9. Menuju Aksi

28 6 0
                                    

Halo semua selamat membaca.

Hari terakhir Pekan Remedial dihiasi dengan kabar mengejutkan dari Pandu, kalau katanya laki-laki itu mau membantunya bersuara dan yang paling mengejutkan adalah Sekar, mantan Pandu, ikut andil dalam hal ini.

Rena tak masalah dengan hal itu, hanya saja ia sedikit heran mengapa Sekar mau membantunya. Padahal gadis itu selalu menaruh rasa benci sebab ‘katanya’ Rena yang menyebabkan mereka putus.

Oke, lupakan hal itu dan kembali fokus pada tujuan mereka.

Sekarang di sinilah Alvian, Pandu, Rena, dan Sekar berada, di taman belakang sekolah saat bel pulang sudah berbunyi. Keempatnya duduk di meja bulat yang terbuat dari semen dengan lembar jawaban milik mereka masing-masing di atasnya. Lembar jawaban milik Alvian ditaruh di tengah meja.

“Pertama, kita mulai mapel apa dulu nih?” tanya Pandu membuka suara. Kali ini mereka akan menyamakan jawaban milik mereka dengan milik Alvian karena nilai Alvian lah yang paling bagus.

“Sejarah wajib dong,” ucapan Sekar langsung diberi gelengan oleh Rena.

“Jangan. Geografi dulu aja. Gue masih kesel sama Bu Anjar!” Rena berkata demikian.

Sekar mendelik tak terima ke arah Rena. “Lo pikir gue juga nggak kesel sama pak Dedy? Gue butuh pembuktian kalau nilai gue banyak disalahin!”

“Lah gue juga butuh pembuktian!”

“Gue tanya, yang jawab Pandu duluan siapa? Gue atau lo?”

“Nggak peduli pokoknya Geografi dulu!”

“Lo udah SMA! Harusnya lo ngerti istilah siapa cepat dia dapat!”

“DIAM!” Pandu membanting tempat pensil milik Rena ke meja untuk membungkam kedua gadis itu.

“Lo berdua apaan sih? Masalah mapel aja diributin!” kesal Pandu. “Sekarang gini, karena Sekar ngomong duluan, jadi kita mulai dengan sejarah wajib.”

“Mentang-mentang mantan dibelain terus,” cibir Rena.

“Nggak ada hubungannya!” Rasanya Sekar ingin berteriak di depan wajah Rena untuk mengeluarkan kekesalannya tapi ia takut kegiatan menyamakan jawaban ini lama selesainya karena ia ingin ini cepat berakhir.

“Ren...” Alvian memanggilnya dan ketika Rena menoleh ia memberi gelengan tanda tidak boleh bersikap seperti itu. “Mulai dari sejarah wajib setelah itu geografi. Selesai geografi, gue yang nentuin mau mapel apa biar nggak ribut.”

Mau tak mau Rena dan Sekar menuruti apa kata Alvian. Lalu Alvian mulai menyebutkan jawaban pilihan ganda sejarah wajib dari nomor 1 sampai 35, dilanjutkan dengan 5 soal esai.

Ketika selesai menyebutkan jawabannya, Alvian bertanya pada ketiganya. “Ada berapa jawaban yang disalahin?”

“Gue tujuh nomor di salahin, tiga PG empat esai,” ucap Sekar dengan raut malasnya.

“Kalau gue dua belas, PG semua,” ucap Rena.

Disusul oleh Pandu. “Gue tiga doang.”

“Jangan lupa kalian catet, ya, buat laporan nanti. Oke lanjut geografi.”
Mereka melanjutkan aksi menyamakan jawaban tersebut, dilanjut mata pelajaran lain sampai selesai. Dan ternyata benar, banyak sekali jawaban mereka yang disalahkan.

“Heran, kenapa semua mata pelajaran kaya begini semua?” Pandu membuka suara ketika mereka selesai menyamakan jawaban.

“Iya kan? Kalau satu mapel masih oke, tapi ini? Tujuh belas mapel begini semua? Itu guru pada kenapa?!” Rena emosi, nilainya jadi kecil seperti ini bukan murni disebabkan oleh otaknya yang bodoh, tetapi karena kelalaian para guru dalam mengoreksi lembar jawaban.
“Gara-gara guru yang nggak beres ngoreksinya, gue jadi diomelin Mama gue, sialan.”

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang