Setelah seminar, Naka segera kejar-kejaran dengan seluruh urusan untuk keringanan UKT. Ia beruntung karena Pak Bahar senantiasa mengawalnya hingga urusannya selesai. Masalahnya kini hanya satu. Uangnya untuk membayar UKT yang sudah dipotong dua puluh lima persen, masih kurang dua ratus ribu rupiah. Niatnya, Naka akan meminta bantuan Wisnu, tetapi begitu mengingat kejadian semalam, ia langsung mengurungkan niat. Akhirnya, Naka memutuskan untuk membayar UKT di hari terakhir pembayaran, yaitu besok. Peduli setan kalau ia harus tidak tidur demi mengumpulkan kekurangannya.
Naka mampir ke indekos sejenak hanya untuk meletakkan tas berisi laptop yang ia dapatkan dari laboratorium serta tabung gambar yang sedari tadi ia bawa kemana-mana. Laki-laki dengan rambut terikat itu mengganti kemeja dengan kaus putih polos dan celana dasar dengan denim yang warnanya sudah memudar. Tidak lupa, Naka mengenakan jaket ojek kebanggaannya.
"Tumben masih siang udah di kos, Bang?" Iqbal yang jarang kelihatan, menyapa Naka yang baru keluar dari kamar.
"Mampir bentar, ganti baju." Naka menutup kamar dan mengunci pintunya. "Gue mau cabut lagi."
"Narik, Bang?"
"Yoi." Naka melambaikan tangan dengan ceria. "Jangan kangen, ya."
Laki-laki yang mengenakan baju tidur itu langsung melongo.
"Bercanda, Bro."
Iqbal tertawa. "Hati-hati, Bang."
Sebelum melaju, Naka memeriksa alamat yang dikirimkan. Hanya dengan sekali lihat, ia bisa menghapal lokasi tujuannya. Naka tidak terburu-buru, tetapi juga tidak santai. Ia mengendarai motornya sambil memikirkan cara mengumpulkan uang untuk mencukupi kebutuhan UKT-nya.
Tanpa terasa, laki-laki berjaket ojek itu sudah memasuki komplek mewah. Ia melambatkan laju motornya hanya untuk menikmati desain bangunan megah yang berjejer di kiri dan kanannya. Begitu tiba di alamat tujuannya, Naka membunyikan klakson Jamillah dan pintu tinggi tersebut terbuka otomatis. Kalau tidak sadar diri, laki-laki bermata sipit itu pasti sudah berseru heboh karena takjub.
"Mas Nayaka, ya?"
Aguy, bisa tahu nama gue. Naka melepas helmnya terlebih dahulu sebelum tersenyum dan menjawab, "Iya, Pak."
"Silakan masuk, Mas. Ibu sudah pesan, motornya ditinggal di pos aja."
Naka melongo heran. Rasanya asing, seolah-olah ia terpaksa berpisah dengan belahan hatinya. Meski agak bingung, Naka tetap masuk dengan percaya diri. Pintu yang ada di hadapan Naka kini, tingginya hampir lima meter. Lehernya sampai sakit karena mendongak terlalu lama hanya untuk menikmati ukiran dan lampu hias yang menggantung di langit-langit.
Rasa takjub Naka tidak hanya sampai di sana. Ia sempat dibuat mundur dua langkah ketika pintu tersebut dibuka. Seorang wanita paruh baya membuka pintu tersebut dan sempat kelihatan cukup kaget begitu melihatnya.
"Selamat sore, Bu?" Rasanya Naka ingin bersimpuh pada wanita elegan yang ada di hadapannya kini. Kalau sampai yang menyambutnya ini adalah pembantu di rumah tersebut, sepertinya Naka sudah siap menjadi sugar baby nenek-nenek kaya tempo hari.
"Selamat sore. Mas Nayaka, ya? Ibu udah nunggu di dapur. Mari saya antarkan."
Aguy, betulan pembantunya. Naka masih melongo ketika wanita tersebut mengulurkan tangan.
"Jaketnya, boleh saya simpan, Mas?"
Biasanya, Naka akan gugup maksimal ketika Ayu memanggilnya Mas, tetapi kini ia jauh lebih gugup karena tahu kalau jaketnya tidak bersih apalagi wangi. Ia berniat menolak, tetapi wanita paruh baya dengan rambut tergulung itu tetap mengulurkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuncen Kosan
General FictionMau diantar jemput, tapi nggak punya ayang? Mau diantar makan siang waktu istirahat? Mau diangkatin galon ke lantai atas? Mau perbaiki saluran air, listrik, kipas angin, AC, mesin cuci? Tidak perlu gundah ataupun risau. Semua masalah Anda bisa seles...