensyukuri atas kebaikannya." ILHAM SYAKIR VERNANDO.

***

Rumah tangga itu ibarat kapal ditengah samudra. Terkadang tenang menghayutkan, namun ada kalanya hombak datang menerpa. Begitulah kehidupan.

Belajar dari masa suram, membuat Aisyah sadar, bahwa dengan rasa sabar ia bisa melewati semua ini, bukankah dulunya ia pernah berada di posisi ini. Lantas mengapa harus takut menghadapi lagi.

Aisyah juga mengingat satu ajaran suaminya, ada satu nasehat emas dari abu Darda pada istrinya. "Jika aku marah (berusahalah) buat aku tenang. Dan jika kamu marah maka aku akan berusaha membuatmu ridho. Karena jika tidak demikian, maka begitu cepat kita akan bercerai."

Dua hari didiami oleh sang suami, tidak membuat tekat Aisyah berhenti membujuk Gus Ilham agar mau memaafkannya. Demi ridho dan keselarasan rumahnya.

Hari ini Aisyah memulai rencananya, diawali menitipkan anak-anaknya di ndalem. Setelah itu Aisyah  pulang kerumahnya. Sesampainya didalam sana, Aisyah melihat suaminya turun kebawa, sudah rapi memakai pakai kerjanya.

"Pagi mas," sapa Aisyah.

"Hm." Balas Gus Ilham seadanya masih menampilkan wajah datarnya.

"Sudah sarapan? Aisyah masak, makanan  kesukaan kamu loh."

"Nggak dulu." Jawabnya, membuat senyum Aisyah luntur. "Minggir, saya mau lewat."

Aisyah bergeser, membiarkan suaminya membuka pintu. Namun saat Gus Ilham memutar kenop, pintu tak bisa terbuka.

Gus Ilham berbalik. "Mana kunci—nya."

Gus Ilham ternganga, Aisyah tersenyum penuh kemenangan, saat kunci pintu masuk ke dalam bajunya, melalui lubang baju di leher.

Gus Ilham mendengu. Andai saja tidak marah pada Aisyah, tentu saja sangat mudah mengambil kunci itu sambil modus tipis-tipis.

"Jangan main-main deh, saya lagi buru-buru."

"Kita selesaikan masalah rumah tangga dulu, baru kamu pergi kerja, biar beban kita sama-sama berkurang," ucap Aisyah.

"Saya sibuk."

"Penting mana, Aisyah atau pekerjaan kamu?" Gus Ilham kalah talak, susah memang mengelak ucapan istrinya jika sudah disuruh memilih.

"Mas..." Aisyah mendekat, lalu menggenggam kedua tangan suaminya. "Maafin Aisyah ya?"

"Ya?" Aisyah terus memohon, sampai kedua tangan suaminya dicium.

"Saya marah Aisyah." Ucap Gus Ilham, sesak didadanya, saat menahan semua unek-unek yang ingin sekali keluar.

"Maafin Aisyah."

"Kenapa pergi tanpa izin?" Tanya gus Ilham mengulurkan pertanyaan yang terus berada di otaknya.

"Memangnya kalau Aisyah izin, mas Ilham mau ngizinin Aisyah?"

Gus Ilham menatap wajah Aisyah sepenuhnya. "Tapi setidaknya izin Aisyah, apa harus pergi begitu saja, kamu tinggalin anak-anak didalam kamar, parahnya lagi sampai kamu kunci mereka berdua, gimana kalau terjadi sesuatu sama mereka?"

"Masalah anak-anak, Aisyah minta maaf, Aisyah memang mengaku salah. Tapi Aisyah pergi nggak izin, karena Aisyah tau, kamu nggak bakalan ngizinin Aisyah!"

Aisyah Aqilah || TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang