Pagi hari menyapa dengan lembut, sinar matahari menembus tirai jendela dan menciptakan pola-pola cahaya yang hangat di kamar Risa. Suara burung berkicau di luar jendela menambah suasana tenang pagi itu. Risa, yang baru terbangun, merasakan kehangatan pagi dan perlahan membuka matanya, memulai hari dengan semangat baru.
Ia turun dari kamar untuk sarapan pagi bersama keluarganya. Sesampainya di meja makan, ia melihat orang tuanya sudah lebih dulu tiba. Ia langsung menyapa mereka dengan ceria.
“Pagi, Ma, Pa,” sapa Risa sambil melangkah mendekat.
“Pagi sayang, ayo sini. Mama ada masakin makanan favorit kamu loh,” jawab Meyra dengan penuh semangat.
“Wah, serius, Ma?” tanya Risa dengan antusias.
“Iyaa, sini cepetan duduk biar mama ambilin makanannya,” ujar Meyra, sambil tersenyum.
Sementara itu, Evan mengeluh sedikit, “Kok Risa duluan? Kenapa nggak aku dulu?”
“Ihh, kamu ini selalu aja gitu, nggak pernah mau kalah,” balas Meyra, menanggapi dengan nada bercanda.
Risa hanya tersenyum kecil melihat tingkah laku orang tuanya, merasa bahagia dengan kehangatan suasana pagi yang penuh kasih sayang itu.
Kevin, yang baru saja tiba, langsung mendapatkan pertanyaan dari Evan, "Kok turun sendirian? Vino mana, Kev?"
"Lah, Vino belum turun, Om. Kevin kira udah duluan soalnya kamar udah kosong tadi," jawab Kevin, sedikit bingung.
"Kemana anak itu pagi-pagi gini?" tanya Evan dengan nada penasaran.
Mereka berempat melanjutkan sarapan, dan beberapa menit kemudian, Vino akhirnya turun dengan rambut yang masih basah.
"Dari mana kamu, Vino? Kenapa baru turun?" tanya Evan, sedikit menegur.
"Tadi Vino olahraga, Pa, jadi agak telat," jawab Vino sambil duduk di meja makan.
"Yaudah, cepetan makan. Nanti terlambat ke sekolahnya," ujar Evan, mengingatkan dengan nada yang lebih santai setelah mengetahui alasan Vino.
Kevin memberikan kode dengan tatapan mata kepada Risa, yang langsung membalas dengan anggukan kepala. Risa dan Kevin kemudian berdiri dari meja makan, menyalami Meyra dan Evan, lalu menuju pintu keluar rumah.
Vino yang menyadari kepergian mereka langsung buru-buru menghabiskan sarapannya. Namun, meskipun dia berusaha cepat, dia terlambat. Risa dan Kevin sudah terlebih dahulu berangkat dari rumah. Vino hanya bisa menatap kepergian mereka dengan sedikit kesal.
Motor sport Kevin tiba di depan sekolah SMPN Wijaya Kusuma. Setelah memastikan Risa telah masuk ke dalam pagar, Kevin kembali menyalakan motornya dan melanjutkan perjalanan ke sekolahnya.
Di koridor sekolah, Risa berjalan menuju kelasnya dengan senyum manis yang tak pernah pudar dari wajahnya. Namun, senyum itu tiba-tiba menghilang ketika seseorang memegang bahunya dari belakang dengan niat mengagetkan.
Kaget, Risa langsung berbalik arah dan menatap si pelaku dengan tatapan sinis, menunggu penjelasan dari orang yang baru saja mengganggu ketenangannya.
"Maaf ya, aku buat kamu kaget," kata Ryan sambil cengengesan.
"Kalau aku punya penyakit jantung, bisa langsung meninggal di tempat," balas Risa dengan nada sedikit sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love it's a wound
Novela JuvenilKetika awan kelabu mulai menggantung di cakrawala harapannya, keraguan pun menyergap: mungkinkah cinta yang terasa manis ini berakhir menjadi kepedihan yang tak terucap? Risa Azkia B, gadis berambut hitam legam, sehalus malam tanpa bintang, masih be...