Satu hari setelah ulang tahun Ayu, Naka sengaja tidak menawarkan untuk mengantar Ayu. Ia malah pergi pagi-pagi sekali untuk mulai narik. Setelah mengantar Bu Endang ke pasar, laki-laki berambut gondrong itu langsung meluncur berkeliling kota untuk mengantar para pejuang cuan yang hendak berangkat bekerja.
Setelah mendapat sepuluh penumpang, Naka bertolak ke rumah sakit untuk menjenguk adik kesayangannya. Yoyo masih dalam masa pemulihan, hal itu juga membuat anak-anak indekos serasa memiliki rumah kedua saking seringnya bolak-balik ke sana.
Naka membuka pintu tepat ketika Ilham juga melakukan hal yang sama. "Anah! Jam berapa ini, Ham? Kok lo di sini?"
"Lo yang ngapain di sini? Tumben banget tadi pagi nggak berisik bangunin gue." Ilham batal keluar dari kamar Yoyo.
"Oy, Yo. Gimana kabarnya?" Naka melewati Ilham dan sengaja tidak menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan oleh abang tertua indekos itu.
Yoyo kontan memutar bola matanya malas dan menghela napas. Laki-laki yang doyan main drum itu memberi kode dengan gerakan alis, tetapi sayangnya Naka tidak peka. "Bang, liat Mas Ilham, tuh."
"Nayaka Sukandar!"
Ketika Naka berbalik, ia sudah melihat Ilham berdiri tegak dengan tangan terlipat di dada. Auranya tambah kuat karena laki-laki yang mengenakan kemeja lengan panjang itu menggulung lengan bajunya hingga siku. "Aguy! Doyan banget panggil nama lengkap gitu."
Yoyo tertawa geli begitu melihat ekspresi Naka yang agak takut. Wajah laki-laki yang duduk di ranjang rumah sakit itu semakin cerah ketika Ilham menjewer telinga kuncen kosan dengan mudah.
"Ini kuping cantelan aja atau gimana?" Ilham tidak melepaskan tangannya dari telinga Naka.
"Ampun, Bang." Naka langsung menutup kedua telinganya begitu Ilham melepaskan tangannya.
Yoyo tertawa puas. "Udah lama banget nggak liat kalian berantem kayak gini."
Naka cemberut. "Ini sih bukan berantem, tapi kekerasan dalam rumah tangga."
Dengan senyum yang masih sama, Yoyo menarik ujung jaket Kuy Ojek! yang dikenakan Naka. "Gimana kejutan buat Mba Ayu kemaren, Bang? Aku nunggu ceritanya, lho. Apa udah jadian?"
Yoyo langsung melihat Naka dan Ilham bergantian. Bola matanya sangat sibuk melihat keduanya. Wajah Ilham langsung panik, ia segera menyilangkan tangan di depan wajah sedangkan wajah Naka langsung menggelap begitu nama Ayu disebut.
Demi menyelamatkan suasana yang sudah telanjur canggung, Ilham berdeham. "Gimana skripsi lo, Ka?"
"Iya, Bang. Gimana, tuh? Denger-denger udah seminar, kan?" Yoyo berusaha terus tersenyum.
Naka menghela napas sebelum menjawab, "Aman, tenang aja. Tunggu aja undangan wisuda gue, ya."
Hening kembali tanpa diundang. Ilham kembali berdeham sebelum akhirnya buru-buru pamit dari sana setelah melihat jam.
"Hari ini bawain apa, Bang?" Yoyo masih berusaha bertanya dengan wajah seceria mungkin.
Bibir Naka tertarik, membentuk segaris senyum samar. "Mangga, nih. Dikasih penumpang. Gue langsung keinget lo suka mangga. Mau dikupasin nggak?"
Yoyo langsung mengangguk cepat. Tanpa menunggu waktu lama, laki-laki yang mengenakan pakaian pasien itu sudah memegang garpu dan sepiring mangga yang sudah dipotong, sedangkan Naka sibuk menggerogoti sisa daging buah yang menempel pada biji mangga.
"Bang, makan yang ini aja." Yoyo menyodorkan potongan mangga yang dikupas oleh kuncen kosan itu.
"Anah. Enakan ini kali, yo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kuncen Kosan
Fiksi UmumMau diantar jemput, tapi nggak punya ayang? Mau diantar makan siang waktu istirahat? Mau diangkatin galon ke lantai atas? Mau perbaiki saluran air, listrik, kipas angin, AC, mesin cuci? Tidak perlu gundah ataupun risau. Semua masalah Anda bisa seles...