Bab 15: Suaka

56 9 14
                                    

BoBoiBoy © Monsta

Di Atas Bentala, di Bawah Bumantara © Roux Marlet

The author gained no material profit from this work of fiction.

Canon, Friendship

#FallToberKEB

Hari Kedua Puluh Tujuh: Rumah

.

Bab 15: Suaka

.

.

.

.

.

"BoBoiBoy Kuasa Tujuh!"

Perang telah berakhir. Windara, Baraju, Gur'latan. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada pergi berlibur setelah sederetan aksi menegangkan yang melelahkan. Karena itulah, BoBoiBoy dan kawan-kawan berkunjung ke Planet Quabaq untuk melepas penat.

Selagi kawan-kawannya menggelar tikar dan makanan untuk piknik di halaman rumah Hang Kasa, BoBoiBoy memilih jadi antimainstream. Berpecah tujuh adalah cara sang adiwira elemental untuk melepas rasa penat itu.

"Halilintaaaaaaarrr!!!"

Sosok biru-putih menyambar si serba merah-hitam sampai terjungkal.

"Tau—Beliung!"

Tampaknya BoBoiBoy (pecahannya) lupa atau tak sadar bahwa dia (mereka) berpecah di atas tebing tempat latihan. Dua pecahan elemen itu terjun bebas sementara teman-temannya berseru kaget.

"Waaaaaaaahhh!!!"

"Akar Menjalar!" Sulur hijau dari pecahan elemen yang juga tahap tiga segera jadi penyelamat.

"Fiuuh. Nasib baik ada BoBoiBoy Rimba," ucap Hang Kasa sambil duduk bersila, sementara di pinggir tebing itu si pecahan elemen tumbuhan tertawa-tawa sambil menarik dua pecahannya yang bergulat di bawah.

"Apakah gerak refleks meningkat seiring naik ke tahap tiga?" gumam Solar, yang agak merengut karena kalah cepat untuk bergerak menolong.

"Entahlah," balas Ais, yang alih-alih memandang ke tebing tempat pecahannya terjatuh, malah melirik-lirik ke arah keranjang piknik yang sedang digelar oleh Yaya dan Ying.

"Hei, hati-hati! Jangan-jangan ada biskuit maut Yaya di dalamnya!" bisik Blaze keras-keras sambil merangkul Ais menjauh.

"Semua orang bisa mendengarmu, BoBoiBoy Blaze," ucap Fang sambil memutar bola mata.

"Haiyaa. Sudah, sini, bantu kami!" lontar Ying setengah mencela.

"Bukannya Taufan, eh, Beliung, bisa terbang di udara? Jatuh bukan masalah," ujar Yaya yang sudah selesai menata piring-piring kertas.

"Iya, juga. Mungkin sudah instingnya Rimba untuk segera menolong," jawab Gempa yang ikut bergabung.

"Sudah kubilang lepaskan!" seru Halilintar nyaring dari kejauhan. Semua orang harus tahu bahwa dia tidak suka dipeluk-peluk!

"Tapiii, aku senang sekali! Halilintar sudah pulang!" balas Beliung girang, masih merangkul pecahan elemen petir itu sambil berjalan.

"Pulang, katamu?" Halilintar mengernyit, masih mendorong pecahan lainnya untuk menjauh tapi gagal.

"Iya! Pulang pada kita semua!" Senyum Beliung sama lebarnya dengan Rimba di belakang mereka.

"Tapi, kamu juga tahu, Gur'latan itu planet asal kuasaku. Bukankah lebih pas kalau disebut aku 'pulang' ke sana?" Jeda sebentar dari Halilintar, dia berpaling. "M-maksudku, bukan dalam artian disedot ke dalam pedang ...."

Di Atas Bentala, di Bawah BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang