mas math, itu lagi senyum kan yak? apa ngeringis krn kelakuan ratna? 😅
Matthew POV
Kurasakan tangan Dinda berada di pundakku, tubuhnya bergerak turun dari boncengan motorku tidak lama kemudian.
"Ini" Katanya sambil menyerahkan jaket yang tadi aku pinjamkan padanya.
"Padahal gak perlu ngasih jaketnya untuk saya pakai, kan kamu yang bawa motor di depan, lebih dingin" Lanjutnya.
Aku sampai memicingkan mata untuk memastikan apakah aku salah melihat wajahnya sedikit khawatir.
Lampu di luar kafe tidak terlalu terang, besok aku akan meminta orang untuk menggantikan lebih terang dari yang sekarang."Mana mungkin saya membiarkan perempuan terkena hembusan angin" Kataku sambil menerima jaket darinya dengan suara pelan lalu melipat jaketnya dengan gerakan perlahan.
"Tapi kan saya di belakang, ketutupan badan kamu" Dinda membuang pandangannya ketika tatapan kami bertemu.
Ah, jadi kehilangan momen melihat wajahnya benar khawatir atau tidak.Aku turun dari motor setelah membuka helm.
Tanganku mengulur ke atas dan menepuk puncak kepalanya lalu berjalan ke arah pintu kafe dengan senyuman mengembang di wajah tanpa Dinda mengetahuinya.
Tidak mungkin tubuh ini merasakan hawa dingin walaupun terkena hembusan angin selama kami berkendara karena sekujur tubuhku terasa hangat efek pelukan yang aku terima dari belakang.
"Duduk di mana?" Suara Dinda terdengar di sampingku ketika kami sudah berada di dalam kafe.
Pandanganku mengedar mencari bangku kosong, seperti biasa, malam ini pun kafe ramai oleh pengunjung.
"Mbak Dindaaa!!" Andri berjalan cepat ke arah kami dengan wajah ceria.
"Kok baru keliatan? Kemana aja?" Tanya Andri dan tanpa aku duga barista itu menarik tubuh Dinda masuk ke dalam pelukannya.
"Eh, di sini aja" Dinda tersenyum kikuk sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan Andri.
"Saya pikir mbak Dinda udah nemu tempat ngopi tongkrongan baru jadi gak ke sini lagi"
"Mbak Ratna kemana?" Lanjut Andri setelah mengurai pelukannya lalu melongok ke belakang, mungkin mencari sosok Ratna.
"Ratna gak ikut" Jawab Dinda dengan ringisan di wajahnya.
"Ada meja kosong di sana" Tunjukku sebelum Andri melanjutkan pertanyaan yang mungkin membuat Dinda lebih tidak nyaman.
"Eh iya, permisi Ndri" Dinda tersenyum pada Andri, aku amati sepertinya Dinda terpaksa tersenyum.
Perempuan itu berhenti melangkah lalu bergerak memutar sambil kembali tersenyum."Hehe... salah jalan" Ucap Dinda tanpa mendongakkan wajahnya.
Ku lirik Andri yang tersenyum lebar dan masih menatap kepergian Dinda menuju meja kosong yang tadi aku tunjuk.
"Mbak Dinda masih aja cakep walaupun udah lama gak liat" Ucap Andri tanpa berkedip lalu memutar tubuh dan berjalan ke arah meja bar.
Aku menoleh ke arah Dinda yang sudah mengambil duduk, perempuan itu menunduk menatap fokus layar handphone yang berada di tangannya.
Dinda memang cantik, dan aku suka perempuan yang tidak bermake-up terlalu tebal.
Warna kulit Dinda pun eksotis, khas warna kulit orang Asia kebanyakan.
Rambutnya pun hitam dan lurus. Tubuhnya mungil tetapi tidak kurus, aku menyadarinya ketika mengangkat tubuhnya sedikit ke atas di parkiran kantor beberapa saat yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission Fails
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 2/7/23 - 11/12/23