Angkasa Murka

142 7 2
                                    

Pagi ini sinar mentari tertutup awan tebal membuat hawa menjadi sangat dingin. Hal itu membuat Bintang semakin menyamankan tidurnya dalam pelukan sang kakak kembar yang hanya diam memperhatikan setiap gerak geriknya.

"Sa!" Panggil Vino.

Angkasa hanya berdehem tanpa mengalihkan perhatiannya dari wajah pucat sang adik.

"Tadi Andra nemuin sesuatu diteras rumah Bintang pas disuruh ambil baju ganti."

Angkasa mengernyit, dia menjadi penasaran sehingga melirik Vino yang masih melanjutkan ceritanya.

"Andra kaget pas buka kotaknya yang ternyata isinya surat ancaman sama potongan jari kelingking seseorang."

"Tapi keliatannya jari itu hasil fermentasi, soalnya ada bau-bau obat."

Angkasa menyangga kepalanya menggunakan tangannya dan menatap penuh pada Vino.

"Maksud lo?"

"Ada seseorang yang sengaja mau nakut-nakutin Bintang dengan cara ngirimin surat ancaman sama potongan jari."

"Sudah dites dna itu jari siapa?"

"Mahen lagi ngetes, katanya sih hasilnya bakal keluar malam ini."

Angkasa terdiam, pikirannya berkecambuk. Ia jadi memikirkan jika itu adalah jari tangan paman mereka yang sudah dibunuh oleh Arga belasan tahun lalu.

"Sa!! Oy budeg!!" Panggil Vino.

"Ehh iya Vin?" Kaget Angkasa.

"Ehh iya, ehh iya, gue lagi ngomong anying, lo malah ngelamun." Sungut Vino.

"Sorry, lo ngomong apa?"

"Mahen barusan kasih tahu gue, itu jari tangannya Om Jae, ayahnya Joshua." Jelas Vino sembari menatap was-was Angkasa yang sudah mengeraskan rahangnya.

"Sa?" Vino mencoba memanggil Angkasa namun nihil. Cowok itu memandang lurus kedepan dengan tatapan tajam yang bahkan baru kali ini Vino melihatnya.

"Eunghhh,,,"

Lenguhan Bintang yang akhirnya mampu mengalihkan perhatian Angkasa. Angkasa segera menoleh kearah sang adik yang tengah mengucek kedua matanya.

"Kak, Mama mana?" Tanya Bintang parau.

"Mama sama Papa lagi pulang istirahat sama ngambil baju ganti buat kamu."

Bintang mengernyit, ia melihat gelagat aneh sang kakak. "Kakak marah?"

"Huh? Enggak, siapa yang marah sama siapa?" Elak Angkasa.

"Tuh wajahnya kelihatan banget kalau lagi marah?"

Angkasa tak menjawab melainkan memeluk erat sang adik. Bintang yang tak paham hanya diam membiarkan sang kakak.

Setelah beberapa saat memeluk sang adik, kini Angkasa melepaskan pelukannya dan menatap Bintang dengan tatapan yang tak Bintang pahami.

"Lo kenapa sih?" Heran Bintang. Bahkan ia sampai tak sadar jika bahasanya sudah berubah.

"Gak papa." Sahut Angkasa sembari tersenyum.

Bintang mengernyit tidak suka, namun ia lebih memilih diam dan menyandarkan kepalanya pada bahu Angkasa.

"Kenapa? Pusing?" Cemas Angkasa. Bintang hanya mengangguk.

Angkasa segera menekan tombol darurat disamping ranjang, tak lama kemudian beberapa perawat dan dokter masuk keruangan itu.

"Biar dicek dulu ya sama Dokter Bayu?" Bujuk Angkasa kala Bintang tak mau melepas pelukannya.

Bintang dan Angkasa-nya                                         BROTERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang