Empat bulan kemudian.
Aku sangat bersemangat karena hari ini hari pertama masuk kelas 9. Ya, aku sekarang sudah naik kelas 9. Selama tiga minggu libur, aku hanya santai di rumah tak seperti temanku yang bisa berlibur kemana saja.
"Sekarang udah kelas 9, bentar lagi SMA. Gak bisa ketemu Fendi lagi dong? ya kalau satu sekolah lagi kalau enggak?" Aku masih merenungkan nasibku setelah lulus SMP. Bagaimanakah kelanjutan kisahku dengan Fendi.
"Ren, buruan berangkat nanti telat lho," teriak ibuku dari dapur. Aku melihat jam menunjukkan pukul 06.25. Aku baru ingat kalau ini hari senin, aku harus segera berangkat karena ada upacara bendera.
Aku segera memakai baju seragam putih biru dan tak lupa memasukkan topi biruku.
Aku segera pamit karena aku tak mau telat dan berakhir dihukum.
"Alhamdulillah gak telat," gumamku. Aku memakirkan sepedaku kemudian segera menuju kelas baruku.
Aku melihat kearah kelas baruku. Teman-temanku juga sudah mulai berdatangan. Ku lihat Fendi yang duduk dengan Karin. Ternyata di kelas 9 ini, Fendi duduk bersama Karin? Aku segera mencari tempat duduk yang agak jauh dari mereka.
"Ren, duduk sama aku yuk sini!" pekik Naima yang sudah duduk di meja barisan nomor dua dari depan meja guru.
"Oke Nai," aku akhirnya duduk sebangku dengan Naima.
Aku merasa semakin kecil kesempatanku untuk dekat dengan Fendi. Coba kalian bayangkan jika ada diposisiku yang hanya bisa mencintai orang secara diam dan tak berani mengungkapkan perasaan saat itu. Sungguh, itu sangat menyiksa. Aku tau wanita itu kodratnya menunggu namun, jika tidak coba diperjuangkan, itu membuat beban dihati dan pikiran.
"Ren, kamu ngapain sih bengong mulu, yuk buruan ke lapangan," ajak Naima.
"Iya Nai." Aku dan Naima segera menuju ke lapangan untuk upacara bendera.
***
"Ren, kamu udah punya rencana gak mau sekolah ke SMA mana?" tanya Desi. Sekarang aku, Sitha, Desi dan Naima sedang berada di kantin.
"Pastinya pengen SMA negeri yang favorit gitu sih, tapi gak tau deh liat nanti aja," ucapku.
"Oh, gitu ya," sahut Desi.
"Kalau kamu Des, gimana?"
"Kalau aku kayaknya mau ke SMK deh Ren, soalnya ada magang gitu jadi nanti ada pengalaman kerjanya," ucap Desi.
"Kalau kamu Sit," tanyaku pada Sitha
"Belum tau, masih bingung," jawab Sitha.
"Kalau kamu Nai?" tanyaku pada Naima.
"Kayaknya aku SMA nya gak di Kediri deh Ren, aku mau pindah ke Solo soalnya tahun depan, ayahku pindah tugas kesana," ucap Naima terlihat sedih.
"Sebenarnya masih pengen banget sekolah disini tapi, aku harus ikut orang tua," sambungnya.
"Yah gak bisa ketemu Naima lagi dong." Aku, Desi, dan Sitha sangat sedih mendengar ucapan Naima.
"Aku juga sedih banget, tapi mau gimana lagi dong." Naima juga tampak bersedih.
"Pokoknya kita sekarang harus barengan terus ya, karena nanti kita gak bisa barengan lagi," ucap Desi yang terlihat sedih karena nantinya, kita gak bisa bersama lagi.
"Ya kita gak boleh saling melupakan, meskipun nantinya gak bisa bareng lagi, kita tetap jadi sahabat," ujar Sitha.
"Setuju Sit," timpalku.
"Setuju banget," sahut Naima.
Setelah selesai makan dan berbincang tentang masa depan, kita berempat segera menuju kelas karena ada pemberitahuan tentang jadwal kelas 9 serta jadwal bimbingan belajar untuk persiapan ujian nasional nanti.
Ketika melewati kelas 9F, aku melihat Fathan bersama dengan teman-temannya asik mengobrol dan tertawa riang. Laki-laki itu sekilas menatapku dan kemudian mengalihkan pandangannya. Aku sebenarnya juga merasa sikap Fathan hari ini memang sedikit aneh tak seperti biasanya yang selalu menjahili dan menggangguku.
Aku mengenyahkan pikiran-pikiran negatif itu. Aku harus fokus belajar untuk ujian nasional karena aku ingin masuk SMA negeri favorit.
***
"Oke anak-anak pelajaran hari ini selesai, jangan lupa untuk lebih giat belajar karena sebentar lagi, kalian akan menempuh ujian nasional. Selamat siang, dan hati-hati di jalan," ucap Bu Rahayu, wali murid baru kelasku.
Aku melirik kearah Fendi yang sedang asik berbincang dengan Karin. Aku jadi teringat dulu waktu kelas 8, aku juga duduk bersama Fendi tapi tidak seseru itu. "Apakah aku ini tetap bisa kuat bertahan dengan perasaan ini?" tanyaku dalam hati.
"Ren, aku pulang duluan ya, udah dijemput nih," pamit Naima.
"Oh iya Nai, hati-hati ya," sahutku.
"Oke, see you Renia."
Aku membereskan barang-barangku kemudian bergegas keluar kelas. Aku melihat Fathan yang masih berada di luar kelas.
"Than, pulang bareng yuk," ajakku.
"Maaf Ren, aku gak bisa, aku ada urusan sama Fika sepulang sekolah." Aku mengernyitkan dahi sejenak.
"Fika temen SD kamu itu?" tanyaku pada Fathan.
"Ya Ren, yaudah aku pulang duluan ya," pamitnya kemudian pergi meninggalkanku sendiri.
Halo readers, balik lagi nih Author hehe. Mumpung libur nih, author pengen update lagi 🤣.
Kok sekarang Fathan kayak berubah ya, ada yang tau gak wkwk.
Ikuti alurnya ya, semoga masih tetep betah baca kelanjutannya sampai ending nanti hihi.
Jangan lupa vote dan komennya biar author makin tambah semangat nulisnya 💙💙
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
Fathan & Putih Biru (Completed)
Fiksi RemajaMasa remaja memang masa yang paling indah untuk dikenang. Masa dimana kita mulai mencari jati diri dan bertemu dengan seseorang yang membuat kita pertama kali merasakan jatuh cinta. Meski terkadang cinta pertama tak selamanya indah namun, cinta pert...