18. physical touch

1.2K 226 114
                                    

ini tante yakin, muka kemana, arah mata kemana nih 🤣🤭

Matthew POV

Dinda meletakkan selembar kertas yang di lipat dua ke arahku pelan-pelan, pandangan matanya mengarah ke lipatan kertas itu lurus.

Sudah sepuluh menit berlalu kami lewati dalam diam dan akhirnya Dinda menyodorkan kertas itu karena ku lihat dari tadi dia tampak ragu.

Kami berdua berada di kafe, membuat janji temu lagi setelah jam pulang kantor. Dan kami benar-benar berdua, tidak bertiga, teman Dinda yang bernama Ratna tidak menemaninya.

Aku sedikit lega setelah tahu Ratna tidak bergabung bersama kami, bukan kenapa, rasanya canggung apabila Ratna berada di dekatku, wanita itu secara terang-terangan memperhatikan wajahku dari dekat.
Entah karena ingin memastikan warna mataku seperti kebanyakan orang lain lakukan atau karena apa, yang pasti membuatku tidak nyaman.

"Apa ini?" Tanyaku untuk menanyakan apa isi dari kertas tersebut.

Dinda mendongak lalu membuang pandangannya ke arah lain ketika mata kami bertemu.
Aku baru menyadari sepertinya Dinda tidak pernah bertatapan lama denganku kecuali ketika aku menahan tubuhnya agar tidak jatuh di depan pintu ruanganku kala itu.

"Ehem... um, itu, buka aja, maksudnya baca dulu" Jawabnya terbata.

Aku mengambil kertas itu lalu membuka dan membacanya.

Keningku mengernyit membaca kata demi kata yang tercetak di kertas lalu mendongak. Lagi-lagi Dinda membuang pandangannya ketika mata kami kembali bertemu.

"Ini..?" Tanyaku bingung.

"Perjanjian selama kita jadi pacar bohongan" Jawab Dinda cepat lalu menunduk.

"Untuk apa?" Tanyaku lagi.

Dinda mendongak dan menatapku lurus.

"Ya untuk kenyamanan kita berdua selama menjalani pacaran bohongan itu" Jawabnya.

"Kenyamanan?" Tanyaku tidak mengerti.

Kulihat Dinda menarik nafas panjang lalu melipat kedua tangannya di atas meja. Ekspresi wajahnya tampak serius.

"Apa ada syarat yang mau kamu tambahkan di perjanjian itu?" Tanyanya.

"Tidak ada, tapi apakah perjanjian ini perlu?" Aku balik bertanya sambil melambaikan kertas berisi perjanjian yang di buat oleh Dinda secara sepihak.

"Hm?" Kedua matanya melebar bingung, aku menatapnya dengan seksama, setelah di perhatikan, ternyata Dinda memiliki mata yang indah.

"Ya perlu lah, kan biar kita ingat batasan-batasan selama pacaran bohongan" Lanjut Dinda.

"Kalau menurut saya, kita tidak perlu perjanjian ini, karena pacaran bohongan yang kita lakukan tidak akan memakan waktu lama" Kataku tanpa ragu, memang kami akan melakukannya selama apa? Tidak mungkin memakan waktu setahun, jadi menurutku tidak perlu ada perjanjian tertulis seperti ini.

"Dan lagi, saya yakin, selama membuktikan kalau kita adalah sepasang kekasih di mata Kim, kita perlu improvisasi"

"Sentuhan secara dadakan pasti akan saya lakukan secara reflek" Tanganku mengusap tengkuk, aku meringis sendiri karena menyadari perkataan yang keluar dari mulut ini, kesannya seperti terdengar hanya aku saja yang ingin sekali bersentuhan dengannya.

"Maksud saya, kalau kita menunggu persetujuan sebelum bersentuhan fisik, Kim pasti curiga melihat kita saling bertatapan dalam beberapa detik lamanya dengan mulut berbicara tanpa suara untuk meminta dari salah satu pihak setuju dengan apa yang hendak kita lakukan" Kataku kemudian secara panjang lebar setelah mendapatkan kata-kata yang pas.

Mission Fails Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang