Bagian 17

2.6K 193 22
                                        

....Happy reading....
°_____________________°



Terik sinar matahari mulai terlihat di pagi ini, tentu saja akan terasa panas karena hari akan semakin menjelang siang yang mana membuat gerah sekaligus membuat kering dahaga.

Seperti saat ini, Sabiel sedang duduk di pinggir lapangan outdoor sekolah. Kelasnya sedang mengikuti praktek olahraga di jam pelajaran kedua, bayangkan saja bagaimana panasnya udara di jam segini. Sabiel saja lesehannya sambil mengipas-ngipas wajahnya yang berkeringat mengunakan tangan.

Dia tidak sendiri, ada dua temen sekelasnya yang ikut duduk bersamanya di sisi lapangan. Sebut saja namanya Aziel dan Heuningkai si bule asli keturunan Batak, panggil saja dia kamal. Sebenarnya di pelajaran kali ini hanya praktek tendang bola ke gawang saja, setelah itu murid-murid di beri jam kosong karena guru olahraga pengganti mereka sedang ada urusan di luar sekolah. Pak Jhon masih masih sakit, kita doakan saja agar beliau cepat mening—Ehh!! Cepet sembuh ya teman-teman:)

Sebagian anak kelas langsung pergi ke kantin, ada pula yang pergi ke kelas, terutama anak cewek yang sudah tak terlihat lagi batang hidungnya di lapangan karena anak cowok memutuskan untuk bermain bola saja selagi jam pelajaran masih berlanjut.

Sabiel mengalihkan pandangannya pada Ayden yang terus mengiring bola dengan lihainya, sesekali ia juga bersorak gembira saat temannya itu berhasil mencetak gol beberapa kali. Ayden memang suka permainan sepak bola, tapi tidak dengan bola basket. Dia payah dalam hal itu.

Sementara untuknya sendiri. Hmm, entahlah. Sabiel orangnya mageran kalo soal olahraga, tapi bukan berarti dia tidak bisa bermain. Hanya saja, jiwa kaum rebahannya lebih mendominasi daripada gerak sana sini. Cape bro.

Priiiiitttttttt

Pekikan suara priwit dari Yudha (wasit) membuat permainan sepak bola mereka berhenti. Sabiel menatap teman-teman sekelasnya yang sedang beradu argumen, sepertinya mereka sedang ada masalah. Lalu selang beberapa menit, satu orang lelaki jangkung keluar dari lapangan dan mulai berjalan ke tempat Sabiel berehat.

"Woy gantiin gue toh main." Ucap Marcel ketika sudah sampai di pinggir lapangan. Menatap tiga orang yang sama sekali tak mengindahkan Ucapannya.

"Gak ah, barusan aja gue udah main. Lo aja deh Kamal!" Balas Aziel yang ogah-ogahan.

"Kok gue? Tadi gue juga udah main anjir." Tolak Kamal nyolot.

"Lagian kenapa sih harus ganti pemain?" Tanya Aziel agak jengkel.

Marcel menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Gue gak sengaja dorong si Ersa"

"Pelanggaran dong!" Ucap Aziel.

"Ya makanya gue di ganti." Balas Marcel menatap keduanya.

"Buset! itu anak udah kurus kerempeng kesenggol pula. Apa ngga terbang dia?!" Aziel turut prihatin.

"Nggak terbang justru malah nyusukk—eh nyursuk, Nyeugsukk, nyursikk—IH APASIH KESEL GUE!!"

"NYUNGSRUK IRAGOO!!" Ujar Kamal dan Aziel barengan. Gregetan dengan mulut typo Marcel.

Sabiel yang dari tadi cuma ngedengerin percakapan mereka bertiga hanya terkikik geli. Humor mereka receh juga ternyata.

"Eh, Bocil smoll." Panggil minhee, baru sadar dia kalo Sabiel ada di sana.

Padahal posisi Sabiel ada di tengah-tengah Kamal dan Aziel, Setinggi apa sih mereka sampe Sabiel aja gak keliatan.

"Apa anjing?" Balas Sabiel sensi gara-gara di panggil Bocil.

"sejak kapan lu duduk di sini? Kok gak keliatan?" Tanya Marcel

Sabiel mendengus, "Buta mata lo! Makanya jangan liat keatas Mulu."

My Brother Tsundere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang