27. apa yg kamu lakukan matthew?

1.1K 237 60
                                    

mas math, sehat mas? 🤭

Dinda POV

Aku merinding menyadari perasaanku sendiri, ternyata begitu mudahnya hati ini menyukai lelaki lain dalam waktu yang sangat singkat.

Apakah perasaan suka ini hanyalah pelarian saja?
Atau memang murni suka karena terlalu sering berinteraksi dengan Matthew belakangan ini?

Kemana larinya penguin si paling setia hanya dengan satu pasangan itu?
Mengapa si penguin sudah tidak lagi setia dengan pasangannya? Mendapatkan kehangatan dari punggung yang di bisa di peluk, di usap kepalanya dengan lembut dan di senyumi hanya masing-masing sekali saja bisa membuat hatiku meleleh berceceran kemana-mana.

Aku bergerak membetulkan posisi duduk dengan gerakan pelan.

Matthew mendongak.

"Kenapa?" Tanyanya dengan suara khas miliknya yang terdengar dalam dan berat.

Suara Matthew seperti berbisik tepat di telingaku sehingga membuat bulu punggungku meremang naik.

Apaan sih Din? Gimana caranya Matthew berbisik di kuping elu? Kalian kan duduknya berhadap-hadapan.

Aku berdeham canggung.

"Um... memangnya kamu yakin Laura makan di kantin hari ini?" Tanyaku.

"Ya siapa tau" Matthew menjawab tidak acuh tetapi matanya menatapku lembut.
Pria itu lalu memegang ujung sendok dan kepala sendoknya berada di pinggir bibirnya.

Gila, Matthew sedang memainkan peran pacar bohongan yang seksi atau apa nih?

Aku menelan ludah tanpa bisa berkedip memandangnya.

Untuk sekarang, aku tidak lagi canggung bertatapan mata dengannya.
Dan perlu di catat, Matthew yang dulu sering menampakkan wajah datar, sejak dia meminta bantuanku, wajahnya selalu di hiasi senyuman.

Kadang senyuman tipis, kadang senyuman lebar sampai aku pun baru menyadari kalau Matthew memiliki lesung pipi.

Padahal waktu dulu aku melihatnya sedang mencatat orderan pengunjung kafe, pria itu menampakkan wajah datar dan terkesan dingin sehingga susah di jangkau.
Tetapi sekarang, melihatnya sering tersenyum dan memberikan tatapan lembut padaku, rasanya tangan ini mudah menjangkau si ganteng.
Mengjangkau dalam artian sebenarnya karena jarak antara aku dan Matthew hanya beberapa puluh senti saja.

Aku kembali berdeham, kali ini agar mengenyahkan pikiran yang terlalu halu untuk di jadikan kenyataan.

"Saya boleh tanya sesuatu?" Aku meletakkan sendok yang sedari tadi hanya aku pegang.
Fungsinya sudah tidak lagi berguna untuk menjadi alat makan, aku tidak bisa menelan makanan karena grogi duduk berhadapan dengan Matthew yang terlihat mempesona hari ini.

Bukan berarti hari-hari terdahulu penampilannya tidak mempesona, tetapi hari ini Matthew tampak lebih bersinar.

Pria yang duduk di depanku ini memakai pakaian serba hitam seperti biasanya, bisa ku tebak Matthew adalah pecinta warna hitam karena sering terlihat memakai pakaian hitam dari celana, kemeja dan aksesoris yang dia pakai pun berwarna hitam, contohnya jam merk Cas*o G-Sho*k GBD 200 yang bertenger di pergelangan tangannya itu.
Warna hitamnya terlihat sangar dan cocok di pakai olehnya.

Sepatunya pun berwarna hitam pekat, merk Ho*a Skyline-Float X.
Rambut coklat dan kulitnya yang tidak terlalu putih itu tampak sangat kontras dengan warna hitam yang melekat di kulitnya.

Si ganteng pujaan Ratna memang seganteng itu.

Kemeja lengan panjangnya di gulung secara asal sampai mendekati siku sehingga urat di lengannya bertonjolan dengan tidak tahu malu seakan meminta untuk di usap.

Aku jadi teringat perkataan Ratna soal urat,
"Urat di lengannya aja nonjol-nonjol gitu Din, gimana urat yang di ononya kalau lagi tegang? Beuhh pasti uratnya banyak"

"Sedap tuh kalau di emut, pasti denyut-denyut di mulut, wadidawww, jadi pengen ngemut urat"

Aku menutup mata lalu menggelengkan kepala cepat-cepat, kenapa perkataan mesum Ratna muncul di saat seperti ini sih?

"Dinda" Panggil Matthew.

Aku terkesiap karena suaranya terdengar sangat dekat.
Mataku melebar, sejak kapan Matthew berpindah tempat duduk ke sampingku.
Pantas saja suaranya terdengar dekat, Matthew berbisik di telingaku.

"Kapan pindahnya?" Tanyaku tidak berani menoleh lebih ke samping lagi karena dekatnya jarak di antara kami. Bisa-bisa hidung kami malah jadi bersentuhan.

"Kamu gak sadar? Dari tadi kamu diam aja, gak jadi nanya?" Matthew balik bertanya dengan satu sikunya berada di atas meja sedangkan tubuhnya condong mengarah padaku, reflek kepalaku mundur sedikit ke belakang.

Posisi kami sangat terlalu dekat, sampai terasa hawa panas menguar dari tubuh Matthew.

"Bisa tolong geseran dikit duduknya? Kita terlalu dekat" Pintaku dengan suara pelan dan kepala menunduk karena malu apabila terlihat olehnya wajahku merah karena sedang memikirkan urat.

"Gak bisa, ada Laura di sana dan sedang melihat ke arah kita" Jawab Matthew lagi-lagi dengan berbisik.

Wajahku terasa kian panas.

"Kamu gak jadi nanya?" Matthew masih saja berbisik.

"Gak jadi nanya, lupa mau nanya apaan" Jawabku gugup.

Tangan kiriku meremas bangku yang aku tempati, ya ampun bisa gila deket begini, aku meringis dengan wajah masih menunduk.

"Kamu gak makan?" Tanya Matthew lagi.
Aku memejamkan mata dan menelan ludah banyak-banyak karena kurasakan tangannya menempel pada pipiku.

Dia mau ngapainnn? Ini kan di kantin. Orang-orang pasti lagi makan popcorn sambil minum soda ngeliatin aku dan Matthew seperti ini, batinku.

"Dinda" Panggil Matthew.

"Hmm, iya?" Aku membuka mata dengan perlahan.

Wajah kami sangat dekat, Matthew masih memegang wajahku.

"Ada Kim duduk bersama Laura, kamu mau kita pergi?" Tanya Matthew.

Aku terdiam untuk berpikir.

"Terserah, kepala saya mendadak pusing" Jawabku cepat.

"Kamu sakit? Apa yang di rasa? Apa perlu ke klinik?" Suara Matthew berubah dan wajahnya tampak sedikit panik setelah aku kembali memundurkan wajah agar keseluruhan wajahnya tertangkap jelas oleh sudut pandangku.

"Gak, saya gak sakit, cuma sesak aja, gak bisa nafas normal" Jawabku.
Siapa yang tidak akan merasakan sesak kalau jarak kami sekarang sangat dekat, paha kami sampai bersentuhan di bawah meja sana.

"Ayo kita pergi dari sini" Matthew menarik tubuhku dengan sangat mudah, gerakannya tidak memaksa seperti yang pernah dia lakukan di parkiran tempo hari.

Tangannya langsung melingkar di belakang pinggangku.
Sebelum kami berjalan, Matthew menarik tubuhku kian menempel padanya, tanpa bisa aku duga apa yang Matthew lakukan selanjutnya, pria itu mengecup puncak kepalaku sehingga membuatku sesaat terdiam.

"Kamu yakin gak sakit? Muka kamu tambah pucat" Matthew menunduk menjajarkan wajah kami.

Gimana gak pucat? Elu ngecup pala gue di depan umum gantenggg!

Kalau Ratna liat gimana? Pasti heboh tuh perempuan mesum yang haus belaian suami.

Gak Ratna gak Matthew, kenapa mereka selalu bisa membuatku malu di area kantin ini?

Apa yang di lakukan Matthew menurutku terlalu berlebihan.
Pria ini seperti sedang menandai aku sebagai kekasihnya kepada khalayak umum.

Tbc

malu tapi suka kannn 🤭😆

15/10/23

Mission Fails Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang