7. Restu Orangtua

4 1 0
                                    

Sebagai anak tertua di panti asuhan banyak yang harus Yumi pertimbangkan. Apa ia tetap pada rencana awal untuk mencari pekerjaan setelah lulus sekolah, atau pergi ke Tokyo meski tanpa Megumi.

Namun ada satu hal yang menjadi pertanyaan besar dalam benaknya. Bagaimana caranya menemui Kento tanpa persiapan? Yang ada sebelum mendekati saudaranya itu ia sudah dilempar oleh satpam agensi ataupun manajer grup idola tersebut. Dan lagi, jika ia pergi, itu berarti tidak ada yang membantu Ibu Panti mengurus adik-adik di yayasan.

Tadi pagi baru saja ia menemukan sebuah masalah yang tidak mengenakkan hati. Seperti biasa ia mengantar dagangan ke beberapa konbini yang ada di kotanya. Akan tetapi salah satunya hampir menolak bento buatannya dengan alasan pihak Shiraishi telah memenuhi rak makanan siap saji.

“Ya sudah. Kali ini saja kuterima daganganmu.” Merasa iba padanya, manajer konbini tersebut ‘terpaksa’ menerima bento buatannya.

Wanita paruh baya itu sudah kenal akrab dengan ibu panti sejak SD, enggan menolak dagangan teman masa kecilnya. Rasa ibanya pada Yumi, wanita itu memberi syarat agar stok bento yang dibawa besok setengah dari yang biasa, dengan begitu ia masih bisa menerima untuk dijual di konbini-nya. Jika terlalu banyak, ia tidak yakin bento sederhana itu habis terjual. Semua orang di kota pasti sudah mengenal usaha keluarga Shiraishi, jelas mereka akan lebih memilih usaha terkenal dibandingkan usaha kecil-kecilan tanpa merek.

Hanya karena berteman dengan Megumi, pihak keluarga langsung bertindak? Yumi menggelengkan kepala, mengenyahkan prasangka tersebut. Setelah kejadian di kediaman Shiraishi, Megumi tampak sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Yumi. Ia mengerti dan sengaja menjaga jarak.

Akan tetapi tindakan ibunya Megumi dirasa sudah kelewatan. Hampir merenggut usahanya? Yumi kembali menggelengkan kepala kuat-kuat, berusaha mencari kemungkinan positif. Mungkin kebetulan saja usaha Shiraishi sampai ke konbini tersebut dan memonopoli tempat tanpa tahu apa-apa.

Sentuhan lembut di pundak menyadarkan Yumi dari lamunan. Ia baru saja sadar keningnya telah mencium dingin kaca jendela. Spontan jari-jarinya mengelus kening agar sel-sel kulit di sana menghangat.

Ibu Panti duduk di sofa, tepat di sampingnya. Sesaat melirik ke anak-anak yang menghangatkan diri dalam kotatsu sembari menonton sajian televisi malam ini. Kemudian menatap anaknya yang tertua itu, memberikan senyuman hangat peneduh kerisauan yang tergambar jelas di wajah gadis manis tersebut. "Ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?"

Yumi menghirup napas agak panjang. Ia sengaja menepi agar mendapat perhatian Ibu. Ini salah satu caranya agar bisa bicara dengan wanita itu, jauh dari kuping anak-anak yang sangat sensitif.

"Konbini yang dikelola Yoyoi-san hampir saja menolak bento, Bu."

Ibu terkejut mendengarnya. "Kenapa? Ada yang tidak puas dengan masakan Ibu?"

Yumi menggeleng. "Usaha Shiraishi memenuhi rak. Karena itu...." Kalimatnya terputus, berat melanjutkan ucapan yang dilontar oleh manajer konbini tersebut. Saat itu jua ia mendengar ibu menghela napas pelan. "Maaf ya, Bu. Ini mungkin karena aku berteman dengan Shiraishi Megumi. Ibunya tidak suka aku dekat-dekat dengan anaknya. Karena ... aku anak tidak berada."

Ibu Panti mengelus lengan Yumi berkali-kali. "Kamu anak yang baik. Mungkin perlu waktu bagi Shiraishi-san menerimamu sebagai teman anaknya. Ia posesif karena hanya memiliki seorang anak."

"Aku harap juga begitu, Bu." Senyum terbit di wajah gadis itu perlahan.

Ibu mengangguk untuk meyakinkannya. Untuk beberapa saat keduanya terdiam sembari memperhatikan tingkah dua anak laki-laki yang berebutan potongan kue senbei terakhir. Anak laki-laki tertua langsung merebut kue tersebut, lalu membelahnya menjadi dua. Dua adiknya kembali berdamai karena dapat makan senbei bersama-sama.

The Idol Twin Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang