29. Epilog (Perpisahan Sekolah)

13 4 26
                                    

Akhirnya aku dan teman-temanku sudah sampai dititik terakhir ini. Semuanya resmi berakhir disini. Semua kenangan baik manis pahit kami lalui bersama. Aku merasa bahagia bisa mengenal mereka semua.

Aku memakai baju seragam putih biru untuk yang terakhir kalinya. Ya, perpisahan kali ini memakai seragam karena agar terasa mendalam karena,  baju ini yang kami kenakan selama 3 tahun menimba ilmu di sekolah ini.

Kami datang bersama orang tua kami untuk menyaksikan perpisahan ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Semua tamu undangan dipersilahkan masuk. Oh iya, perpisahan kami diselenggarakan di gedung serba guna yang sudah dipilih oleh pihak sekolah. Letaknya lumayan jauh dari sekolahanku. Andai saja perpisahannya di sekolah pasti, momennya akan lebih terasa.

Aku dan Ibuku duduk di depan panggung barisan ketiga dari depan panggung. Ayahku ada urusan pekerjaan sehingga tidak bisa menghadiri acara. Aku melihat beberapa teman-temanku bersama orang tuanya mulai berdatangan. Aku mengedarkan pandangan mencari keberadaan para sahabatku. Desi melambaikan tangannya kemudian duduk di sebelahku begitupun Sitha dan Naima mereka duduk di belakangku.

Sepanjang acara dimulai, banyak sambutan dari kepala sekolah serta guru-guru memberi ucapan selamat pada kami.

Setelah sambutan, ada pertunjukan seni dari adik kelas kami yang akan tampil. Setelah pentas seni, acara selanjutnya adalah penyerahan topi dan dasi dari ketua OSIS dan wakil ketua OSIS pada guru yang ditunjuk sebagai penerima. Itu sebagai lambang penyerahan dari kami setelah menempuh pendidikan selama 3 tahun di SMP Cakrawala. Aku tiba-tiba saja mereka melow dimomen ini. Rasanya berat berpisah dengan semuanya.

Setelah semua acara selesai, kamu semu bubar meninggalkan tempat. Aku mencari keberadaan sahabatku. Kami harus berfoto untuk diabadikan.

"Guys, yuk kita foto- foto dulu buat kenang- kenangan," pintaku.

"Yuk, buruan tapi sebelah sana aja ya soalnya disini panas," ujar Desi. Kami mencari tempat agak teduh untuk berfoto.

"Tar, kirimin ya di Facebook," seru Desi. Pada masa itu, masih populer sosial media bernama Facebook.

"Oke deh," ucap Naima.

Setelah selesai, akhirnya kami pulang dengan membawa sejuta kenangan yang tak bisa dilupakan begitu saja.

Saat hendak pulang, aku bertemu dengan Fendi kali ini dirinya sendiri. Ia berjalan mendekatiku.

"Ren, aku mau ngomong sebentar sama kamu," ucapnya. Aku merasa kaget. Ada apa gerangan.

"Y-ya ada apa Fen?"

"Aku mau minta maaf Ren, aku gak bermaksud buat kamu sedih tapi maaf, aku gak bisa terima perasaan kamu," ucap Fendi.

"Aku gak bisa paksain perasaanku sama orang yang gak aku suka," sambungnya. Lagi-lagi aku tertampar oleh kenyataan.

"Ya, aku paham kok Fen. Cinta memang tidak bisa dipaksakan," sahutku. Aku benar-benar mati kutu didepan laki-laki ini. Rasanya ingin menghilang saja dari sini.

"Yaudah kalau gitu Ren, aku pamit dulu," pamitnya.

"Ya Fen." Laki-laki itu pergi dari hadapanku.

Seperti inilah akhir kisahku bersama semua teman-temanku. Bersama sahabat serta cinta pertamaku yang akhir kisahnya tak seperti kisah romantis yang pernah kalian baca. Ini adalah kisah biasa dari anak SMP pada masa itu.

Aku terkadang iri dengan kisah Tama dan Desi yang akhirnya bisa bersama sampai sekarang. Aku sadar nasib kita berbeda. Semua sudah ditakdirkan oleh sang pencipta. Kita manusia hanya bisa berdoa dan berusaha yang terbaik.

Fathan & Putih Biru (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang