BoBoiBoy © Monsta
Di Atas Bentala, di Bawah Bumantara © Roux Marlet
The author gained no material profit from this work of fiction.
Canon, Family
#FallToberKEB
Hari Kedelapan: Secangkir Teh
Bab 6: Tenang
.
.
.
.
.
Warning: panic attack
For Mental Health Day 2023
.
.
.
.
.
"Tarik napas yang dalam ... ayo, pelan-pelan, BoBoiBoy ...."
Tok Aba duduk di ruang tamu, bersisian dengan sang cucu. Tubuh sang adiwira elemental yang berbalut pakaian hitam-merah tampak gemetaran, wajahnya sepucat kertas. Di hadapan mereka telah tersedia secangkir teh panas yang uapnya masih mengepul. Ochobot yang menyiapkannya barusan, dibantu BoBoiBoy Taufan. Jarang sekali rumah Tok Aba menghidangkan minuman selain cokelat, komoditas yang jadi dagangan mereka sehari-hari.
"Aku pernah baca di buku, teh melati bisa membantu menenangkan orang panik," ucap BoBoiBoy Solar di seberang ruangan sambil membenahi letak kacamatanya. "Kalau minum cokelat, malah semakin meningkatkan adrenalin."
"Info yang bagus," puji Ochobot. Solar mengernyit dalam-dalam, mengawasi pecahan elemental petir yang duduk di samping sang kakek.
"Halilintar, ayo, minum dulu," undang Taufan dengan mata biru yang bersinar cemas. Bukannya si pecahan elemental cahaya juga tidak cemas, tapi Solar tidak terlalu suka menunjukkan perhatian pada orang lain sejelas si pecahan elemental angin. Bagi Solar, yang selalu mengedepankan logika, tahap terpenting dalam pertolongan pertama pada kecelakaan adalah: memastikan keadaan sendiri aman dan selamat. Tidak lucu kalau penolong juga ikut jadi korban.
Hari itu, ada pesanan cokelat dalam jumlah besar di tiga tempat sekaligus. Semuanya perlu dikirim segera. Sementara Tok Aba dan Ochobot menyelesaikan pesanan langsung di kedai, BoBoiBoy berpecah tiga dengan pilihan elemental yang menurutnya punya kecepatan paling tinggi. Taufan bisa mengambil jalur udara, sedangkan Halilintar dan Solar menempuh jalur darat dengan cepat.
Sesungguhnya, apa yang telah terjadi?
Saat sudah beres mengantar semua pesanan, ada kecelakaan kecil di jalan yang dilalui Halilintar. Salah satu ban mobil, yang sedang melaju perlahan, meletus entah karena apa. Dan Halilintar kena serangan panik setelah mendengar ban itu meletus hanya beberapa meter di dekatnya, mengira yang meletus adalah balon, hal yang membuatnya fobia sejak kecil. Halilintar menarik napas dengan dalam dan cepat, berusaha meredakan gemuruh debaran jantung yang menggila akibat rasa takut luar biasa, namun gagal. Dia berusaha pergi dari situ namun berakhir terpeleset genangan air karena kemarin habis hujan, lalu seketika membuat rangkaian listrik satu distrik daerah itu padam lantaran histeris. Mendapat sinyal bahaya, Solar dan Taufan segera menuju ke TKP. Mereka tidak bisa bercantum semula karena Halilintar masih diserang panik dan akhirnya mereka memanggil Ochobot untuk melakukan teleportasi ke rumah Tok Aba.
Untungnya, pemilik mobil dan penumpangnya tidak ada yang terluka, begitu pula orang-orang di sekitar Halilintar saat listrik padam. Taufan dan Solar berusaha menenangkan orang-orang selagi Ochobot membimbing Halilintar untuk pulang bersamanya.
"Hahaha! Lihat itu, Bos! Bonus atraksi konyol dari si superhero!"
Sebelum dua elemen ikut pulang ke rumah, mereka mendengar ada suara-suara tawa di tengah kekacauan.
"Padahal kita cuma mau lihat mobilnya meletus! Hahaha!"
"Pakunya kurang banyak, Bos. Masa, seharian ini cuma satu mobil yang bannya meletus?"
Solar menatap pecahan dirinya dari balik kacamata visor oranye, dengan cepat mencari lokasi penjara terdekat dengan jam kuasa. "Taufan, apa kamu memikirkan yang kupikirkan?"
"Hmm? Sepertinya iya, Solar."
Rupanya Geng Tiga Rob adalah oknum di balik kejadian ini. Tak bisa dimaafkan!
"Gerudi Taufan!"
"Uwaaaaah!"
Dalam sekejap, hembusan angin kuat membawa tiga lelaki penjahat itu kembali ke mulut penjara.
"Mereka tertangkap basah membahayakan keselamatan masyarakat, Pak Polisi!" ucap Solar sambil memberi hormat kepada petugas, sebelum menghilang dengan kecepatan cahaya.
"Terima kasih, BoBoiBoy!"
.
.
.
Halilintar masih pucat dan gemetaran. Rasanya suara letusan tadi masih terngiang di telinganya, membuatnya berkeringat dingin dan nyaris pingsan hanya dengan mengingatnya. Dia tidak bisa fokus mendengarkan dua pecahannya melaporkan apa yang telah terjadi, yang ditanggapi komentar dari Ochobot. Tok Aba mengusap-usap punggungnya dan membawakan secangkir teh panas itu ke tangannya.
Uapnya terasa hangat. Aromanya menenangkan. Halilintar membawa cangkir itu ke mulutnya dan mulai menyesap tehnya.
Setelah beberapa tegukan dari cangkir tehnya, Halilintar merasakan perlahan-lahan debaran jantungnya berkurang. Dia meniup-niup sedikit lagi, lalu menghabiskan tehnya dan meletakkan cangkir kosong ke atas meja. Saat dia memejamkan mata sejenak, dua berkas sinar melesat ke arahnya, lalu berikutnya netranya kembali berwarna cokelat dan bukan merah.
"BoBoiBoy?"
"Atok ...."
Kakek dan cucunya bertukar pelukan. BoBoiBoy menangis pelan-pelan, merasa lega dalam kehangatan.
.
.
.
.
.
Catatan Penulis:
Turut memeringati hari kesehatan mental! Tolong jangan bikin lelucon dari orang yang ketakutan karena fobia, ya :")
Terima kasih sudah membaca :)
[10 Oktober 2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Bentala, di Bawah Bumantara
FanfictionDi atas bumi yang sama, di bawah langit yang sama, kita bergandengan dan saling menjaga. Kumpulan drabble BoBoiBoy berlatar Canon dan Alternate Reality. Untuk event FallTober KEB 2023.