Sebelumnya perkenalkan namaku Renia Citra Biani. Usiaku sekarang 23 tahun tapi kalau kalian mau ngucapin ulang tahun buat aku udah telat sih hehe. Aku seorang karyawan swasta di kota Semarang. Kalau kalian tanya apakah aku sudah lulus kuliah jawabannya adalah tidak. Aku sejak lulus SMA, aku memang tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena terbentur biaya meskipun sekarang, banyak beasiswa tapi tetap saja aku tidak mampu karena otak pas-pasan sehingga tidak bisa bersaing dengan mahasiswa lainnya. Oke tidak usah berbelit-belit lagi aku akan menceritakan kisah di masa putih biruku. Kenapa aku ingin menceritakan masa SMP ku? Karena disana terdapat banyak sekali kenangan yang tidak bisa dilupakan bahkan tidak bisa ku dapatkan itu semua di masa SMA ku. Masa SMA, kata orang-orang masa SMA masa yang terindah tapi menurutku masa SMP lah justru yang paling mengesankan. Sedikit informasi sekolah SMP ku dulu berada di kota Kediri Oke langsung saja ke inti cerita. Ini kisah sekitar 8 tahun yang lalu.
Pagi ini suasana sekolah sangat ramai karena semua orang sedang sibuk mencari kelas baru karena hari ini adalah hari pertama masuk setelah liburan kenaikan kelas. Aku masih tetap berada di kelas 8D karena tidak ada perubahan kelas. Saat menuju ruang kelas, aku bertemu dengan Fendi Pratama, laki-laki yang ku sukai sejak kelas 7. Aku tidak tau kenapa aku bisa menyukainya saat itu. Sejak pertama kali datang di SMP Cakrawala, pesona laki-laki itu menyita perhatianku.
Aku segera mencari keberadaan kedua sahabatku Desi dan Sitha. Mereka berdua memiliki kepribadian yang berbeda. Desi yang sangat feminim dan suka nonton drakor sedangkan Sitha orang yang humble, ceria, tomboy dan pintar menyanyi. Aku sangat bahagia mempunyai sahabat seperti mereka berdua karena mereka masa SMP ku semakin berwarna.
"Guys, ke kantin yuk bosen nih di kelas mulu sekalian cuci mata liat cogan," ajakku.
"Kuy deh daripada ngatuk mana perutku keroncongan lagi karena gak sempet sarapan tadi," sahut Sitha.
"Tapi tugasku belum selesai tar keburu bel masuk gak bisa ngerjain," sanggah Desi.
"Yaudah deh, apa kamu titip aja ke kita biar nanti kita aja yang beliin?"
"Wah boleh juga tuh Ren, boleh deh aku mau titip siomay ya sama es teh," ujar Desi sambil merogoh saku rok birunya.
"Oke siap, yuk Sit keburu antre panjang," titahku.
Sesampainya di kantin, ternyata sudah mulai rame padahal bel istirahat baru aja bunyi. Aku segera memesan bakso dan es teh sedangkan Sitha memesan soto dan es jeruk.
"Ren, kayaknya Fendi dari tadi liatin kamu deh," bisik Sitha saat aku sedang mengunyah bakso. Ucapan Sitha sukses membuatku terbatuk untung saja tidak tersedak bakso.
"Eh kamu kenapa Ren, nih minum dulu," panik Sitha.
Setelah batukku reda, aku berusaha untuk tidak salting bisa gawat kalau salting nanti Sitha mikirnya aku beneran suka sama Fendi. Aku tidak mau terlihat menyukai Fendi secara terang-terangan.
"Apaan sih Sit, kamu ngaco aja mana mungkin Fendi liatin aku."
"Iya Ren, aku liat Fendi liatin ke arah sini, ke arah kamu," Sitha masih ngotot pada ucapannya.
"Udah ah mending buruan cepet habisin makanannya terus beli titipannya Desi tar keburu bel masuk," kilahku.
Setelah selesai makan, aku langsung membelikan pesanan Desi sebelum bel masuk. Saat hendak ke kelas, aku berpapasan dengan Fathan berserta antek-anteknya.
"Wah Renia bawa apaan tuh, bisa kali bagi-bagi hehe," goda Fathan.
"Enak aja kamu than, ini titipannya Desi," sewotku.
"Beli sendiri dong kalau pengen jangan minta-minta," sambar Sitha dibelakangku.
"Eh Ren, nanti kamu pulangnya sama siapa?" tanya Fathan.
"Ngapain nanya-nanya Renia begitu?" Sahut Sitha.
"Perasaan yang aku tanya itu Renia kok kamu terus sih yang nyaut," kesal Fathan. Aku menahan ketawa karena tingkah kesal Fathan yang terlihat lucu.
"Biarin suka suka aku lah, aku kan bantu jawab karena Renia males jawab pertanyaan gaje kamu," jelas Sitha. Sahabatku satu ini memang the best.
"Gak sopan tau Sit," ujar Fathan. Cowok itu memang benar sih.
"Yaudah deh, aku ke kelas dulu udah ditungguin sama Desi kasian kalau kelamaan tar keburu masuk gak bisa makan," leraiku.
"Yuk lagian capek debat sama ni satu manusia," seru Sitha.
Aku dan Sitha segera masuk ke kelas. Ku tengok Fathan masih berdiri menatapku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Saat aku melanjutkan langkahku, aku tak sengaja terpeleset lantai genangan air di lantai yang tak tau darimana asalnya.
Citttt..
Ada seseorang yang menahan tubuhku agar tidak terjatuh di lantai saat ku tengok, aku benar-benar terkejut mengetahui siapa orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fathan & Putih Biru (Completed)
Ficção AdolescenteMasa remaja memang masa yang paling indah untuk dikenang. Masa dimana kita mulai mencari jati diri dan bertemu dengan seseorang yang membuat kita pertama kali merasakan jatuh cinta. Meski terkadang cinta pertama tak selamanya indah namun, cinta pert...