"Non?".
Suara Bi Mai, membuat Ansara yang tengah menyendiri di ruang kerjajinannya, jadi tersadar. Tanah liat yang berada di genggamannya, kini sudah tidak lagi berbentuk. Gadis itu lantas menaruh kembali gumpalan tanah liat di atas mesin pottery wheel. "Bi? Kenapa?".
"Non An gak apa-apa? Bi Mai panggil dari tadi, cuma Non gak jawab. Bibi khawatir, Non". Balas Bi Mai, sembari mendekat kearah Ansara.
Ansara terkekeh canggung. "Ah, maaf, Bi. An tadi gak denger. Kenapa, Bi?".
Bi Mai menaruh nampan berisi makanan dan minuman. "Ini, Non. Makan dulu, Bibi perhatiin, dari pagi Non An belum makan apa-apa. Bukan apa-apa, Non. Bukan maksud lancang juga. Bibi cuma takut Non An sakit..".
Ansara lantas tersenyum. "Ya ampun, makasih, Bi. Nanti An makan, masih belum laper".
Bi Mai menatap Ansara penuh kasih sayang. "Non.. Maaf ya kalau Bibi suka lancang ke Non An. Bibi itu gak tahu kenapa, kalo lihat Non, jadi inget anak Bibi sendiri. Jadi, Non kalo ada apa-apa dan butuh apa-apa, bilang ke Bibi ya, Non, jangan sungkan".
Ansara terdiam mendengarkan perkataan Bi Mai, gadis itu lantas mengelap tangannya ke kain, kemudian berucap kepada Bi Mai. "An boleh minta peluk gak, Bi?".
Bi Mai terkejut mendengarnya, namun buru-buru mendekat untuk mendekap tubuh mungil Ansara yang masih terduduk. "Atuh boleh, Non".
Dan di dalam dekapan itu, tangis Ansara langsung pecah. Gadis itu terseguk-seguk menumpahkan tangisnya hingga nafasnya tersengal. Tidak lagi bisa berucap, selain terus membiarkan airmatanya berjatuhan, membasahi baju Bi Mai yang kini kebingungan saat menemukan Ansara menangis di pelukannya.
"An sayang banget sama Mas Bumi, Bi..". Rintih Ansara ditengah tangisannya, pilu sekali.
Bi Mai bingung sendiri mengambil sikap, wanita itu hanya terus mengusap punggung Ansara, tahu bahwa kali ini, tuannya itu tengah mengalami suatu hal yang berat. "Non, Bi Mai udah urusin Den Bumi sejak kecil. Dan kalo boleh Bi Mai bicara, Den Bumi itu juga sayang sama Non An. Hanya memang, agak sulit membuat Den Bumi yakin dengan apa yang ia rasakan. Non yang sabar, ya".
Ansara makin tersengal, ucapannya sampai tak lagi bisa keluar dari bibir. Hanya batinnya yang sempat berucap, mengucapkan beberapa kata yang mengiris hatinya kian dalam.
Dia gak pernah mencintai An, Bi.
Selama ini, Mas Bumi sudah memiliki cintanya sendiri.
Justru An yang gak tahu diri.
———
"Saya pulang telat ya, An. Ada urusan penting. Jadi kayaknya, gak makan dirumah. Kamu gak usah tungguin saya". Ucap Bumi di sambungan telepon.
Sedangkan Ansara, menjawab dengan lemah. "Iya, Mas".
Mendengar nada bicara Ansara yang terbilang tidak biasa, ditambah dengan tidak adanya gerombolan pertanyaan yang biasa gadis itu lontarkan, membuat Bumi penasaran. "Kamu kenapa? Kok lemes banget suaranya? Sakit?".
"Enggak. Aku baik-baik aja, kok. Cuma capek aja". Balas Ansara singkat. Gadis itu lantas kembali berucap. "Ya udah. Kamu lanjut kerja aja, Mas. Kamu bawa kunci rumah kan?".
Bumi mengerutkan kening, sebab tidak biasanya Ansara berbicara sedingin ini dengannya, namun, lelaki itu memilih untuk tidak lagi bertanya. "Iya, saya bawa kok".
"Oke. Aku matiin telfonnya ya, Mas. Aku mau mandi dulu". Balas Ansara lagi.
Tut.. Tut.. Tut..
KAMU SEDANG MEMBACA
ANSARA
RomancePernikahan yang bukan dilandaskan cinta, memang mimpi buruk bagi mereka yang tidak menerimanya. Ialah Bumigantara Dhiagatri yang hidupnya harus berubah lantaran dijodohkan dengan Ansara Saskiaputri, seorang gadis yang tidak kenal dan hanya pernah ia...