38. Setelah Hari Itu

12.4K 450 22
                                    

Hari setelah mereka menjadi satu, adalah hari yang luar biasa menyenangkan bagi keduanya. Bumi, yang biasanya terbiasa mengulur waktu pulang ke rumah, berbalik tak sabaran, dan selalu ingin pulang cepat. Berulang kali tersenyum tiap mendapat pesan singkat dari Ansara dirumah, dan berakhir memacu kendaraannya pulang untuk segera bertemu.

Sekarang, mereka nampak jauh lebih seperti suami istri.

Setiap Bumi sampai dirumah, Ansara selalu menyambutnya, menunggunya dibalik pintu dengan senyuman hangat dan ucapan. "Selamat datang di rumah kita, Mas Bumi".

Dan setelah itu, Bumi meraihnya, mencium bibir Ansara sebagai bentuk rindunya, dan berakhir membawanya ke kamar. Hubungan rumah tangga yang awalnya begitu menyesakkan itu, perlahan bergerak kearah yang lebih menyenangkan.

Membuat Ansara banyak sekali tersenyum, dan berakhir menularkan senyum itu pada Bumi.

Mereka bak tengah ditengah guyuran cinta, dimana tak sejengkal pun kulit Ansara, luput dari cumbuan Bumi, seakan begitu menyayanginya dan mendambanya sebagai istri. Sedangkan tidak ada banyak perubahan pada Ansara, gadis itu tetaplah berlaku seperti biasa, mencintai Bumi sepenuhnya, menjadi istri seutuhnya yang mengabdikan hidupnya untuk sang lelaki seorang.

Dan malam ini, rasanya begitu spesial. Tatkala saking dekatnya Bumi dan Ansara sekarang, kulit mereka pun bersentuhan saat tengah mandi. Di dalam bathup berukuran cukup luas, Bumi dan Ansara duduk bersama, dengan Bumi yang memeluk tubuh Ansara, dan sang puan membelakanginya.

Kulit putih Ansara, dibasuh air berulang kali, disabuni, dan terakhir dipijat. Membuat sang gadis terkikik geli berulang kali, sebab tak hanya itu, Bumi juga senantiasa mengecup pundaknya, bergantian ke pipi, lalu ke leher, hingga ke bibir Ansara.

"Aku kayak anak kecil dimandiin begini sama kamu?". Ucap Ansara ditengah kekehannya, membuat tawa Bumi ikut terdengar di telinga.

Sang lelaki lantas berbisik di telinga Ansara, sedang tangannya meremas beberapa bagian, membuat sang gadis sontak menghentikan tawa. "Anak kecil mana yang badannya seseksi ini, An? Bikin saya kepikiran terus seharian ini, pengen buru-buru pulang, padahal lagi di kantor".

Ansara merasakan cumbuan Bumi yang makin berani, bahkan jemarinya mulai bergerak membelai diantara kedua kakinya. "Mas, kamu.. Apa kamu udah mulai mencintai aku?". Bumi sontak membeku, menghentikan kegiatannya, membuat Ansara menoleh karena tak lagi merasakan sentuhan sang lelaki untuknya. "K—Kalau belum, gak apa-apa, Mas. Aku gak berniat memojokkan kamu".

Bumi menghela nafasnya, serta merta mengeratkan pelukan dan menanamkan kecupan lama di tengkuk Ansara. "Saya.. Gak tahu, An, perasaan apa yang saya sekarang rasain ke kamu. Saya takut salah ucap. Tapi, yang jelas, semua udah berbeda dengan dulu. Sekarang, ngerasa saya nyaman bersama kamu".

Ansara tersenyum, menunjukkan binar di wajahnya. "Makasih ya, Mas, udah mau jujur. An seneng dengernya".

Bumi menatap bagaimana selanjutnya Ansara kembali menoleh dan mengecup bibirnya, singkat namun dalam. Bumi tertegun, lantaran itu adalah kali pertama Ansara menciumnya duluan. "Nanti, mudah-mudahan, nyamannya berubah jadi cinta. Kayak yang aku rasain buat kamu, Mas".

Dan disitu, Bumi merasakan hatinya bergetar. Istri mungilnya begitu manis, begitu dalam mencintainya, begitu naif karena tidak pernah mengetahui bahwa Bumi memiliki orang lain dibelakang mereka. Dan bahkan, Bumi juga merencanakan perceraiannya dan Ansara demi orang itu.

Demi Diandra.

Bumi lantas menarik Ansara makin dekat, makin menempel dengannya, dan bibir itu ia kecup dalam, seakan menyamapaikan penyesalannya yang tak mampu berbuat banyak di keadaan ini. Ansara sampai kehabisan nafas karenanya, dan selanjutnya Ansara merasakan pergerakan Bumi dibawah yang hendak menyatukan diri dengannya.

"Mas, mau disini? Kamu gak mau pakai pengaman dulu?". Ansara berbisik, berupaya merebut perhatian Bumi, seakan tahu kalau anak bukanlah hal yang Bumi inginkan saat ini di dalam pernikahannya.

Namun, Bumi menulikan telinga. Lelaki itu hanya meraup bibir Ansara dengan bibirnya, sebelum membenamkan miliknya dalam pada diri sang puan. Berharap kegelisahannya akan terhapuskan dengan persatuan mereka.

Berharap Ansara tidak akan pernah mengetahui mengenai kenyataan yang ia tutupi selama ini.

———

"Ini apa, Mas?". Ucap Ansara saat mendapati beberapa kotak dan paper bag diatas kasur. Gadis itu mengerutkan kening saat melirik kedalam salah satunya.

Sedangkan Bumi tersenyum, memilih duduk disofa ruang kamar dan mempersilahkan Ansara membuka kotak-kotak tersebut. "Itu semua buat kamu, buka aja, An".

"Kok banyak banget? Buat aku semua?". Tanya Ansara balik, lantas duduk di ujung kasur dan mengambil sebuah paper bag untuk membukanya. "Kamu beliin aku tas, Mas?".

Bumi kembali mengulas senyum. "Buka dulu aja semuanya, An".

Ansara menuruti, lantas membuka sebuah lagi. "Sepatu? Kamu belanjain aku begini, habis berapa? Ini masih banyak kotaknya, isinya barang-barang untuk aku semua? Nanti uangmu habis, Mas..".

Mendengar kegelisahan di nada bicara Ansara, Bumi sontak berdiri, kemudian mengambil sepatu branded tersebut dari kotak yang Ansara pegang. Lelaki itu lantas berlutut dan menaruh kaki Ansara di lututnya, dengan lembut mengecup pergelangan kaki Ansara sebelum memasangkan sepatu tersebut di kakinya. "Kamu gak usah takut, Ansara. Uang saya gak sedikit. Gak akan habis cuma karena beliin kamu barang-barang yang akan kamu pakai".

Ansara merasakan pipinya memanas saat Bumi kembali menjatuhkan kecupan di pergelangan kaki Ansara, lelaki itu memandangi heels yang kini sudah terpasang di kaki sang gadis. "Ukurannya pas, kan? Nyaman gak di kakimu?".

Ansara lantas mengangguk, mengiyakan. Selama mereka bercakap, jemari Bumi tak henti memegangi pergelangan kakinya, memastikan kaki Ansara tetap berada diatas lututnya. "Kok kamu tahu ukuran kakiku?".

Mendengarnya, Bumi terkekeh, lantas menaruh kaki Ansara perlahan. Lelaki itu kemudian bangkit untuk menjatuhkan kecupan di dahi sang istri dan menempelkan dahinya disana saat berucap. "Kamu jangan ngeraguin saya, saya kalo udah tertarik sama sesuatu, gak akan main-main".

Ansara menyungginkan senyuman nakal. "Itu maksudnya kamu tertarik sama aku, ya, Mas?".

Bumi tersenyum asimetris, kemudian perlahan bibirnya bergerak kearah telinga Ansara. "Kamu masih tanya, padahal saya udah tidurin kamu berulang kali?".

Ansara sontak tersenyum manis setelah mendengar penuturan itu, mengalungkan tangannya di leher Bumi untuk memeluknya erat. Gadis itu kemudian balas berbisik. "Padahal tinggal bilang kamu juga cinta sama aku, loh".

Bumi nyaris mengucap sesuatu dari mulutnya, sebelum Ansara memotongnya. "Bercanda, Mas. An akan tungguin kamu sampai mengucap cinta tanpa aku minta".

Ansara lantas melerai pelukan itu, agar dirinya bisa menatap Bumi dengan lebih jelas. "Yang terpenting, kamu tahu, dan kamu bisa rasain. Kalo aku sangat-sangat mencintai kamu, Mas Bumi. Kemarin, sekarang dan nanti".

Bumi menatap detail wajah Ansara lekat, menyusurkan jemarinya di wajah mungil itu perlahan. Lantas, Bumi mengecup satu persatu bagian dari wajah itu, dimulai dari kening, lalu turun ke mata kanan dan kiri, hidung, lalu turun ke kedua pipi, dagu, dan berakhir di bibir merahnya.

"Terimakasih, Ansara, istri saya".

ANSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang