Halo semua selamat membaca.
Tiga hari berlalu, mood Rena tidak pernah membaik. Ia masih tak terima dengan nilai kecil yang ia dapatkan. Padahal ketika ia mengerjakan soal-soal itu, dirinya merasa bisa dan apa yang dipelajari di bimbelnya keluar semua di soal. Lantas mengapa ia mendapatkan nilai yang tak sempurna?
Sejauh ini sudah ada 9 mata pelajaran yang dibagikan dan hanya 3 yang tidak remedial. Lihat, bagaimana Rena tak lelah dengan semua ini. Ia sudah berjuang mati-matian untuk mendapat yang terbaik, tapi hasilnya selalu tak sesuai dengan keinginannya. Dirinya sangat lelah, sampai kapan ia akan hidup tenang dengan nilai memuaskan dan tidak mengecewakan orang tuanya lagi.
Keluarganya memang tidak kaya. Papanya hanya bekerja sebagai satpam di sebuah perusahaan. Sedangkan Mamanya bekerja sebagai guru TK. Dengan gaji mereka yang pas-pasan, mereka masih membiayai Rena untuk bimbel. Maka dari itu Rena tidak mau uang orang tuanya keluar dengan sia-sia.
“Makan dulu, Ren. Tuh liat, ayam geprek lo dingin.” Pandu merasa prihatin dengan Rena setelah hasil ulangan dibagikan. Ia tau Rena mendapat tekanan dari orang tuanya, sedangkan gadis itu belum bisa memenuhi ekspektasinya meski sudah berusaha semaksimal mungkin. Sejak mereka bertiga pergi ke kantin, Rena hanya melamun sambil menopang dagu tanpa memakan ayam geprek pesanannya.
“Apa perlu gue suapin?” tanya Pandu menghibur.
“Gue bisa makan sendiri.” Rena mengambil sendok dan mulai memakan ayam gepreknya. Kunyahannya sangat lama karena dirinya benar-benar tidak nafsu untuk makan.
“Nih, jawaban ekonomi nomor 7 sama 19. Kalian makan dulu baru gue jelasin.” Alvian menaruh kertas coretannya di tengah meja kantin. Ada soal hitungan di remedial ekonomi tentang materi pasche, ia membantu menghitungnya karena Pandu dan Rena lemah pada soal perhitungan.
“Wah gila! Makasih banyak loh... jadi enak kan!” Pandu menepuk pundak Alvian.
“Makasih ya Al.”
Alvian mengangguk atas ucapan dari sahabatnya.
“Eh sumpah, lo pada heran nggak sih sama nilai Rendi? Masa— kayak nggak mungkin banget dia dapet nilai segitu!”
Alvian, Pandu, dan juga Rena memasang telinga lebar-lebar supaya dapat mendengar pembicaraan adik kelas yang berada di meja samping mereka. Sebenarnya tak baik menguping pembicaraan orang lain, tapi ini topik tentang nilai dan sangat menarik bagi ketiganya.
“Gue juga heran, kok dia nggak ada yang remed. Bukan ngerendahin tapi kalian tau lah dia orangnya kaya gimana. Nakal, sering bolos, nggak pernah ngerjain tugas dan kerjaannya cuma flexing.”
“Aneh kan? Gue bingung kok bisa gitu.”
“Nyontek kali ya?”
“Kayanya nggak deh. Soalnya dia duduk di depan meja pengawas jadi nggak mungkin kalau nyontek.”
“Tapi denger-denger sih katanya dia ikut bimbel gitu. Baru join pas mau ulangan ini. Bisa jadi sih dia dapet nilai bagus karena bimbel. Tapi kata temen gue yang satu bimbel sama Rendi, dia jarang masuk.”
“Nggak mungkin. Gue yang sering bimbel aja nilainya jelek,” ucap Rena seolah sedang mengobrol dengan rombongan adik kelas itu.
Pandu tertawa. “Rendi tutor pintarnya dong...”
“Nyontek tuh gue rasa,” ucap Rena.
“Nggak baik ngomong kaya gitu ke orang yang bahkan nggak kita kenal. Kepintaran setiap orang itu beda. Bisa aja Rendi pintar tapi ketutup sama rasa malasnya.” Alvian memberitahu Rena.
“Kok lo nyalahin gue sih?” Seketika Rena marah.
“Gue nggak nyalahin lo, cuma kasih tau aja.”
“Kalau ternyata dia beneran nyontek gimana? Nggak mungkin kan orang yang baru masuk bimbel sebelum ujian kali ini, udah dapet nilai tinggi. Bahkan temennya juga nggak percaya.” Rena berkata seperti ini bukan untuk merendahkan orang bernama Rendi itu. Tapi dirinya hanya tidak terima saja Rendi dapat nilai bagus padahal baru ikut bimbel. Sedangkan dirinya? Dari SMP, tapi nilainya selalu pas-pasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)
Teen Fiction"𝙎𝙪𝙖𝙧𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙤𝙢𝙤𝙣𝙜 𝙠𝙤𝙨𝙤𝙣𝙜 𝙗𝙖𝙜𝙞 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖." *** Menceritakan tentang sistem sekolah yang rusak. Di mana nilai dipermainkan di SMA Garuda Merah. Selain itu, uang SPP yang dibayarkan setiap bulannya juga sengaja diu...