23. Kenyataan pahit untuk Naima

19 7 14
                                    

"Tumben pagi banget Nai datengnya," seruku ketika sampai di depan kelas yang masih terkunci. Naima duduk sendiri di kursi panjang di depan kelas.

"Iya Ren, aku mau curhat nih," celetuk Naima.

"Oh mau curhat apa?"

"Kemarin sore pas di toko buku, aku ketemu sama Fathan tapi dia sama cewek seumuran kita deh kayaknya," ucap Naima.

"Seriusan Nai?" tanyaku.

"Iya, ceweknya cantik banget Ren. Kira-kira itu siapanya Fathan ya aku jadi penasaran nih," cetus Naima.

Aku tak menyangka bahwa Naima akhirnya bertemu juga dengan Fathan bersama perempuan yang pastinya itu Fika.

Aku bingung harus berkata apa. Aku takut kalau nanti Naima sakit hati mengetahui kenyataan yang sebenarnya tapi jika tak jujur, sama saja aku menyembunyikan sesuatu yang menyakiti hati Naima dan membuanya kecewa. Aku tak mau Naima terus berharap terlalu jauh. Jika aku diposisi Naima, aku juga akan sangat kecewa.

"Nai, aku mau jujur sama kamu," lirihku.

"Apa Ren?"

"Sebenarnya, Fathan lagi PDKT sama cewek lain," ucapku sangat hati-hati.

Naima langsung menatapku penuh tanya.

"Hah?? seriusan Ren?" kaget Naima.

"Sama siapa Ren?" tanya Naima.

"Temen SD nya," ujarku. Aku sebenarnya berat hati memberitahu Naima namun jika aku sembunyikan, Naima akan lebih sedih dan tentunya kecewa denganku yang menutupi semuanya.

"Beneran Ren jadi, Fathan suka sama cewek lain?" tanya Naima.

"Ya Nai, aku sebenarnya gak bermaksud buat kamu sedih tapi, kamu harus tau yang sebenarnya Nai," lirihku.

Aku melihat perubahan ekspresi Naima. Aku juga merasakan apa yang dirasakan Naima tapi ini adalah kenyataan yang terjadi. Aku juga salah jika menutupi ini pada Naima.

"Nai, kamu gak papa kan?" tanyaku hati-hati.

"Gak papa kok Ren, aku cuma kaget aja ternyata nyesek banget ya rasanya kalau orang yang kita suka lebih milih cewek lain. Makasih ya Ren udah jujur sama aku," tuturnya.

"Iya sama-sama Nai, aku paham banget posisi kamu, rasanya menyakitkan memang," ucapku.

Kita berdua terdiam. Hanyut dengan pikiran masing-masing. Naima lebih banyak diam.

Saat penjaga sekolah membuka pintu kelas, Fathan tiba-tiba muncul dan menabrak Naima yang hendak masuk ke dalam kelas.

"Aww, sakit. Than, kamu ngapain sih sampai nabrak aku," seru Naima yang terjatuh ke lantai.

"Duh maaf ya Nai, aku tadi kesiangan makanya buru-buru deh." Fathan kemudian membantu Naima untuk berdiri. Aku hanya mengamati mereka berdua. Aku sebenarnya juga  sedih karena Fathan menjauhiku. Aku kangen Fathan yang dulu. Fathan menatapku sebentar kemudian memalingkan wajah. Ia bergegas masuk ke dalam kelas tanpa berbicara denganku sebentar. Sungguh, aku juga merasa sedih dengan sikap Fathan yang sekarang. Ia bukan Fathan yang aku kenal.

"Ren, kamu ngapain bengong aja, yuk masuk." Naima membuyarkan lamunanku.

"Eh iya, Nai," sahutku. Aku kemudian mengikuti Naima menuju meja kami.

***

Aku sedang malas ke kantin. Aku akhirnya memilih berada disini, di perpustakaan. Untung saja aku sudah sarapan tadi pagi sehingga, tak merasa begitu lapar. Aku sedang ingin sendiri.

Aku mencari buku novel yang kemarin sempat mencuri perhatianku namun, belum aku baca. Saat akan mengambil novel, pandangan mataku tertuju pada Fendi. Laki-laki itu sedang di perpustakaan juga seorang diri. Ia menuju rak hiburan & seni kemudian, ia mencari tempat duduk di meja pojok dekat jendela. Aku juga tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Hai Fen, aku boleh duduk sini gak?" tanyaku pelan.

"Boleh, duduk aja," jawabnya.

Aku kemudian langsung duduk di sebelahnya. Laki-laki itu sangat fokus dengan buku dihadapannya. Aku lagi-lagi diacuhkan olehnya.

"Fen, kamu gak ke kantin?" tanyaku.

"Enggak lagi pengen diperpus," jawabnya.

"Oh, gitu." Aku merasa canggung bersama Fendi tapi ini sebenarnya kesempatan karena bisa duduk bersama Fendi lagi.

Aku membuka lembaran novel yang tadi aku bawa. Aku mulai membacanya meskipun mood membacaku sudah lenyap seketika karena kehadiran Fendi.

Tak ada yang memulai percakapan. Kita berdua fokus dengan buku. Aku melirik Fendi yang masih setia membaca komik. Fendi sangat menyukai anime jepang dan sejenisnya yang aku tak begitu paham. Ia juga suka menggambar berbagai karakter anime dan berbagai karakter.

Aku merasa bosan dengan situasi ini. Aku menutup novel dan berniat untuk meminjamnya untuk aku baca dirumah nanti.

"Lho kamu mau kemana Fen?" tanyaku saat Fendi hendak pergi.

"Kelas, udah mau masuk," jawabnya kemudian meletakkan komik itu di rak buku kemudian keluar perpustakaan.

"Ditinggal sendiri dong," gerutuku pelan.

" Kenapa bisa suka sama cowok kayak dia sih, ngeselin banget," gumamku. Aku menulis daftar peminjaman dan menyerahkan kartu pelajarku sebagai jaminan. Aku segera kembali ke kelas.

***

"Ren, yuk jajan batagor deket SMP Erlangga, disana murah banget terus enak lagi, udah lama gak jajan kesana," ajak Naima ketika kita pulang sekolah.

"Naik sepeda mau gak?" tanyaku.

"Mau lah, yuk keburu orangnya pergi," ucap Naima yang kemudian memboncengku. Aku segera menggowes sepedaku menuju SMP Erlangga yang letakkan tak jauh dari sekolahanku.

Setelah sampai, benar saja orang manya siap-siap hendak pergi.

"Eh, tunggu dulu bang jangan pergi dulu," teriak Naima. Abang tukang batagor itu tak jadi pergi.

"Batagornya 5000 2, ya bang kayak biasa," pesan Naima.
"Kamu pedes gak?" tanya Naima.

"Sedang aja,."

"Oke Ren. Yuk duduk dulu," ajak Naima.

Selang beberapa menit, batagor pesanan kami datang. Aku menyantap lahap batagornya karena cacing  diperutku minta diisi.

Saat kami sedang asik makan, tiba-tiba ada seseorang yang menyapa aku.

"Eh, Renia kamu disini?" tanya perempuan itu. Aku menatapnya kaget sama halnya dengan Naima. Perempuan itu memakai seragam putih biru seperti kami bersama seseorang yang tak asing bagiku dan Naima.


Halo selamat malam semuanya. Seneng karena bisa update sekarang hehe.

Yuk ikuti kelanjutan ceritanya🤗

Semoga tetap suka sama alurnya . Salam hangat dari Author buat kalian 🤗.

Jangan lupa vote dan komennya.

See you soon.

Fathan & Putih Biru (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang