19. Privilege Orang Kaya

17 2 0
                                    

Halo semua selamat membaca. jangan lupa vote dan komennya ❤️

Sekar datang ke sekolah bersama dengan Ayah dan Adik laki-lakinya yang berusia 7 tahun. Sedangkan Mamanya tidak ikut karena harus mengambil rapor Adiknya yang masih kelas 2 SD itu. Sekar bersama Ayah dan Adiknya masuk ke dalam kelas, duduk di bangku, menunggu giliran untuk maju.

"Kak ayo beli pempek," ajak Adiknya yang bernama Azka. Alasan Adiknya memilih ikut ambil rapor Sekar dibandingkan ikut dengan Mamanya adalah ini, jajan pempek di kantinnya.

Sekar berdecak sebal. "Nanti dulu kalo udah selesai ambil rapor!"

"Azka diam ya," ucap Ayah Hasan.

"Tapi nanti keburu habis, Ayah." Azka menarik-narik lengan Sekar untuk bangkit dari duduknya.

"Tadi janjinya apa? Kalo ikut nggak akan nakal 'kan?" ucap Sekar menahan amarahnya.

Wajah Azka cemberut. "Nggak ada yang nakal, orang aku cuma mau beli pempek."

"Bisa diam nggak?! Kalo berisik nanti Kakak nggak mau beliin kamu pempek lagi, mau?!"

Hasan geleng-geleng kepala sambil mengeluarkan dompetnya. "Udah sana, Kak, beli. Rapornya Ayah yang ambil aja." Dilihat-lihat, antrean untuk ambil rapor masih panjang sehingga ia membiarkan Sekar jajan dengan Azka. Takut Azka bosan juga kalau lama-lama di sini.

Azka langsung tersenyum senang lalu menarik lengan Sekar. "Ayo kita beli pempek." Sekar akhirnya menurut, mengambil uang dari tangan Ayahnya lalu pergi keluar kelas bersama dengan Adiknya.

"Dasar bocah ngeselin!" kesal Sekar.

"Biarin wleee."

Sesampainya di kantin, Sekar dan Azka segera berjalan ke stand penjual pempek yang terkenal enak di sekolahnya. Ada tiga orang yang sedang mengantre, tidak terlalu ramai tapi Sekar takut dirinya tidak sempat maju mengambil rapor bersama Ayahnya karena ia ingin tahu bagaimana progres belajarnya selama setengah semester ini. Ya walaupun ia bisa mengetahuinya dari Ayahnya tapi ia merasa ingin mendengar langsung dari mulut Wali Kelasnya, Bu Sri.

Ternyata dari tiga orang yang sedang membeli, salah satunya memesan pempek lumayan banyak. Sekar mengembuskan napas panjang, alamat nunggu lama deh. Sambil menunggu pesanannya, Sekar mengajak Azka untuk duduk di bangku dekat penjual pempek. Ia memainkan ponselnya supaya tak bosan.

"Kak masih lama ya?" tanya Azka yang sudah tak sabar.

"Iya. Kamu duduk dulu sini." Sekar menepuk bangku di sebelahnya. Azka pun duduk di sana.

"Kak, pinjem dong. Aku mau main Subway Surf." Karena tak mau Adiknya ini bawel akhirnya Sekar memberikan ponselnya pada Azka. Jadilah ia hanya diam memperhatikan keadaan kantin yang tidak begitu ramai seperti hari sekolah.

"Lo udah ambil rapor?"

"Belum. Nyokap gue masih di dalam kelas. Lo udah?"

"Udah."

"Rangking berapa?"

"Rangking 2."

"Hah kok bisa rangking 2? Lo 'kan pinter?"

"Ya karena ada yang lebih pinter dari gue."

"Jadi siapa yang rangking 1 di kelas lo?"

"Randi."

Sekar tak sengaja mendengar percakapan dua adik kelasnya yang juga sedang mengantre pempek. Dirinya berusaha untuk abai, tetapi percakapan berikutnya mampu menarik perhatiannya sehingga ia memilih untuk mendengarkan.

"Randi anak malas kayak gitu rangking 1? Yang bener lo?"

"Bener lah ngapain gue bohong. Emang sejak PTS nilainya selalu bagus, sih, katanya dia baru ikut bimbel. Ya mungkin dia emang pintar tapi ketutup sama rasa malasnya aja. Dia bahkan rangking satu pararel di angkatan kelas sepuluh IPA."

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang