14. Pengayaan

17 4 0
                                    

Hai semua selamat membaca 🤍
Jika suka tolong bantu ramaikan ya. Terima kasih.

Di malam hari Alvian menggenggam ponselnya, menanti balasan dari seseorang di sana yang sedang ia telepon. Rena, gadis itulah yang sedang ia tunggu balasannya. Namun, sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi, panggilannya tidak diangkat. Ia mencoba menghubunginya lagi tapi hasilnya tetap sama.

Alvian pun beralih untuk menelepon Pandu. Baru beberapa detik ia menghubungi, panggilannya langsung ditolak. Ia menghembuskan nafas berat dan mencoba menghubunginya lagi. Dan panggilannya juga ditolak.

Dirinya tahu teman-temannya itu marah padanya karena merasa tak adil. Tapi sejujurnya, Alvian juga tidak mau seperti ini. Ia juga berharap di-skors sama seperti temannya supaya tidak ada kecemburuan di sini. Namun Papanya menolak hal itu. Makanya Alvian mencoba menghubungi mereka untuk meminta maaf dan meluruskan hal ini.

Pilihan terakhir jatuh kepada nomor Sekar. Ia mencoba menghubungi dan berharap teleponnya akan diangkat. Dan syukurlah, tak lama kemudian panggilan tersambung.

"Kenapa?" tanya Sekar tanpa basa-basi.

"Akhirnya lo angkat telepon gue karena Pandu sama Rena nggak mau angkat."

"Ya iya lah. Mereka kesel sama lo!"

"Gue minta maaf. Tapi ini kemauan Papa gue. Gue juga nggak enak ke kalian. Di sini gue mau berusaha meluruskan—" ucapannya dipotong oleh Sekar.

"Nggak ada yang perlu diluruskan, Al. Lo punya uang, lo punya kuasa. Selesai."

"Tapi—"

"Memang di dunia ini selalu seperti itu ‘kan? Semua bakal kalah sama uang. Lo tenang aja, di sini gue nggak marah sama lo kok, tapi sama bokap lo tuh! Pengen gue tonjok mukanya."

"Bagus, deh, kalo lo nggak marah sama gue. Tapi gue tetep merasa nggak enak. Biar bagaimanapun juga sebenernya gue pantas dapat hukuman."

"Yaudah kalo merasa nggak enak lo bujuk Papa lo sana, minta di-skors juga."

"Udah. Tapi mana mau dia dengerin gue."

"Tapi bagus juga sih lo sekolah. Nanti lo bisa kasih tahu materi yang dipelajari ke Pandu Rena. Terutama Rena tuh biar nggak diomelin ortunya."

"Iya. Btw, lo udah ada uang sepuluh juta?" tanya Alvian.

"Anjir! Jadi tujuan lo telepon kita karena mau nagih uang? Bapak sama anak sama aja!"

"Nggak gitu. Maksud gue kalo belum ada, gue bisa bantu."

"Oh... nggak perlu, Alhamdulillah Ayah gue udah ada uangnya. Malem ini mau ditransfer."

"Oke. Kalo butuh bantuan bilang ke gue ya."

"Iya. Eh, Al, gue mau tanya. Tadi di sekolah lo suruh kita tenang karena apa sih? Katanya kita disuruh tenang sampai orang tua kita ke sekolah. Tapi pas udah di sekolah kenapa malah masalah yang kita dapat? Bukan malah ketenangan seperti yang lo bilang?"

"Tadinya gue pikir Papa gue sama Pak Jaka mau mengubah nilai kita. Tapi ternyata nggak. Maaf kalo gue salah mengartikan pembicaraan mereka."

"Maksud lo?"

"Tadi pagi pas di rumah, Papa gue bicara sama Pak Jaka di telepon tentang uang. Gue pikir itu untuk bayar ke Pak Jaka supaya nilai kita diubah, tapi ternyata uang itu untuk tutup berita yang beredar."

"Jadi nilai kita nggak akan diubah setelah kita udah bayar sepuluh juta?" tanya Sekar tak terima.

"Iya."

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang