07 - Bab

1K 94 4
                                    

Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Enja untuk berjalan di tempat sebesar kampusnya ini, apalagi hanya untuk mencari teman temannya.

Dia juga kan sedang banyak pikiran yang membuat Enja harus mati matian menahan sehala keresahan dan kekacauan yang berkecamuk dalam dirinya, dia sangat membenci memiliki beban pikiran, jika tidak ada masalah dia sangat tidak ingin.

Saat ini Enja sudah berhasil menemukan sahabatnya, yang mana disitu dia mulai menghampiri Haedar untuk berpamitan.

"Haedar, gue balik sendiri" ucap Enja secara tiba tiba.

"Lo emang dari tadi kan udah sendiri bangsat" ucap Haedar dengan kesal, kenapa tiba tiba temannya seperti ini.

"Oh ya hehe" jawab Enja gugup diselingi kekehan kecil, dia tidak pandai berbohong sebenarnya.

"Lo nyembunyiin sesuatu dari gue?" Haedar bertanya sembari mengangkat sebelah alisnya dan tangan yang di lipat di dada, dia paham betul sifat Enja sebenarnya.

"Apaan dah" elak Enja berusaha terus menyembunyikan sedang terjadi.

Sebenernya Enja tidak ingin bertanya dulu pada Haedar dan yang lainnya jika mereka punya masalah, dia hanya ingin tau dari orang yang tadi, ya orang yang katanya ingin menjelaskan semuanya pada Enja di kafe nanti.

"Lo kalo bohong ke gue itu ketara" ucap Haedar terus menekan Enja agar berusaha jujur.

"Iya tapi gue gk ada bohong, dahlah minggir" ucap Enja menyuruh Haedar menepi dari pandanganya, dia langsung pergi meninggalkan Haedar di parkiran dan menaiki motornya.

Kemana? Tentu saja ke kafe yang sudah di beritahu oleh orang tadi, jika bertanya siapa namanya? Namanya adalah Tino.

Tino adalah orang yang dari dulu tidak pernah akrab dengannya, ya mereka selalu bersaing dari segala hal. Pelajaran, tampan, dan lainnya soal prestasi.

Semuanya mereka bersaing, Enja sendiri tidak pernah menganggap saingan karena bagi Enja Tino bukanlah apa apa, dalam segi apapun Tino sudah kalah. Tapi bagi Tino itu beda, dia memaksa membenci Enja bahkan tidak menyukai Enja karena dia selalu kalah dalam banyak hal dari Enja.

Julukan pangeran kampus itu selalu membuat Tino panas, padahal itu bukan keinginan Enja sendiri bukan? Dia hanya mengiyakan semua ucapan orang lain karena dirinya malas menanggapi.

Julukan pangeran kampus itu selalu membuat Tino panas, padahal itu bukan keinginan Enja sendiri bukan? Dia hanya mengiyakan semua ucapan orang lain karena dirinya malas menanggapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhirnya sekarang Enja sudah sampai di tempat tujuan, dimana dia baru saja memberhentikan motornya di parkiran Kafe. Dia melangkahkan kaki berjalan kedalam, sampai dimana dia harus menunggu si Tino yang begitu lama sampai membuat Enja ingin pulang saja.

Ntahlah, enja saja sampai menghabiskan 3 kopi dikafe agar tidak merasa kantuk. Dari jam 2 siang sampai hampir jam 5 itu tidak adil.

"Dah lama?"

Enja mendongakkan kepalanya, dia berdecih pelan dengan tatapan tajam. Tentu saja, dia sudah hampir lumutan disini demi menunggu Tino.

"Mata lo buta?" Umpat Enja.

Remember Me | Nosung [ End ✓ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang