21

64 3 0
                                        

Silahkan tekan tanda vote (⭐) jika berminat 😉
Happy reading...

─────────────────────────

Zen langsung mengabari Reyhan jika Sella sudah siuman sesaat setelah ia sudah bisa mengendalikan emosinya setelah menangis di pelukan Sella.

Pagi ini, Reyhan pun datang bersama dengan Meta.

"Sayang...gimana keadaan kamu? Apa lukanya masih terasa sangat sakit,hm?." Tanya Meta degan raut khawatir.

"Masih lumayan sakit ma, tapi Sella bisa tahan kok. Mama sendiri gimana keadaannya?." Tanya Sella pada Meta. Zen sudah menceritakan kondisi Meta pada Sella sebelumnya.

"Mama bakal sehat kalau kamu juga sehat, jadi kamu harus cepet sembuh ya sayang..." ucap Meta sambil mengelus kepala Sella.

"Bener kata mama kamu, kamu fokus sama menyembuhan kamu dulu. Soal mama biar papa yang urus, ya?." Ucap Reyhan.

"Iya, pa. Kalian juga harus jaga kesehatan, ya. Sella bakal sedih kalau kalian sakit."

"Iya sayang." Ucap Meta.

"Papa harus balik lagi ke kamar mama, karena mama masih butuh istirahat. Kamu gapapa 'kan sayang?" Tanya Reyhan.

"Gapapa pa, disini kan ada Zen. Mama harus banyak istirahat biar bisa nemenin Sella disini, ya?." Ucap Sella.

"Pasti sayang, kalau gitu mama sama papa pergi dulu ya." Ucap Meta.

Reyhan dan Meta pun pergi meninggalkan ruangan Sella. Kini hanya tersisa Zen yang menemani Sella.

"Kamu makan dulu yuk, biar aku suapin." Ajak Zen.

"Okee.."

Zen pun mengambil bubur yang baru saja di antar oleh suster. Lalu Zen mulai menyuapi Sella dengan perlahan agar ia tidak tersedak.

Sesekali Sella masih meringis kesakitan saat lukanya menimbulkan rasa sakit. Itu selalu membuat Zen khawatir seperti saat ini.

"Aku panggilin dokter ya? Aku ga bisa liat kamu kesakitan terus." Ucap Zen.

"Aku gapapa Zen, dokter kan udah bilang kalau luka aku emang bakal sedikit sakit."

"Tapi aku ga bisa liat kamu terus-terusan nahan sakit-." Zen mulai meneteskan air matanya lagi.

Entah mengapa sekarang Zen jadi sering menangis setiap melihat Sella. Rasanya seperti hatinya ikut terasa sakit setiap melihat Sella menahan rasa sakit.

"Ishh...kok kamu jadi cengeng gini sih? Mana Zen yang dulu aku kenal, hm?." Ucap Sella sambil menghapus air mata di pipi Zen.

"Aku gamau liat kamu sakit lagi, biar ini jadi yang pertama dan terakhir. Aku ga sanggup kalau kejadian seperti ini terulang lagi."

"Iya sayang, aku 'kan udah janji ke kamu kalau hal seperti ini ga akan terulang lagi. Udah dong jangan nangis terus, aku baik-baik aja." Bujuk Sella.

Zen hanya mengangguk sambil mencoba menghentikan air matanya untuk keluar.

"Mending kamu pulang dulu deh, kamu istirahat di rumah ya? Dari sejak aku siuman kamu belum cukup istirahat 'kan?." Ucap Sella.

Zen langsung menggeleng, "nggak, aku mau nemenin kamu disini. Aku ga bakal tenang kalau ninggalin kamu sendiri."

"Aku ga bakal sendiri kok, Belva dan Daniel kan bakal kesini bentar lagi. Jadi kamu bisa pulang ke rumah dulu."

Mendengar nama Belva, Zen mulai teringat lagi dengan rahasia Belva mengenai penyakitnya. Zen ingin sekali bercerita hal ini pada Sella tapi ia sudah berjanji untuk merahasiakan hal ini pada Belva.

Untuk saat ini Zen hanya bisa menanggung beban ini sendiri, tapi setidaknya Sella sudah ada di sisinya lagi. Sella adalah sumber kekuatannya saat ini.

Disisi lain, Belva yang baru saja bangun dari tidurnya, mendapat kabar dari Zen kalau Sella sudah siuman. Tentu hal ini membuat Belva sangat senang.

Belva langsung masuk ke dalam kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit.

Saat turun ke ruang tamu, Belva terkejut karena melihat Daniel yang sudah duduk di sofa.

"Loh, kok kamu udah ada disini pagi-pagi?." Tanya Belva yang terkejut.

"Kamu mau ke rumah sakit 'kan? Aku kesini buat jemput kamu." Ucap Daniel.

"Kenapa kamu ga ngabarin aku dulu sih, kan aku jadi ngerepotin kamu." Ucap Belva tak enak.

"Kalau aku ngabarin kamu, pasti kamu bakal nolak ajakan aku 'kan? Seperti kemarin kamu juga hampir nolak ajakan aku buat liat kondisi Sella di rumah sakit."

Belva hanya terdiam, memang benar ia sedang mencoba untuk menjaga jarak dengan Daniel, tapi seperti biasa Daniel sangat peka. Ia tau kalau tunangannya ini sedang berusaha menjaga jarak dengannya.

"Entah kenapa aku merasa kamu lagi mencoba untuk jaga jarak dari aku, apa aku ada salah? Atau ada sesuatu yang lain yang bikin kamu marah?." Tanya Daniel.

Belva langsung menggeleng, "nggak, mungkin itu cuma perasaan kamu aja. Aku ga lagi jauhin kamu kok." Elak Belva.

Daniel hanya bisa menghela napas. Mungkin memang benar jika ini hanya perasaannya saja. Apapun itu, Daniel tidak akan memberi celah pada Belva untuk membahas pembatalan pertunangan mereka.

"Kita berangkat?." Tanya Daniel.

"Iya, ayo."

Daniel menggenggam tangan Belva sebelum mereka menuju ke mobil.

"Kalau kamu terus bersikap manis seperti ini, bagaimana caraku untuk menyembunyikan perasaanku, Dan?." Ucap Belva dalam hati.

Belva masih punya niat untuk membatalkan pertunangannya dengan Daniel, sudah cukup Daniel menderita setelah kehilangan kedua orangtuanya. Belva tidak ingin menjadi alasan bagi Daniel untuk lebih terluka lagi nantinya.

🌞🌞🌞

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sunshine | Hyunjin YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang