Prolog

100 46 19
                                    

Jakarta, 07 November 2015

Arena penuh keceriaan yang dirancang untuk menumbuhkan kebahagiaan dan imajinasi anak. Berlantai dengan rumput hijau yang lembut, taman ini dikelilingi oleh pagar kayu rendah dan dipenuhi dengan warna-warna cerah dari peralatan bermain.

Ayunan yang berderak lembut berayun di bawah langit biru, sementara perosotan berkilauan memantulkan sinar matahari yang hangat. Di sudut, pasir berwarna menanti untuk digali dan dibentuk dengan sekop dan ember kecil.

Suara tawa ceria dan riuh rendah permainan anak-anak berpadu dengan hembusan angin sepoi-sepoi, menciptakan suasana yang hidup dan penuh semangat.

Seorang gadis kecil berusia tujuh tahun tampak penuh antusias, wajahnya berseri-seri saat matanya berbinar melihat tempat bermain yang luas. Namun, di balik semangatnya, terselip kegugupan; dia merasa asing, tak ada satu pun yang dikenalnya di sini.

Tubuh mungilnya ragu melangkah, sebelum tiba-tiba seorang anak laki-laki mendekatinya, menawarkan senyum yang seolah menyapu keraguannya.

"Sepatu kamu, ikat dulu. Kata Bunda, bahaya nanti bisa jatuh," ujar anak laki-laki, mengingatkan dengan nada serius.

"Aku nggak bisa ikat tali sepatu," jawab gadis kecil, tampak bingung.

"Masa cuma gini doang nggak bisa? Sini, aku ikatin," kata anak laki-laki, mendekat dengan niat membantu.

"Makasi," balas gadis kecil, merasa lega.

"Kamu baru ya di kota ini? Aku belum pernah lihat kamu main di sini," tanya anak laki-laki, penasaran.

"Iya, aku baru pindah seminggu yang lalu," jawab gadis kecil dengan malu.

"Kalau gitu, ayo ikut aku. Aku bisa ajak kamu ke permainan yang seru," ajak anak laki-laki, penuh antusias.

"Aku takut, nggak mau," tolak gadis kecil, suaranya bergetar.

"Ayoo," desaknya dengan semangat.

"Gak mau, aku takut," ulang gadis kecil, tampak semakin cemas.

"Aku jagain kok," janjinya, mencoba meyakinkan dengan penuh perhatian.

Setelah beberapa lama tertawa dan berlarian tanpa henti, kedua anak kecil itu akhirnya memilih untuk berhenti sejenak. Keringat membasahi dahi mereka, tetapi senyum masih terpancar di wajah.

Mereka memutuskan duduk di salah satu bangku taman yang teduh, di bawah naungan pohon rindang. Napas mereka terengah, namun hati terasa ringan, menikmati momen kebersamaan yang begitu sederhana namun penuh kehangatan.

"Kia, ayo pulang, sayang," suara lembut namun tegas melayang dari sebuah mobil hitam yang terparkir tak jauh. Kacanya begitu gelap, menyelimuti sosok di dalam dengan misteri.

Anak lelaki yang duduk di sebelah Kia menoleh, matanya menyipit mencoba mengintip siapa yang memanggil, namun pandangannya terhalang oleh kaca pekat itu. Hanya suara yang terdengar, membingungkan namun memanggil Kia untuk kembali.

"Aku pulang dulu ya, Mama udah manggil," ujar Kia dengan senyum tipis, seolah berat meninggalkan momen itu.

"Iya, hati-hati," jawab anak laki-laki di sebelahnya, meskipun ada sedikit rasa enggan dalam suaranya.

Kia berjalan menuju mobil hitam yang menunggunya. Pintu mobil terbuka, dan ia melangkah masuk dengan cepat. Dalam sekejap, mobil itu melaju perlahan, membawa Kia pergi hingga hilang di tikungan, lenyap dari pandangan.

"Oh, jadi namanya Kia," gumam anak laki-laki itu, mengingat nama yang baru saja ia ketahui.

꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷

Halo selamat datang di cerita aku, sebelumnya aku mau ngucapin terima kasih atas kunjungannya.

Notes:

• Jika terdapat typo di setiap paragraf, mohon ditandai yaa

• Jangan terlalu berharap dengan cerita ini karena banyak berharap hanya akan mendatangkan kekecewaan

• Konflik cerita ringan karena kasian kalau anak smp udah menghadapi masalah yang berat

Semua tokoh di cerita ini berhubungan satu sama lain

• Setiap nama tokoh yang dituliskan akan berpengaruh pada alur cerita, jika tidak sekarang bisa saja untuk kedepannya

Follow juga Ig dan tik tok aku, biar makin semangat update nya, terima kasih.

Ig: puut_118

Ig: ptri_plto

Tik tok: puuttri_07

See you next bab

Love it's a woundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang