37. Malam Pertama

16.5K 457 21
                                    

Bumi menaruh tubuh Ansara dengan hati-hati, perasaan hangat di sekujur tubuh, pun pening yang menyapa isi kepala, tidak membuat lelaki itu tergoyahkan. Gaun tidur Ansara yang masih terbungkus robe, membuat Bumi meneguk saliva. Pemandangan Ansara yang terengah karena ciumannya, ditambah wajahnya yang memerah karena mabuk, membuat pikiran Bumi makin tak karuan.

Perlahan, Bumi menarik simpul yang mengikat di pinggang Ansara. Berhati-hati sekali, seakan tengah membuka kado favoritnya di hari natal. Sepanjang untaian tali itu terlepas, Bumi tertegun. Apalagi saat kain tersebut terhempas dan menunjukkan gaun pendek sepaha dengan belahan dada rendah yang Ansara kenakan malam itu terlihat jelas, menambah tensi diantara keduanya, sebab netra Bumi makin sayu, sedangkan Ansara sibuk menutupi dirinya sendiri yang berpakaian minim.

"Saya gak pernah tahu kamu punya gaun tidur seminim ini, An". Komentar Bumi, sibuk menarik tangan Ansara agar tidak menutupi lekuk tubuh indahnya.

Ansara menggigit bibir, menutupi wajahnya malu karena ketahuan sengaja bersiap untuk malam seperti ini. "Ini dikasih Mama, Mas. Tapi, An belum pernah pakai. Soalnya, aku kira.. Kamu gak akan tertarik untuk sentuh aku. Cuma, hari ini aku sengaja pakai".

Bumi tersenyum asimetris. "Gak tertarik kamu bilang?". Lelaki itu lantas meraih tangan Ansara dan membawanya tepat ke tengah celananya, menaruh telapak tangan mungil itu disana, agar merasakan betapa semangatnya tubuh Bumi bereaksi saat ini. "Kerasa kan?".

Ansara membelalakan mata, total kaget saat tangannya dipaksa memegang benda keras disana. "K—Keras".

Bumi kembali mengulas senyum setelahnya, merunduk agar bisa meraup bibir Ansara kembali dengan bibirnya. Hanya sejenak, berniat merenggut kewarasan sang gadis yang sudah diujung tanduk, lantas melepas ciumannya setelahnya. "Kamu gak pernah tahu seberapa kuat saya nahan diri setiap sama kamu, Ansara".

Ansara merasakan ciuman Bumi perlahan turun ke leher dan pundaknya, berbisik mesra disana. "Kamu gak tahu berapa banyak malam saya habisin dengan mandi air dingin karena kamu..".

Ansara menaruh tangannya di dada Bumi, tak ayal merasakan debaran jantung pemuda itu dibawah telapaknya. Suara Ansara serupa rintihan, halus dan terkesan merengek. "Kamu gugup ya, Mas? Deg-degan begini..".

Bumi menghentikan cumbuannya, menarik diri sejenak untuk memperhatikan wajah cantik dibawahnya, dan memperhatikan juga tubuh Ansara yang kini pakaiannya berantakan. Bumi membasahi bibirnya, berucap dengan suara berat. "Iya, ini pertama kalinya saya gugup waktu mau tidurin perempuan".

"Kamu.. Kamu mau ngelakuin ini. Apa kamu udah mulai mencintai aku, Mas?". Ucap Ansara pelan, pelan sekali.

Ansara tidak lagi mengingat dengan detail potongan kegiatan mereka setelahnya, sebab setelah kain terakhir yang menutupi tubuhnya jatuh ke lantai, Bumi tak henti mencumbunya. Mengecup, menghisap, bahkan memanjakan seluruh titik rangsang Ansara yang tak pernah gadis itu ketahui bisa membuatnya merengek habis-habisan. Bumi total tak menjawab pertanyaan terakhirnya tentang perasaan cinta itu.

Dan malam itu, malam pertama mereka, terjadi tanpa disengaja. Menciptakan kehangatan yang mengisi kedua relung hati mereka. Meninggalkan bekas kemerahan di seprai, yang mulanya membuat Ansara meringis kesakitan, namun berakhir terbang ke awan, menikmati malam seakan menemukan nirwananya bersama sang suami, Bumi.

———

Ansara terbangun dengan rasa kebas dan nyeri diantara kakinya. Kepalanya pun sakit bukan main, lantaran semalam kali pertamanya menenggak alkohol, ditambah Ansara juga kurang tidur, sebab Bumi tidak memberinya ampun. Bahkan sempat melakukannya lagi saat mereka tengah bebersih di kamar mandi usai bercinta untuk pertama kalinya.

Lengan Bumi memeluk pinggang Ansara posesif. Sedang nafasnya terasa hangat di tengkuk sang cantik. Ansara menutup wajahnya sendiri tatkala kilasan kejadian semalam melintas di kepalanya. Bagaimana ia berlaku bukan seperti dirinya sendiri. Entah karena gairah yang meletup, atau alkohol yang ia konsumsi. Yang jelas, Ansara tak henti merintih dan merengek, mengeluarkan suara yang tak pernah ia ciptakan sebelumnya sepanjang Bumi mencumbunya.

ANSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang