Di mana pun mata memandang penuh dengan warna merah muda. Bunga sakura mekar dengan indah di bulan Maret, memanjakan siapa saja yang menatapnya. Hati pun senang melihat keelokan ciptaan Tuhan. Saking senang hatinya, Yumi bersepeda sembari berdendang—hal yang sangat jarang dilakukannya.
Bukan hanya karena pemandangan awal musim semi ini, ia bahagia karena manajer konbini yang pernah menolak jualannya itu mengabarkan usaha Shiraishi sudah ditarik dari tokonya. Yumi dan produsen usaha kecil maupun menengah lain sudah bebas memasukkan dagangan tanpa batasan. Tidak tahu mengapa hal tersebut bisa terjadi, yang jelas ia sangat bersyukur bisa menyetok bento sebanyak dulu dan penghasilan panti kembali normal.
Dianggap tidak tahu pun, sebenarnya Yumi telah menerka. Ada yang terjadi antara Megumi dengan orang tuanya. Gadis penurut itu mencoba membangkang pada orang tuanya, dan mencabut ultimatum ibunya agar bisa kembali berteman dengannya. Bahkan tanpa disangka, ayahnya Megumi datang sendiri ke panti mereka, memberikan dana dalam jumlah besar untuk kelanjutan hidup anak-anak di sana.
Sejak hari itu jua Megumi sering berkunjung ke pantinya, bermain dengan adik-adik di sana. Paling utama ialah untuk mengatur berbagai macam rencana mereka di masa depan. Awalnya Yumi malu belajar menari di depan adik-adik panti. Anak-anak itu juga sering mengganggu jadwal latihan mereka. Hingga akhirnya Ibu Panti menyerahkan sebuah ruang yang tidak terpakai untuk dijadikan tempat latihan.
Yumi kembali menikmati udara segar serta samar-samar aroma sakura yang dilewatinya. Segala kesulitan ia lalui dengan kesabaran. Dan kesabaran itu telah membuahkan hasil yang manis. “Kisahku belum berakhir, justru inilah permulaannya.” Ia menekankan diri agar tidak lengah.
Meski begitu, mengingat Ibu dan adik-adik di panti kini tengah memasak bekal untuk hanami, kayuhan sepedanya semakin kuat. Ia sudah tidak sabar berkumpul dengan keluarga, bercanda ria di bawah teduhan sakura di halaman depan rumah.
Selain sakura, musim semi identik dengan lembaran baru bagi para pelajar. Kini Yumi telah memasuki tahun ketiganya. Jantungnya bedegup agak kencang kala membaca sederetan nama di papan pengumuman, menerka diri akan diletakkan di kelas tiga-berapa.
"Hase-chan, kelas berapa?" tanya Rina begitu tiba menepuk-nepuk pundaknya dari belakang.
Yumi masih bergumam, mencari namanya. "Ah! Tiga-satu. Take-chan?"
"Yey, kita bertiga sekelas lagi!" ujar Rina bersorak riuh.
Yumi menoleh kebingungan. Sosok Megumi muncul malu-malu di balik siswa lain di sekitar mereka. "Tahun ini mo-mohon bantuannya!" ujar gadis itu gugup.
Yumi tertawa dengan tingkah kikuk Megumi. “Kok bicara seperti robot begitu?”
Megumi menutup wajahnya yang memerah. “Ha-habisnya aku kalah taruhan sama Rina-chan. Kalau kita bertiga sekelas, Rina-chan mau melihat latihan kita.”
Yumi tertegun. “Kok Take-chan tahu?”
“Maaf, aku keceplosan!” Megumi menundukkan badan di hadapan Yumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Idol Twin Story [END]
Teen FictionVersi terbaru dari "futago dakara (because we're twins)". Diunggah juga di GWP dengan judul yang sama. =========== "Bagaimana kalau kita bikin grup idola?" Hasegawa Yumi hanyalah anak panti yang berharap setelah lulus sekolah langsung bekerja demi m...