chapter 07

20 6 0
                                    

Kᴀʀʏᴀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ғɪᴋsɪ. Kᴀʀᴀᴋᴛᴇʀ, ᴛᴇᴍᴘᴀᴛ, ᴀᴅᴇɢᴀɴ ᴅʟʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ɪᴍᴀᴊɪɴᴀsɪ ᴘᴇɴᴜʟɪs. Aᴅᴀɴʏᴀ ᴋᴇsᴀᴍᴀᴀɴ ɪᴛᴜ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʙᴇᴛᴜʟᴀɴ, ʜᴀʀᴀᴘ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ ᴋᴇᴋᴇʟɪʀᴜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇɴʏᴀᴛᴀᴀɴ.

•••
- BAB 7 | TEROR BUNGA LILY PUTIH -
•••

Helen baru saja hendak melepaskan seragamnya dan pergi mandi, namun, ketukan pintu menghentikan niatnya dan memaksa Helen untuk membukakan pintu.

"Len, paket lo nih."

Seorang siswi menyerahkan kota paket pada Helen dan langsung pergi, meninggalkan tanda tanya besar pada Helen yang merasa bahwa dirinya tidak sedang menunggu paket.

Kembali menutup pintu, Helen melanjutkan niatnya untuk pergi mandi. Ia meletakan paket yang diterimanya ke atas meja belajar sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Nyaris 20 menit lamanya Helen berada di kamar mandi sampai akhirnya keluar. Sudah segera setelah membersihkan diri. Pandangan Helen, kemudian tertuju pada paket di atas meja, ia akhirnya duduk di kursi dan mulai membuka paket tersebut.

Untuk yang kesekian kalinya, Helen dihantam perasaan takut kala menemukan sekumpulan kuntum bunga lily putih. Ia mendorong kotak berisi bunga itu dengan ngeri. Wajahnya seketika pucat pasih.

Helen langsung berdiri dan tergesa-gesa keluar dari kamarnya. Ia pergi ke kamar seberang dan mengetok-ngetok pintu tidak sabar sampai penghuni kamar keluar.

"Astaga, Len. Gue kira siapa." Lia membuang napas legah. "Lo kenapa?" tanya Lia, begitu menyadari wajah pucat tetangga kamarnya.

Masih panik tapi mencoba menyembunyikannya, Helen mengatakan niatnya, "gue boleh nginep di kamar lo nggak malem ini?"

"Emeng di kamar lo kenapa?" tanya Lia. Bukanya berniat menolak, tapi tempat tidur yang disediakan sekolah tidak begitu besar, ukurannya cukup sempit jika ditempati dua orang. Tapi tampaknya, Helen bersungguh-sunggih ingin menginap di kamar Lia malam ini.

"Kasur gue ketumpahan air, gue nggak nyaman tidur kalo basah gitu. Lia, please, gue nginep ya?"

Menghembuskan napas pasrah, Lia akhirnya mempersilahkan Helen masuk dan setuju Helen menginap di tempatnya malam ini.

"Lo kalo udah mau tidur duluan aja, gue masih ngerjain tugas," kata Lia, mempersilhakan Helen menempati kasurnya lebih dulu, sementara dirinya kembali duduk dan melanjutkan kegiatan yang tertunda, tapi sebuah pemikiran melintas di otak Lia dan membuatnya kembali pada Helen. "Eh, Len. Tugas lo udah beres belom?"

"Udah. Kalo lo mau, buku tugas gue ada di kamar. Lo boleh nggak ngambil ke kamar gue sendiri?"

Lia merasa ada yang aneh dari sikap Helen. Merasa bahwa Helen sedang menyembunyikan sesuatu. Lia mengulum bibirnya, ia ingin bertanya, tapi merasa tugasnya lebih penting saat ini karena sudah akan dikumpulkan besok.

"Ya nggak papa. Lagian gue cuman nyalin," kata Lia. Ia kemudian berdiri dari kursi, menerima pemberian kunci kamar dari Helen sebelum pergi ke kamar gadis itu.

Hal pertama yang Lia perhatikan dari kamar Helen adalah kasur, tapi berbeda dari yang dikatakan Helen, kasur itu kering, sama sekali tidak ada bekas tumpahan air di sana. Hal kedua yang menarik perhatian Lia adalah kota di atas meja belajar Helen. Saat Lia mendekat, ia menemukan isi kotak tersebut adalah kumpulan kuntum bunga lily putih. Lia sontak mengeruhkan ekspresi wajahnya bingung.

Kotak itu tampaknya adalah sebuah paket yang dikirimkan seseorang untuk Helen. Pertanyaannya, siapa orang aneh yang mengirimkan kuntum bunga dalam kotak alih-alih buket yang ditata cantik?

Tidak ingin terlalu ikut campur, Lia mengambil buku pr Helen dan segera kembali ke kamarnya sendiri.

Lia menemukan Helen sudah berbaring di kasurnya, tapi tampaknya belum benar-benar terlelap. Helen masih bergerak ke sana kemari, mencari posisi ternyaman, terlihat agak gelisah. Tapi, Lia lagi-lagi mengabaikannya, dan memilih duduk, mulai menyalin tugas dari buku Helen.

Sekitar 10 menit, Lia akhirnya selesai dengan pekerjaannya. Saat itu Helen juga sudah tertidur, dilihat dari kondisinya yang tenang dan tidak lagi bergerak kesana kemari dengan gelisah.

Seperti dugaan Lia, kasurnya cukup sempit untuk dua orang. Tapi, Lia tetap memaksakan untuk tidur di kasur.

Sekitar pukul empat pagi, Helen tiba-tiba terbangun dari tidurnya, dia terkejut begitu saja. Helen melirik Lia yang terlelap di sebelahnya dengan pandangan lirih, sedikit merasa bersalah karena sudah mengambil sebagian tempat tidur Lia.

Karena merasa tidak bisa tidur lagi, Helen memutuskan turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ia berdiri di depan cermin, menatap wajah basahnya dengan pandangan lelah.

Helan sungguh ketakutan dengan siapa pun yang mengirimkan bunga lily putih yang telah di terimanya nyaris seminggu penuh. Dan tampaknya ada seseorang yang mulai mengikutinya akhir-akhir ini. Menambah rasa takut dan parnoid Helen.

Pertama kali Helen menerima bunga itu sekitar lima hari yang lalu. Ia menemukannya di laci meja kelas. Awalnya, Helen hanya biasa saja, pikirnya, itu adalah pemberian dari salah satu adik kelas yang terkadang memberikannya hadiah. Tapi, besoknya, Helen kembali menemukan bunga yang sama. Di halaman buku tugasnya, di loker, di depan pintu kamarnya dan tadi malam bunga itu dikirim sebagai paket. Tidak bisa lagi bersikap biasa saja, Helen merasa bahwa dirinya sedang diteror.

Helen kembali menunduk dan membasuh wajahnya dengan air lagi. Saat ia kembali berdiri tegak dan melihat ke arah cermin, Helen tidak lagi melihat pantulan dirinya. Alis gadis itu berkerut, dia mengulurkan tangan, hendak menyentut permukaan cermin yang gelap.

Sebuah tangan hitam bergerak layaknya pantulan tangan Helena. Mendekat secara perlahan. Jantung gadis itu berpacu cepat, takut tapi penasaran. Dua tangan berbeda warna itu menyentuh cermin secara bersamaan, dan seperti cairan hitam mengalir dari tangan hitam dalam cermin, tangan Helena perlahan dilumuri semacam cairan kental berwarna hitam. Tangannya berubah hitam, sehitam tinta. Segera, Helena menarik tangannya, terkejut dengan apa yang terjadi. Namun meski dia telah menjauhkan tangannya dari cermin, noda hitam ditangannya tidak hilang. Cairan itu melumuri tangan Helena layaknya kaus tangan. Hitamnya mencapai nadi, terus naik mencapai sikut.

Meresa amat ketakutan, Helen segera mencucinya dengan air, namun, seberapa keras dan seberapa lama dia mengosok tangannya, noda itu tidak hilang, bahkan dengan sabun sekali pun. Helena berdesis kesal, mulai menangis ketakutan. Saat dia kembali mendongkak untuk melihat ke arah cermin, dia melihat seorang wanita dengan mata tertutup. Perlahan, wanita itu mengangkat tangannya, memperlihatkan sekujur tangannya yang menghitam. Saat itu juga, Helena berteriak nyaring ketakutan, mengambil langkah mundur sembari menatap ngeri. Saat punggungnya menyentuh dinding, tubuhnya merosost dan dia berteriak lebih kuat seperti orang kesetanan.

To Be Continued

A/n

Vote dan komentarnya~

Dire PlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang