chapter 13

18 6 0
                                    

Kᴀʀʏᴀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ғɪᴋsɪ. Kᴀʀᴀᴋᴛᴇʀ, ᴛᴇᴍᴘᴀᴛ, ᴀᴅᴇɢᴀɴ ᴅʟʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ɪᴍᴀᴊɪɴᴀsɪ ᴘᴇɴᴜʟɪs. Aᴅᴀɴʏᴀ ᴋᴇsᴀᴍᴀᴀɴ ɪᴛᴜ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʙᴇᴛᴜʟᴀɴ, ʜᴀʀᴀᴘ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ ᴋᴇᴋᴇʟɪʀᴜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇɴʏᴀᴛᴀᴀɴ.

•••
- BAB 13 | PERBINCANGAN SINGKAT DI UKS -
•••

Secara tiba-tiba, Runa merasa tidak enak badan. Membuatnya harus izin dalam kelas Sejarah dan pergi menginap ke UKS untuk sementara waktu.

Setibanya Runa di UKS, ia menemukan Jendra yang sebelumnya juga izin tidak mengikuti kelas, ada di sana. Cowok itu berbaring di salah satu ranjang, tidur sembari menutupi matanya menggunakan satu lengan.

Tidak ingin menganggu, Runa pergi ke tempat penyimpanan obat dan mencari obat yang bisa membantunya meredakan rasa tidak enak badanya. Selesai dengan urusan obat, Runa pergi ke ranjang lain untuk berbaring.

Sementara itu, Jendra menyingkirkan lengan yang menutupi matanya. Dia tidak benar-benar tidur dan mendengar seseorang membuka pintu. Dia lalu menoleh ke ranjang diseberang, dan melihat punggung seseorang yang tidur membelakanginya.

Jendra tau itu Runa, sebab ia sempat melihat lewat kaca kecil pintu sebelum gadis itu masuk sepenuhnya ke dalam uks. Jendra tidak ingin menganggu, jadi dia kembali menutup mata dan berusaha untuk melanjutkan istirahatnya.

Keduanya sama-sama terbangun saat bel pertanda istirahat kedua berbunyi di seluruh penjuru sekolah. Runa mengeluh sebentar, sebelum bangkit dalam posisi duduk. Merasakan tubuhnya sudah jadi lebih baik setelah hampir tiga jam beristirahat. Ia kemudian menoleh ke belakang dan melihat bahwa Jendra sudah bangun dan tampaknya sudah membaik juga.

"Udah baikan, Jen?" tanya Runa, sekedar basa-basi.

Jendra menoleh, ia memberikan senyum khas sebelum mengangguk juga memberikan tanggapan, "ya, meski butuh tiga jam penuh. Lo sakit apa?"

"Cuman nggak enak badan aja. Lo sendiri kenapa bisa sakit?" Runa bertanya balik.

Jendra tersenyum kecut. "Banyak begadang."

Runa mengangguk penuh pengertian. "Karena belajar ya? Bentar lagi udah mau ujian kenaikan kelas, gue hampir lupa." Runa terkekeh hambar. Jendra menanggapinya dengan gelengan ringan.

"Ngomong-ngomong, Jen. Lo deket sama anak-anak 2-3 ya?"

"Ya. Kebanyakan dari mereka sekelas sama gue pas kelas 10. Jadi, meskipun udah beda kelas dan gue sendirian di 2-4, kita masih sering nongkrong," jelas Jendra.

"Lo deket sama yang cowok-cowok aja? Yang cewek-cewek deket juga nggak?"

Runa bisa melihat Alis Jendra menekuk, tampaknya penasaran kenapa Runa tiba-tiba banyak bertanya, tapi Runa hanya memberikan senyum manis, menutupi niatnya yang ingin mengorek informasi.

"Kenal, tapi nggak yang deket banget," meski bingung dan curiga, Jendra tetap menjawab.

"Sama Mira lo kenal?"

Mendengar nama itu, Jendra langsung paham. "Lo mau tanya soal Mira yang hilang? Gue kenal, tapi maaf, gue nggak tau apa-apa soal menghilangnya Mira," Jendra baru akan turun dari ranjang dan beranjak keluar uks, tapi Runa buru-buru mencegahnya.

"Maksud gue bukan mau nuduh macem-macem. Gua cuman mau nanya sama orang-orang yang kenal Mira. Kali aja lo sempet ketemu dan liat ada sesuatu yang mungkin agak aneh dari perilakunya sebelum dia menghilang."

Alis Jendra menekuk. "Perilaku aneh?" Runa mengangguk cepat. "Gua nggak begitu yakin, tapi terakhir kali gue interaksi sama Mira, dia baik-baik aja, sikapnya juga seperti biasa," jawab Jendra.

"Kapan terakhir kali lo ngomong sama Mira?"

"Hampir satu minggu yang lalu, kalo nggak salah ingat."

Seketika Runa membuang napas berat. "Satu minggu ya," gumamnya. "Makasih udah mau jawab pertanyaan dadakan gue ya, Jen. Maaf kalo bikin lo nggak nyaman."

"Nggak papa. Gue udah denger dari Naya, dan memang pengen bantu cari Mira juga." Jendra tersenyum penuh pengertian, lalu kemudian pamit. Meninggalkan Runa sendirian di dalam UKS yang sepi.

Helaan napas berat terdengar. Runa kembali membaringkan tubuhnya, dalam posisi terlentang dan memandang ke arah langit-langit ruangan. Pikirannya berkecamuk, seakan ada banyak benang yang terurai dan dia tidak tahu bagaimana benang-benang itu bisa terhubung.

Pandangan Runa kemudian beralih ke arah jendela yang menghadap langsung ke halaman belakang sekolah yang kotor oleh dedaunan kering yang berguguran. Di luar sana ada seseorang. Itu Naren. Cowok itu membawa kamera seperti biasanya, memotret segala objek yang dia temukan.

"Eh, tapi beberapa hari lalu gue liat dikameranya Naren juga ada foto jasad Nana."

Runa mengejrap, seketika bangkit dari posisi berbaring saat ucapan Yeji tempo hari muncul sekilas dalam benaknya. Runa kembali melihat ke arah Naren yang kini sedang mengecek hasil fotonya. Dan ingat bahwa saat kematian Helen, cowok itu juga ada di sana. Narena mungkin memiliki foto situasi toilet kala itu.

Buru-buru, Runa keluar dari uks. Berlari hendak menuju halaman belakang sekolah, berharap Naren masih berada di sana.

Karena kasusnya masih ditangani polisi, Runa tidak bisa mengecek sebab lorong terlalu ramai dan masih ada tanda polisi yang tidak bisa dilewati sembarangan orang. Itu membuat Runa merasa menemui jalan buntu.

Naren adalah satu-satunya harapan yang Runa punya sekarang, semoga saja cowok itu benar-benar sesuai julukannya 'tukang foto di segala situasi,'

Akan tetapi, ketika Runa tiba di belakang sekolah. Naren sudah tidak ada di sana lagi dan entah pergi ke mana. Runa menghembuskan napas kecewa. Tidak ada yang bisa ia lakukan di sana lagi, Runa memutuskan untuk kembali ke dalam sekolah. Namun, sebuah suara menghentikannya.

Terdengar gemerisik dari arah semak menarik perhatian Runa dan menahan langkahnya yang hendak pergi. Merasa penasaran, Runa berjalan mendekat untuk mengecek, agak was-was dengan apa yang mungkin akan ia temukan dibaliknya.

Jantung Runa berdetak cepat, hampir sama ketika menunggu jumscare saat menonton film horor.

Ketika selangkah lagi Runa mencapai semak-semak, ia menjulurkan tangan, menyikap semak-semak tersebut untuk mengungkap sesuatu dibaliknya. Sesuatu langsung mengejutkannya, membuatnya yang kala itu berada dalam sikap terlalu serius dan was-was, benar-benar dibuat terkejut.

Bukan, bukan karena sesuatu yang berada di balik semak-semak karena Runa tidak menemukan hal aneh di sana. Tapi dia terkejut karena suara yang tiba-tiba memanggil dari arah jendela uks.

"Runa! Lo ngapain di situ?"

Suara teriakan Susan yang nyaring benar-benar sukses membuat Runa mengumpat.

Seila yang berada di samping Susan dan ikut melonggokan kepala keluar jendela ikut berseru, "udah sembuh, Run?"

Menghembuskan napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Seila. Runa balas berteriak, "udah!"

"Ayo masuk kelas kalo gitu, jadwalnya Pak Juky nih!"

Kali ini, Runa hanya membalas dengan anggukan. Sebelum memutuskan untuk segera meninggalkan halaman belakang sekolah dan masuk ke dalam gedung lagi, bertemu Susan dan Seila dan bersama-sama menuju kelas.

To Be Continued

A/n

Ditunggu vote dan komentarnya~

Dire PlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang