chapter 11

18 6 0
                                    

Kᴀʀʏᴀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ғɪᴋsɪ. Kᴀʀᴀᴋᴛᴇʀ, ᴛᴇᴍᴘᴀᴛ, ᴀᴅᴇɢᴀɴ ᴅʟʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ɪᴍᴀᴊɪɴᴀsɪ ᴘᴇɴᴜʟɪs. Aᴅᴀɴʏᴀ ᴋᴇsᴀᴍᴀᴀɴ ɪᴛᴜ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʙᴇᴛᴜʟᴀɴ, ʜᴀʀᴀᴘ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ ᴋᴇᴋᴇʟɪʀᴜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇɴʏᴀᴛᴀᴀɴ.

•••
- BAB 11 | DUGAAN YANG BERBEDA -
•••

Ada jeda yang cukup lama di ruangan itu. Nyaris semua orang terdiam, tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Sampai Runa kembali buka suara. "Kematian Helen hari ini bener-bener nggak bisa kita prediksi. Gua baru aja liat dia duduk di kelas yang sama selama jam pelajaran pertama, tapi lewat beberapa menit-" Runa menutup mulutnya dan membuang napas berat prihatin. "Gue nggak tau apa alasan mereka mati, tapi gue kira, kejadian ini nggak akan berhenti sampai di Helen aja."

"Bakal ada korban lain?" tanya Windi. Jujur, dia sudah merasa lelah, bebannya lebih berat dari pada mengetahui bahwa dirinya mewarisi kemampuan Banshee dari nenek nya.

"Korbannya bisa siapa aja," cetus Karina.

"Ya, dan meskipun jumlah murid Cartagana nggak sebanyak sekolah lain, tetap sulit buat ngeliat siapa yang lagi ditargetin. Dari Nana, Saka sampe Helen, nggak ada tanda-tanda," sahut Rendra.

"Bisa jadi pembunuhan acak ngga sih? Tapi gue punya satu pemikiran kalo targetnya itu orang yang punya sifat dasar baik," kata Haikal, memberikan pendapatnya. "Sejauh ini yang jadi target adalah anak-anak yang nggak pernah bikin ulah. Nana, Saka, Helen, mereka bertiga dikenal baik sama murid maupun guru."

"Kalo gitu daftarnya dipersempit," kata Rendra. Karina dan Windi mengangguk.

"Gue rasa untuk korban selanjutnya, gue tau orangnya siapa," cetus Runa, mengejutkan 4 orang lainnya.

"Kalian kenal Mira?" tanya Runa.

"Mira? Maksud lo Miranda 2-3?" tanya Karina memastikan.

"Siapa lagi? Yang namanya Mira cuman dia di sekolah ini," tanggap Rendra.

"Gue cumen denger namanya Mira. Kemarin, Naya nanyain Mira sama gue yang kebetulan kamarnya tepat diseberang kamar gue. Kata Naya, Mira udah ngilang selama dua hari dan hari ini genap jadi tiga hari, nggak masuk kelas dan nggak bisa dihubungin. Awalnya, gue pikir, Mira bakal jadi korban setelah Saka, tapi yang kena justru Helen."

"Bisa jadi dia cuman kabur," kata Rendra. "Beberapa orang ada yang nggak betah tinggal di sekolah asrama ini. Jujur aja, salah satunya gue," aku Rendra.

"Tapi kita nggak bisa ngambil resiko. Kalo beneran Mira adalah korban selanjutnya, kita harus berusaha nyelamatin dia. Karena posisinya di sini, kita udah tau siapa yang berpotensi jadi korban," kata Karina, berusaha merangkul teman-temannya.

Windi menggeleng ragu. "Gue cuman takut bakal jadi orang pertama yang nemuin jasadnya."

"Bentar," cegat Haikal. Ekspresi laki-laki itu mengeruh seperti tengah memikirkan sesuatu "lo bilang ngilangnya Mira udah tiga hari." Runa langsung mengangguki pertanyaan Haikal. "Loh, sehari setelah kematian Saka dong."

"Pasti ada tanda-tanda sebelum mereka mati. Kalo bener ini ulah hantu." Rendra mengerling, sejujurnya masih sulit percaya. "Pasti ada gangguan sebelum seseorang jadi korban. Nggak mungkin tiba-tiba aja dibunuh."

"Bisa aja sebenarnya. Kita bicara soal hantu," tanggap Windi.

"Kita harus cari tahu," celetuk Runa.

"Cari tahu soal hantu maksud lo?" Rendra terkekeh sinis. Runa hanya memutar bola mata malas, tidak menanggapi lebih.

"Gue dapat penglihatan soal Mira. Gue liat dia panik kayak lagi kabur dari sesuatu, gelisah pengen cepet-cepet masuk ke dalam kamarnya. Dan mungkin, itu hari terakhir sebelum dia menghilang."

"Lo ngecek kamarnya?" tanya Karina. Runa menggeleng. Kali ini tatapannya tertuju pada sang ketua kelas.

"Penglihatannya gue dapat dari pintu kamarnya, gue nyentuh knop pintu dan penglihatan itu datang."

Windi menganguk-angguk. "Jadi, gangguan itu beneran ada. Ada yang ganggu mereka sebelum mereka mati."

"Yap, dan itu hantu," timpal Haikal, menyela perkataan Windi. "Jadi kalian mau nyari tahu hantu siapa yang bunuh mereka bertiga?" Haikal tersenyum kecut.

"Lalu, kita ngebiarin gitu aja?" Runa menekuk alis, seolah siap mengeluarkan ultimatum pada Haikal.

"Bukan gitu. Tapi yang bakal kita hadepin itu hantu-"

"Tunggu," sela Windi. Mengambil alih perhatian teman-temannya yang tengah berdebat. "Mungkin itu bukan hantu. Yah, maksud gue. Nenek pernah cerita kalo nggak ada hantu yang bisa ngebunuh manusia. Mereka nggak punya kekuatan buat ngelakuin hal itu."

"Okey, kita punya argumen masing-masing soal ini. Dari pembunuh beranti, hantu. Sekarang, dari perkataan lo, Windi. Menurut lo, gimana tiga orang ini bisa mati?" Nada suara Rendra terdengar sepertu menuntut. Jujur, pembicaraan mereka semakin berat tiap detiknya, dan juga makin tidak masuk akal.

"Alih-alih hantu, gimana kalo yang ngebunuh Nana dan yang lain itu iblis?" Windi segera melanjutkan ketika Haikal hendak menyela dan Rendra bersiap dengan ultimatum untuk membantahnya. "Denger. Hantu nggak punya kemampuan menyakiti manusia, tapi iblis bisa tapi dengan syarat ada seseorang yang ngendaliin iblis tersebut."

"Santet," ujar Runa tiba-tiba.

"Ini makin nggak masuk akal," timpal Rendra.

"Tapi ini lebih masuk akal. Maksudnya, dari penjelasan Runa tentang penglihatan," kata Karina. "Cara kerja santet kayak gitu kan. Ada seseorang yang ngucap mantara dan sesuatu yang gaib terjadi ke korban dan itu berakhir dengan kematian korban."

"Nggak mungkin, hal kayak gitu cuman ada di film," sangkal Rendra.

"Gue ngerti lo adalah orang yang realistik, Ren. Tapi jangan lupa soal kemampuan lo sendiri. Kemampuan Windi, kemampuan Runa. Gue kalo nggak tau apa-apa soal Windi, gue nggak akan percaya sama pengakuan lo maupun Runa. Gue akan berpikir sama, kemampuan kayak gitu cuman ada dalam film," kata Karina panjang lebar, berusaha menampik sangkalan Rendra mengenai apa yang bisa saja terjadi dan bagaimana dugaan Windi mungkin benar.

"Kadang, hal-hal yang lo percayai nggak selamanya benar. Ada hal-hal di dunia ini yang lo pikir nggak ada tapi sebenarnya ada, dan bisa aja hal tersebut ada di dekat lo," sambung Karina. "Sekarang, Rendra. Kita punya satu kesimpulan untuk beberapa bukti yang Runa temuin melalui penglihatannya. Kita cari tahu dulu, apa kejadian ini beneran karna santet atau karena hal lain yang belum masuk tebakkan kita."

"Lo ikut atau enggak?" tanya Runa. Ia membalikkan badan, sepenuhnya menghadap Rendra. Di sebelah Rendra ada Haikal yang tampak bimbang dengan jawabannya sendiri.

Rendra menatap bergantian dari Runa, Karina dan Windi. Tiga gadis itu menunggu jawabannya. Sejujurnya, Rendra enggan terlibat dengan hal semacam ini, sesuatu yang berhubungan dengan kematian dan hal-hal gaib tidak masuk akal. Tapi Rendra sudah tahu bahwa memang ada hal aneh yang tengah terjadi disekitarnya, dan karena sudah tahu, dia tidak bisa mengabaikannya begitu saja lalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Lama berpikir, Rendra akhirnya memutuskan. "Okey, gue ikut. Kita pastiin soal santet ini, kalo ternyata bukan. Sebaiknya cari siapa 'orang' yang jadi pembunuhnya."

"Santet dilakuin oleh 'orang' juga," tanggap Runa. "Jadi, kalo beneran santet, kita cari orangnya. Dan hentiin dia."

"Kalian bakal nyeret gue juga karena tahu soal ini kan?" Haikal bersuara dengan ekspresi meringis pahit. Ia menelan ludah kemudian setelah mendapat tatapan penuh arti dari 4 orang disana. Dan Haikal hanya bisa meringis makin pahit. Pasrah.

To Be Continued

A/n

Ditunggu vote dan komentarnya~

Dire PlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang