NYT [Lets Play The Game] 🔞

4.3K 7 0
                                    

Cara dalam berselingkuh memang memiliki rupa macam cara untuk menutupi kebohongannya, dimulai memiliki dua buah ponsel, memiliki dua nomer telepon, atau mungkin seperti Wahyu? Seakan tak ada bukti perselingkuhan karena mereka tak pernah berkomunikasi melalui ponselnya.

Bahkan, orang normal pun akan melihat Wahyu dan Zalfa hanyalah sebatas dosen dan juga mahasiswa.

Tapi mereka semua salah.

Wahyu dan Zalfa melakukan perselingkuhan yang cukup lama hingga tak ada satu pun dari orang-orang disekitarnya yang mengetahui hal itu. Hubungan keduanya sudah berjalan kurang lebih satu tahun, tepatnya saat Zalfa sempat mengambil cuti agar dapat menyelesaikan skripsinya pada saat itu.

Namun nyatanya Zalfa tak dapat menyelesaikan skripsinya, sehingga ia pun tak melanjutkan kembali proses bimbingannya dan membuat ia lebih memilih fokus pada pekerjaan sampingannya, yaitu sebagai seorang asisten dosen.

Sebenarnya Zalfa tak keberatan dijadikan bahan pemuas nafsu oleh dosen pembimbingnya. Karena selagi skripsinya aman, Zalfa pun akan terus melakukannya sampai ia mendapatkan gelar pada belakang namanya.

Rafli.

Hai, ada waktu enggak?

Zalfa mematikan layar ponselnya kala membaca pesan singkat yang dikirim oleh Rafli kepadanya. Kakinya pun bergegas melangkah untuk menuju ruang dosen yang ada di depannya.

Mata Zalfa begitu hati-hati, memastikan jika tak ada orang yang melihat dirinya masuk ke dalam ruangan Wahyu, agar tak menimbulkan omongan buruk tentang dirinya dan juga tentang dosennya.

Ya, cukup buruk sebenarnya. Karena siapa yang akan berpikir positif tentang dua orang yang tengah melakukan bimbingan skripsi pada pukul sembilan malam? Apakah tidak ada waktu lain selain pukul sembilan malam?

Begitu Zalfa masuk ke dalam ruangan tersebut, ia dibuat tertegun dengan ketampanan lelaki berparas dewasa yang tengah menunduk dan fokus akan layar laptopnya. Kepalanya bertumpu pada tangan kirinya, membuat Zalfa menggeleng kepalanya dengan cepat karena tak ingin memandang dosennya terlalu lama.

"Saya tampan?" tebak Wahyu yang sadar jika mahasiswa di depannya cukup memperhatikan dirinya sejak tadi.

"Ahh—enggak...." jawaban Zalfa membuat Wahyu melepaskan kacamata yang bertengger di batang hidungnya. "Eh, maksud saya bukan begitu, pak." ucapnya lagi yang kini membenarkan perkataannya dengan cepat.

"Duduk, Zalfa. Kita lihat sejauh mana progres pengerjaan skripsimu, ya."

Zalfa pun menarik kursi di depannya, membuat mereka saling berhadapan satu sama lain dengan meja yang memiliki panjang enam puluh lima senti meter.

Kini tangan Zalfa memberikan kertas yang ada di dalam tasnya, meminta Wahyu agar dapat memeriksa kesalahan dirinya dalam kepenulisannya kali ini.

Bibir Zalfa seakan kelu melihat mimik wajah Wahyu yang cukup serius. Tatapan matanya, gerakan jarinya yang tengah menjentik pada kertas skripsinya, benar-benar membuat Zalfa tak bisa berkutip pada saat ini.

Zalfa benar-benar tak menyelesaikan bab duanya dengan baik. Justru ia meminta soft file bab dua milik temannya dan ia mencetak dokumen tersebut untuk ia jadikan bahan bimbingannya pada malam ini.

"Kamu mau jujur ke saya atau saya suruh ulang untuk tulis dari bab satu?" Wahyu meletakkan kertas tersebut tanpa minat. Menatap perempuan di depannya dengan malas karena kesalahannya saat ini. "Saya kasih tulisan hasil revisi saya itu sudah cukup baik loh, Zal. Kamu hanya perlu merubah, memperbaiki kosa katanya, dan bab satu kamu selesai kan?"

Zalfa menunduk karena tahu akan kesalahannya. Matanya tak berani menatap mata lawan jenisnya meski keduanya tengah membicarakan hal yang cukup serius di matanya.

Padahal, Zalfa mengira, jika Wahyu tak sadar akan hal ini. Namun nyatanya lelaki itu pun sadar, membuat Zalfa semakin takut untuk menunjukkan hasil kerjanya pada sang tuan.

"Judulmu itu apa? Pengaruh keputusan pembelian kan? Kenapa penelitian terdahulunya pakai yang ini?" tunjuk Wahyu pada kertas di depannya.

"Maaf, pak. Saya sebenarnya belum mengerjakan bab dua sama sekali karena saya cukup sibuk belakangan ini." kepala Zfa terangkat, memberanikan diri untuk menatap lawan bicaranya meski ia sedikit ragu untuk menerima reaksi sang tuan.

Zalfa pun tak berani menggoda Wahyu lebih dahulu, meski hanya untuk keselamatan dirinya dalam pengerjaan bab duanya.

"Kira-kira kamu bisa lulus tahun ini enggak kalau begini caranya?" tanya Wahyu yang membuat Zalfa mengadahkan kepalanya kala sang tuan berdiri dari kursinya.

Wahyu duduk di tepi meja, tangannya bersidekap di depan dada, dan menatap perempuan di depannya dengan bibirnya yang tersungging. Semakin melihat perempuan itu takut, semakin naik juga fantasi Wahyu dalam membayangkan sang puan yang memohon ampun kepada dirinya.

Kini tubuh Wahyu merendah, tangannya meremat rahang Zalfa dan membawa wajah itu untuk mau menatapnya. Sedikit hembusan nafas menyapu wajah sang puan, membuat bibir gemas Wahyu melumat bibir ranum milik Zalfa, dan mata sang puan pun dibuat terpejam hanya dengan sebuah sentuhan yang ia berikan saat ini.

"Say please, coba....." goda Wahyu yang menarik bibirnya dari bibir lawan jenisnya.

Zalfa yang frustasi pun menarik kerah kemeja Wahyu, seakan meminta lelaki itu untuk tak menggodanya lebih jauh.

Tapi Wahyu tak bisa diperintahkan dengan Zalfa. Dirinya yang cukup dominant justru membuat Zalfa lah yang bertekuk lutut hanya dengan sentuhan-sentuhan bibirnya saat ini.

Zalfa mengerang, tangannya sulit untuk menjangkau tubuh Wahyu dikarenakan sang tuan menahan kedua tangannya. Tak hanya di kunci dengan tangannya, kini Wahyu pun mengunci pergelangan tangan Zalfa dengan ikat pinggang yang melingkar di perutnya.

Kemudian bibir Wahyu kembali melumat bibir Zalfa, membuat desahan merdu sang puan terdengar cukup seksi di telinganya.

Selanjutnya kalian bisa akses cerita ini ke twitterku, dengan klik link yang ada di bio dan cari tulisan (NYT 🔞>>Lalu klik judulnya "Lets Play The Game.)

Terima kasih 🫶🏻

Yang mau request, bisa dm atau comment yaa
Mohon maaf atas keterlambatannya 🙏🏻

Oneshoot NC 21+ [Part 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang