Angkasa duduk termenung dibalkon kamar Vino, setelah Langit mengatakan nama asli Bintang, entah mengapa ia merasa jika Bintang adalah kembarannya.
"Ma, apa Bintang Derovano Branata nama panjangnya?" Gumamnya sembari menatap bintang.
Puk
Vino menepuk pelan pundak Angkasa membuat remaja itu menolehkan kepalanya.
"Apa yang lagi lo pikirin sa?" Tanya Vino sembari menyerahkan cokelat panas pada Angkasa.
"Thank's. Gue cuma lagi bingung aja, apa Bintang itu yang lagi gue cari?" Kata Angkasa.
Vino menatap lurus kedepan, pikirannya berkecambuk memikirkan hal yang sama yang tengah sahabatnya pikirkan.
"Siapa nama panjang Bintang?" Celetuknya.
"Gue gak ingat Vin, lo kan tau kita dipisahin waktu umur kita masih kecil, gimana mau ingat? Ingat nama sendiri aja alhamdulillah." Ceplos Angkasa.
"Sialan lo!! Gue serius goblok!" Kesal Vino.
Angkasa hanya menyengir lebar hingga membuat Vino hanya bisa menghela nafas sabar. Sahabatnya ini memang sering sekali membuatnya darah tinggi.
"Vin, dipanggil Mama." Panggil Langit tiba-tiba.
"Oh ok, gue turun sekarang." Sahut Vino.
"Ikut gak?"
"Ogah! Lo yang dipanggil ngapain gue harus ikut?" Sahut Angkasa.
Vino hanya mendelik kemudian segera bangkit berjalan keluar kamar, meninggalkan Angkasa dengan segala pikirannya.
"Kalau memang itu kamu, apa kamu masih inget sama aku?" Monolognya.
Sedangkan Bintang, remaja itu tengah duduk diranjangnya. Dia baru saja selesai makan dan meminum obatnya. Dia benar-benar membenci dirinya sendiri yang lemah, baru bermain sebentar dia sudah tumbang.
"Bin, Papa ada janji ketemuan sama kolega Papa, kalau Papa tinggal gak papa?" Tanya Dio.
"Gak papa Pa, Bintang udah baikan kok." Kata Bintang sembari tersenyum.
"Gimana kalau Papa suruh temen-temen kamu kesini? Biar mereka bisa temenin kamu?" Usul Dio.
"Boleh, tadi juga kak Langit adik tirinya dateng, bisa ajak kesini sekalian. Bintang belum kenalan soalnya." Cengirnya.
"Ya udah, kalau gitu kamu istirahat aja ya? Biar Papa telfon Langit." Kata Dio sembari mengecup kening sang putra sebelum beranjak keluar.
"Sa, lo dimana? Masak iya, gue harus mati dulu baru lo nemuin gue?" Monolog Bintang sembari menatap keluar jendela.
Dilantai satu, Dio tengah menelfon Langit dan memintanya datang menemani Bintang. Tak lupa disuruh mengajak adik tirinya.
"Ok om, Langit kesana sekarang."
"Ya udah, nanti kalian langsung kekamarnya Bintang aja ya? Om ada janji sama kolega diluar soalnya." Kata Dio.
Setelahnya, Dio melangkah menuju ruang kerjanya dan tak lama kemudian keluar dengan setelan jas rapinya dan berlalu meninggalkan rumah.
Bintang yang mendengar suara mobil ayahnya menjauh menghela nafas pelan. Dia kembali menatap kosong langit-langit kamarnya sembari mendekap foto kecil dirinya dan sang kembaran.
Tak lama kemudian, Langit bersama Vino dan Angkasa sudah sampai dirumah Bintang. Teman-teman mereka yang lain juga tak lupa dihubungi namun hanya beberapa yang bisa datang, selebihnya tengah sibuk dengan urusan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang dan Angkasa-nya BROTERSHIP
أدب المراهقينDikala bintang yang harus terpisah dari angkasanya dan disanalah semuanya bermula Apapun akan dilakukan agar bintang tetap bisa bersama angkasa-nya, walau nyawa harus menjadi bayarannya Ini hanya sepengal kisah dua saudara kembar yang harus terpisah...